Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Permendikbud 49/2014 Pasal 1:14)

Sekolah Tinggi Teknologi Garut

Diselenggarakan mulai tahun 1991 dan bernaung di bawah Yayasan Al-Musaddadiyah. http://www.sttgarut.ac.id/

Program Studi Teknik Informatika

Berdiri pada tanggal 30 Juni 1998 dan terakreditasi B. http://informatika.sttgarut.ac.id/

Rinda Cahyana

Dosen PNS Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, dpk Sekolah Tinggi Teknologi Garut sejak tahun 2005

Selasa, 17 Agustus 2010

Solusi SOA Untuk Fleksibilitas Bisnis Perguruan Tinggi Terhadap Perubahan


SOA adalah kerangka kerja (Proteans, 2009) atau arsitektur teknologi yang menganut prinsip-prinsip berorientasi layanan (Erl, 2005), yang menghubungkan kebutuhan pelanggan dengan kemampuan perusahaan dengan tanpa memperhatikan lanskap teknologi dan batasan organisasi (Gabhart dan Bhattacharya, 2008). SOA adalah gaya arsitektural yang memodularisasi sistem informasi (SI) ke dalam layanan (Erl, 2005), yang menyediakan fungsionalitas bisnis terstandarisasi sebagai sekumpulan layanan yang umum dan dapat digunakan kembali (Proteans, 2009).

Sebelum konsep SOA muncul, dalam rangka memenuhi kebutuhan bisnis yang baru, organisasi berhadapan dengan masalah pemborosan waktu dan biaya karena para pengembang perangkat lunak harus melakukan modifikasi maksimum terhadap komponen sistem (Miller, dkk, 2002). Hashimi (2003) menjelaskan bagaimana kesulitan dihadapi pemrogram saat menggunakan pendekatan demi pendekatan komputasi sebagaimana tampak pada tabel II.1 sehingga kemudian masalahnya sekarang dapat diselesaikan dengan SOA dan web services.

(Sumber : Gabhart dan Bhattacharya, 2008)
Approach
Time Frame
Programming Model
Business Motivation
Mainframe timesharing
1960s-1980s
Procedural (COBOL)
Automated Business
Client/Server
1980s-1990s
Database (SQL) and fat client (VB, Powerbuilder, etc.)
Computing power on the desktop
N-Tier/Web
1990s-2000s
Object-oriented (Java, PHP, COM, etc.)
Internet/eBusiness
Service Oriented
2000s
Message-oriented (XML)
Business Agility

Hashimi (2003) menjelaskan, bahwa pada awalnya menulis kode program dilakukan dengan tanpa dapat menghindari penulisan kode yang sama berulang-ulang. Hingga kemudian muncul konsep desain modular, di mana kode yang sama ditulis dalam modul sub-routine, procedure, atau function. Namun saat terjadi masalah pada modul tersebut, pemrogram harus menelusuri seluruh unit yang menggunakannya, sebuah pekerjaan yang menghamburkan waktu dan biaya. Pemrogram lebih menyukai high level abstraction, sehingga kemudian munculah classes dan perangkat lunak Object Oriented. Saat kompleksitas perangkat lunak dan perangkat keras semakin meningkat, munculah perangkat lunak berbasis komponen untuk penggunaan kembali, pemeliharaan, dan mempertahankan fungsi, bukan hanya kode. Namun tentu saja tawaran ini tidak berlaku untