Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Permendikbud 49/2014 Pasal 1:14)

Sekolah Tinggi Teknologi Garut

Diselenggarakan mulai tahun 1991 dan bernaung di bawah Yayasan Al-Musaddadiyah. http://www.sttgarut.ac.id/

Program Studi Teknik Informatika

Berdiri pada tanggal 30 Juni 1998 dan terakreditasi B. http://informatika.sttgarut.ac.id/

Rinda Cahyana

Dosen PNS Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, dpk Sekolah Tinggi Teknologi Garut sejak tahun 2005

Sabtu, 05 April 2008

Apabila Waktu Kuliah Dilaksanakan Menjelang Waktu Solat

ABSTRAK : Alloh menjadikan Syariat Islam tidak kaku sehingga kaum Muslimin dapat hidup ditengah masyarakat yang heterogen keyakinannya. Dalam keberagaman keyakinan dan tata sistem yang tidak Islami, kaum Muslimin tidak dapat memaksakan keinginannya kepada kaum lainnya dan harus dapat menjalankan kewajibannya di dalam aturan yang dirancang tidak disesuaikan dengan tradisi atau tuntunan agama Islam. Pejadwalan yang dibuat tanpa melihat kebiasaan atau waktu peribadatan harian kaum Muslimin biasanya dapat menyebabkan tumpukan kewajiban yang harus dijalankan oleh kaum Muslimin dalam satu waktu yang pendek atau terbatas. Demikian halnya dalam perkuliahan, terkadang para pelajar dan pengajar Muslim harus berhadapan dengan beberapa kewajiban yang harus dijalankan semuanya. Bagaimanapun datangnya satu kewajiban tidak serta merta menghilangkan seluruhnya atau sebagian kewajiban yang sedang dijalankan. Dan syariat Alloh yang tidak kaku menyebabkan kaum Muslimin dapat memanfaatkan waktu yang tersedia untuk menjalankan semua kewajibannya dengan tanpa mengurangi syarat atau aturan pada kewajiban tersebut, bahkan dapat mempersingkat semua atau beberapa kewajiban yang datang bersamaan.

PERSOALAN PADA MAHASISWA

Pertanyaan yang meliputi sebagian dari mahasiswa adalah: Bolehkah demi menuntut ilmu solat diundurkan? Sebagian besar dari mereka merasa takut dengan ancaman Alloh yang diyakini ditujukan bagi mereka yang tidak menghentikan perkuliahan untuk menunaikan solat, “Maka kecelakaanlah bagi mereka yang solat, yaitu orang-orang yang lalai dari solatnya.” (QS. 107:3-4). Padahal waktu kuliahnya tidak sampai menghabiskan waktu solat.

Lalai yang mencelakakan dalam ayat tersebut adalah apabila menunda solat hingga tiba waktu solat berikutnya. Hal tersebut dikuatkan oleh hadits yang ditulis oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya, “Aku pernah bertanya kepada Rasululloh SAW tentang orang-orang yang lalai dari solat mereka. Beliau menjawab, “Yaitu orang-orang yang mengakhirkan solat sehingga keluar dari waktunya.” (H.R. Sa'ad bin Abi Wa qqash)

Mengundurkan waktu solat sepanjang tidak melampaui batas waktu solat tidak termasuk lalai. Ada beberapa hadits yang menceritakan tentang pengunduran waktu solat :

Rasululloh SAW mengundurkan solat Zhuhur karena cuaca panas . Dalam kitab hadits sahih Bukhori, diriwayatkan dari Abu Dzar al-Ghifari r.a., dia berkata, Kami pernah menyertai Nabi SAW dalam suatu perjalanan, kemudian muazzin akan menyerukan azan Zhuhur, namun Nabi SAW bersabda, “Tunggulah sampai cuaca agak teduh”. Muazzin tersebut kembali akan menyerukan azan Zhuhur, namun Nabi SAW bersabda lagi, “Tunggulah sampai kita melihat bayangan bukit.” (H.R. Bukhor)

Dalam kitab Mukhtasar Sahih Bukhori, Imam az-Zabidi pada bab 8 dari Kitab Tentang Waktu Solat menyatakan bahwa Rasululloh SAW pernah mengakhirkan salat sehingga terkesan bersambung dengan solat berikutnya . Kemudian dituliskan: Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas r.a. bahwa Nabi SAW ketika di Madinah pernah mengerjakan salat del apan rakaat untuk Zhuhur dan Ashar, serta tujuh rakaat untuk Maghrib dan Isya . (H.R. Bukhori)

Solat yang setelah satu rakaat kemudian masuk waktu solat berikutnya adalah sah . Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., dia berkata: Rasululloh SAW pernah bersabda, “Apabila salah seorang dari kamu mengerjakan solat Ashar lalu matahari terbenam ketika baru mendapat satu rakaat, hendaknya dia sempurnakan salatnya, dan apabila salah seorang dari kamu mengerjakan solat Subu, lalu matahari terbit ketika baru mendapat satu rakaat, hendaknya dia menyempurnakan solatnya ” . (H.R. Bukhori)

Boleh tidur sebelum solat Isya bagi orang yang mampu bangun untuk melaksanakannya . Imam az-Zabidi dalam Mukhtasar Hadits Bukhori menyebutkan bahwa Rasululloh SAW pernah tidak segera melaksanakan solat Isya sehingga Umar memanggil beliau. Aisyah r.a. meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersama para sahabat melaksanakan solat Isya dalam waktu antara hilangnya merah jingga hingga sepertiga malam yang pertama. Dalam sebuah riwayat, Abdullah bin Abbas r.a. mengatakan: Kemudian Nabi SAW keluar ke Masjid dengan air yang menetes dari kepalanya sambil meletakkan telapak tangan di atas kepalanya, kemudian Nabi SAW bersabda, “Seandainya aku tidak khawatir akan memberatkan umatku, tentu aku perintahkan mereka mengerjakan solat Isya dalam waktu seperti ini.” (H.R. Bukhori)

Mengundurkan solat karena makanan telah dihidangkan. Diriwayatkan dari Anas r.a. bahwa Rasululloh SAW pernah bersabda, “Apabila makan sore / malam telah dihidangkan, maka santap dulu sebelum melaksanakan solat Maghrib dan jangan makan dengan terburu-buru.” (H.R. Bukhori)

Melanjutkan perang setelah azzan dikumandangkan. Diriwayatkan dari Anas r.a. bahwa ketika Nabi SAW bertempur bersama kami melawan suatu kaum, beliau tidak menyerang sebelum Subuh, lalu beliau memperhatikan suara azan. Jika beliau menden gar suara azan beliau menghentikan serangan, dan jika belau tidak menden gar suara azan beliau terus menggempur mereka. (H.R. Bukhori)

Rasululloh SAW bersabda, “Menuntut ilmu itu wajib atas tiap muslim.” (H.R. Ibnu Majah) Beliau SAW memerintahkan, “Tuntutlah ilmu, sesungguhnya ilmu adalah pendekatan diri kepada Alloh Azza wajalla, dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah shodaqoh. Sesungguhnya Ilmu pengetahuan menempatkan orangnya dalam kedudukan terhormat dan mulia. Ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan di akhirat.” (H.R. Ar-Rabii') Jika karena hal mubah (seperti makan) solat dapat diundurkan, maka mengundurkan solat karena memenuhi kewajiban menuntut ilmu tidak perlu panjang lebar dalam membahas tentang kebolehannya.

Kalaupun perkuliahan tidak dihentikan untuk menunaikan solat, sebaiknya tetap dihentikan untuk mendengarkan azzan panggilan solat, kemudian dilanjutnya setelahnya sampai tujuan perkuliahan tercapai, baik dari sisi waktu ataupun kompetensi. Dosen harus memastikan agar terdapat waktu yang cukup untuk melaksanakan solat setelah perkuliahan selesai dilaksanakan.

Setelah perkuliahan selesai, baik Dosen ataupun mahasiswa Muslim harus segera menunaikan kewajibannya. Seyogyanya Dosen ataupun Lembaga bersikap toleran dan mengukur agar perkuliahan diselenggarakan tidak menghabiskan waktu solat yang akan menyebabkan Dosen ataupun mahasiswa tidak sempat melaksanakan solat karena dalam perjalanan, solat berikutnya tiba. Dalam kondisi tertinggal solat seperti itu, maka solat tidak dapat diqadla karena qadla itu hanya bagi mereka yang lupa, sebagaimana diriwayatkan dari Anas bin Mali k r.a. bahwa Nabi SAW pernah bersabda, “Siapa yang lupa untuk melaksanakan solat, maka laksanakanlah ketika ingat, tanpa kaffarah atas lupanya itu kecuali dengan mengerjakan solat tersebut.” Kemudian Rasululloh SAW membaca ayat: “ … dan dirikanlah solat untuk mengingat Aku.” (H.R. Bukhori)

Solat itu wajib dilaksanakan pada waktunya. Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud r.a., ia berkata: Saya pernah bertanya kepada Rasululloh SAW, “Amal apa yang paling utama?” Beliau menjawab, “Solat tepat pada waktunya.” (H.R. Muslim) Diriwayatkan dari Abu Dzar r.a., ia berkata: Rasululloh SAW bersabda kepada saya, “Bagaimana sikapmu jika dikuasai oleh para pemimpin yang menjalani solat di luar waktunya?” Abu Dzar mengatakan: Saya bertanya, “Lalu apa yang anda perintahkan kepada saya?” Nabi SAW bersabda, “Lakukanlah solat pada waktunya. Jika kamu menemui waktu solat bersama mereka, maka solatlah, karena yang demikian itu tambahan pahala bagimu.” (H.R. Muslim)

Apabila perkuliahan dapat dihentikan dengan jaminan terpenuhinya waktu dan tujuan perkuliahan, sebaiknya berhenti untuk melaksanakan solat pada saat azzan dikumandangkan. Diriwayatkan dari Aisyah r.a., dia pernah ditanya mengenai apa yang diperbuat Nabi SAW di rumah. Aisyah r.a. menjawab: “Nabi SAW melaksanakan tugas-tugas untuk keperluan rumah tangga dan apabila waktu solat tiba beliau ke luar ke masjid untuk melaksanakan solat.” (H.R. Bukhori)

Wa ba'du,

Kemudian ada di antaranya yang beranggapan bahwa perkuliahan tentang ilmu dunia seperti ilmu computer dan yang semisal, atau ilmu tentang mencari harta dunia harus dihentikan secara mutlak apabila azzan dikumandangkan untuk menunaikan solat karena dianggap tidak penting dan utama. Benarkah semua ilmu dunia itu tidak utama? Sebenarnya tergantung kepada niat dan untuk apa ilmu dunia dikuasai. Apabila dikuasai untuk kepentingan agama dan akhiratnya, seperti menafkahi diri dan keluarganya, atau bersedekah, membiayai dakwah dan perjuangan agama, maka keutamaan menuntut ilmu dunia tersebut tidak jauh bedanya dengan menuntut ilmu agama.

Rasululloh SAW bersabda, “Mencari rizqi yang halal adalah wajib sesudah menunaikan yang fardlu” (H.R. Athabrani dan al-Baihaqi) Jika mencari rizqi halal adalah wajib, maka mempelajari dan menguasai ilmu dunia yang digunakan untuk mencari rizqi yang halal adalah wajib, sama wajibnya dengan mempelajari dan menguasai ilmu agama.

Jika rizqi yang diperoleh berupa uang, kemudian uang itu diinfakkan untuk dirinya dan orang lain, maka adalah suatu keutamaan untuk mengusahakannya. Diriwayatkan dari Tsauban r.a., ia berkata: Rasululloh SAW pernah bersabda, “Uang yang paling utama yang diinfakkan oleh seseorang adalah uang yang diinfakkan untuk keluarganya dan uang yang diinfakkan untuk hewan (kendaraannya) demi membela agama Alloh, serta uang yang diinfakkan untuk para sahabatnya demi membela agama Alloh.”

Kata Abu Qilabah, “Dia mendahulukan infak untuk keluarga yang menjadi tanggungannya.” Lalu Abu Qilabah mengatakan, “Tidak ada orang yang pahalanya lebih besar dari pada orang yang berinfak untuk keluarganya yang kecil-kecil sehingga dia membebaskan mereka dari kemiskinan, atau Alloh memberikan manfaat kepada mereka sebab orang tersebut dan menjadikan mereka menjadi kaya.” (H.R. Muslim)

Mencari nafkah untuk keluarga adalah berjuang di jalan Alloh, sebagaimana sabda Rasululloh SAW: “Sesungguhnya Alloh suka kepada hamba yang berkarya dan trampil. Barangsiapa bersusah-payah mencari nafkah untuk keluarganya maka dia serupa dengan mujahid di jalan Alloh Azza wajalla.” (H.R. Ahmad)

Tidak ada kerugian mencari ilmu dunia yang akan memberi keuntungan uk hrowiyah bagi pengamalnya. Bagi mereka yang mencari rizqi dengan bekal ilmu dunia atau agama, maka ampunan Alloh baginya. “Barangsiapa pada malam hari merasakan kelelahan dari upaya keterampilan kedua tangannya pada siang hari maka pada malam itu ia diampuni oleh Alloh.” (H.R. Ahmad) “Sesungguhnya di antara dosa-dosa ada yang tidak bisa dihapus dengan pahala solat, sedekah, atau haji namun hanya dapat ditebus dengan kesusahpayahan dalam mencari nafkah.” (H.R. Athabrani)

Yang harus digarisbawahi adalah rizqi yang halal hanya dapat dicapai apabila ilmu dunia diamalkan dalam arahan ilmu agama. Ilmu computer tidak akan berfaidah atau melahirkan rizqi yang halal apabila digunakan untuk melakukan pekerjaan tidak halal seperti: tindak pencurian di internet, menjalankan bisnis ecommerce yang fiktif, mark-up anggaran pengembangan perangkat, menipu pelanggan yang tidak mengerti teknologi, berdusta dalam menjelaskan harga barang, dan lain sebagainya.

PERSOALAN PADA DOSEN

Ada pun para Dosen, kewajiban mereka adalah memenuhi kontrak kerja atau amanat yang disepakati sebelumnya dengan Lembaga, yang salah satu diantaranya adalah mengajar sesuai dengan jadwal dengan tidak mengurangi waktu mengajar yang telah ditetapkan dalam kontrak kerja. Pengurangan waktu perkuliahan oleh Dosen tanpa alasan yang kuat merupakan tindak korupsi dan menyalahi kontrak kerja. Dosen yang mengurangi waktu perkuliahan tanpa alasan kuat dianggap tidak amanat atau tidak profesional. Rasululloh SAW bersabda, “Tiada beriman orang yang tidak memegang amanat dan tiada agama bagi orang yang tidak menepati janji.” (H.R. Adailami)

Rasululloh SAW mengingatkan kepada para Dosen dan mereka yang memegang amanat, “Tunaikan amanat terhadap orang yang mengamanatimu dan janganlah berkhianat terhadap orang yang menghianatimu.” (H.R. Ahmad dan Abu Dawud). Bagi Dosen, yang memberi amanat adalah Lembaga yang mewakili mahasiswa atau oran g tua mahasiswa agar melaksanakan perkuliahan sesuai dengan kontrak kerja.

Apabila waktu perkuliahannya ternyata berbatasan dengan waktu solat, maka para Dosen dapat mengundurkannya batas akhir waktu perkulahannya untuk melaksanakan solat selama mahasiswa atau Dosen tidak memiliki kegiatan lagi setelahnya, atau di kelas yang dipakainya mengajar tidak akan diselenggarakan perkuliahan oleh dosen lainnya. Nam un apabila tidak demikian, maka Dosen tidak dapat menghentikan atau mengurangi waktu mengajarnya kecuali untuk keperluan yang teramat penting atau utama untuk berhenti.

Lain halnya apabila waktu kuliah diselenggarakan sepanjang waktu solat hingga datang waktu solat berikutnya, Dosen seharusnya menolak kontrak kerja atau meminta agar Lembaga bersikap toleran dan memberikan waktu solat di antara waktu perkuliahannya.

Allohu a'lamu .

KESIMPULAN

Tidak sedikit perkuliahan yang waktu kuliahnya dilaksanakan menjelang atau bahkan tepat pada saat adzan solat dikumandangkan. Sebagian mahasiswa ada yang memilih tidak masuk kuliah tepat waktu karena beralasan ingin solat di awal waktu. Apabila dia tidak berhasil datang ke kelas dalam batas waktu tunggu yang ditetapkan oleh Dosen, maka dia dianggap datang terlambat dan harus menanggung akibat keterlambatannya, seperti tidak dapat menandatangani absensi kehadiran atau bahkan tidak diperbolehkan masuk. Sebagian yang lain memilih untuk hadir tepat waktu di kelas dan mengundurkan solat dengan berberat hati.

Mungkin sebenarnya Lembaga Pendidikan dapat mengatur agar jadwal kuliah tidak menyeberangi awal waktu solat. Tetapi tidak sedikit yang karena padatnya perkuliahan dan terbatasnya ruangan menyebabkan jadwal perkuliahan tidak dapat diatur agar tidak diletakkan satu atau setengah jam menjelang adzan dikumandangkan. Bahkan di Negara atau sistem yang sangat sekuler, jadwal atau aturan sangat tidak toleran terhadap integritas kaum Muslimin dalam peribadatannya kepada Alloh. Dalam kondisi seperti ini, kaum Muslimin tidak merasa khawatir karena Syariat telah memberikan solusi dari dulu tentang bagaimana menyiasati hambatan dalam menjalankan kewajiban Syariat. Apabila hambatan menutup jalan kaum Muslimin dalam menjalankan kewajibannya, maka solusinya tidak lain kecuali dengan menolak dan memperjuangkan peru bahan atas kondisi tersebut.

(Persepsi : Rinda Cahyana)

Dua kali salam untuk setiap solat.

Yakni dengan meneruskannya hingga jumlah rakaatnya sempurna.

Selasa, 01 April 2008

Menjadikan Profesi Dosen Sebagai Ibadah Profesional

Abu Nashr as-Sarraj dalam kitabnya al-Luma' menuliskan, "Sedangkan syarat-syarat bekerja untuk mencari nafkah antara lain : 1) Hendaknya ia tidak cenderung menyukai pada pekerjaannya, 2) Tidak melihat bahwa rizqi yang ia dapatkan berasal dari usaha kerjanya, 3) Ia bekerja tidak untuk mengumpulkan harta, akan tetapi hendaknya berniat membantu umat Islam, 4) Pekerjaannya tidak menyibukan dari melakukan shalat wajib di awal waktunya, 5) Hendaknya belajar ilmu syariat agar tidak makan mahakan haram."
Profesionalisme dicapai tidak harus bermodalkan rasa suka terhadap pekerjaan. Yang terpenting adalah ketaatan dan sikap amanah. Bahkan terkadang kecenderungan suka pada pekerjaan dapat menjadi masalah karena biasanya menyebabkan kita tidak mampu untuk bersikap adil terhadap pekerjaan yang lainnya yang seharusnya juga diperhatikan.
Syarat pertama Abu Nashr mengandung makna lainnya, yakni kita tidak boleh cenderung menyukai pekerjaan Muamalah sehingga melalaikan pekerjaan Ubudiyyah seperti : kewajiban taat kepada Syariat Alloh, menjadikan kerjanya sebagai jalan mengingat Alloh (Dzikrullah), berjuang untuk, demi, dan dalam agama Alloh, serta tidak melalaikan pekerjaan lainnya yang sama atau bahkan lebih penting. Dengan kata lain, kita harus menemukan landasan Syariat atas pekerjaan yang dilakukan yang menjadikan kita kemudian merasa tenang dan bahkan senang karena yakin pekerjaan ini tidak mengganggu hubungan dengan Alloh dan bahkan menambah kedekatan dengan-Nya.
Tuntutan pekerjaan terkadang membuat kita melalaikan Syariat Alloh, baik kewajiban ataupun tuntunannya. Pada saat Syariat dilalaikan, maka saat itu kita memiliki kecenderungan dan kecintaan kepada pekerjaan melebihi kecenderungan dan kecintaan kepada Alloh. Saat kita tenggelam dalam kecintaan tersebut, dikhawatirkan kita masuk ke dalam golongan yang disitir Alloh dalam firman-Nya, "Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat lalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)." (Q.S.2:165) Pekerjaan atau kecenderungan pada pekerjaan tersebut menjadi berhala karena lebih ditaati dari pada Alloh, dan dibela tanpa memperhatikan hak-hak Alloh. Astaghfirullah ...
Bagaimana menjadikan pekerjaan kita menjadi ibadah di sisi-Nya? Langkah awal adalah itikad atau niat awal pekerjaan. Ada do'a warisan orang soleh di masa lalu yang sangat baik untuk dijadikan niat awal bekerja, yang artinya : "Wahai Alloh, Engkaulah Maksudku (dalam pekerjaan ini), dan Ridlo-Mu yang kuharapkan. Limpahi aku ampunan-Mu, Makrifat kepada Mu, dan kecintaan kepada Mu." Dalam rasa takut terhadap cinta dunia yang akan menghancurkan ibadah dalam pekerjaan, kita berdo'a, "Alloh, jadikan kecintaan kepada-Mu lebih aku cintai dari pada kecintaan kepada diri, keluarga, dan air dingin di kala kehausan." Kemudian disambung dengan do'a memohon kekuatan dalam beibadah, "Alloh tolonglah aku dalam mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan membaikan ibadahku kepada-Mu." Dan mungkin akan lebih sempurna apabila kita mengharap hasil akhir dari pekerjaan yang akan kita lakukan dengan do'a berikut ini, "Alloh jadikan aku orang-orang yang bertaubat kepada-Mu, dan jadikan aku sebagai orang-orang yang mensucikan diri, dan jadikan aku sebagai hamba-Mu yang soleh." Amien.
Langkah berikutnya setelah niat yang dikokohkan dengan do'a adalah meyakinkan bahwa pekerjaan kita adalah ibadah di sisi-Nya. Sebagai Dosen, pekerjaan kita adalah : mengajar, meneliti, dan mengabdi kepada masyarakat. Mengajar adalah pekerjaan mulia karena Alloh pun berkedudukan sebagai pengajar, Yang Maha Berilmu.
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar! (Q.S.2:31) Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S.96:5) ... dan (ingatlah) di waktu Aku (Alloh) mengajar kamu (Isa) menulis, hikmah, Taurat dan Injil, ... (Q.S.5:110)
Alloh menjadikan Rasul-Nya sebagai pewaris atau wakil pengajaran-Nya, ulama sebagai pewaris pengajaran Rasul-Nya, orang mengetahui terhadap orang yang tidak mengetahui, dan kita terhadap jiwa kita.
Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.S.3:164) Musa berkata kepada Khidhr: Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu? (Q.S.18:66)
Mengajarkan bukan hanya urusan ibadah kepada Alloh semata, tetapi juga dalam konteks hubungan dengan masyarakat,
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikit pun daripada utangnya. Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S.2:282) Mereka menanyakan kepadamu: Apakah yang dihalalkan bagi mereka? Katakanlah: Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya. (Q.S.5:4)
Tetapi mengajarkan sesuatu yang hanya sesuai atau bukan yang tidak penting,
Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al Qur'an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan, (Q.S.36:69)
Adapun meneliti, hal ini sudah menjadi kecenderungan dari Bapak Agama Samawi, Ibrahim a.s. Alloh menceritakan kisah perjalanan Ibrahim a.s. dalam membuktikan hipotesisnya melalui riset Mukjizat bahwa Alloh adalah Rabb mampu membangkitkan mahluk-Nya dari kematian.
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati. Allah berfirman: Belum yakinkah kamu?. Ibrahim menjawab: Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku). Allah berfirman: (Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cingcanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S.2:260)
Dan pengabdian masyarakat, di dalam Islam masuk ke dalam amal yang diistilahkan amal saleh. Al-Qur'an menyebut amal saleh lebih dari 55 kali. Sebagaimana mengajar dan meneliti, Alloh meninggikan harga belinya atas amal pengabdian masyarakat Dosen yang tidak melanggar Syariatnya, sebagaimana firman-Nya, "Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (Q.S.16:97)
Semoga amaliah pekerjaan kita menjadi berkah, karena mendatangkan ampunan, pensucian, peningkatan pengetahuan (makrifat) dan kedekatan kita kepada-Nya, dan kecintaan-Nya. Dan semoga Alloh mengampuni kekhilafan, menyadarkan kita akan kebodohan yang selama ini menutupi, dan memberi taufik yang menguatkan pijakan kaki kita di atas jalan Syariat-Nya. Amien.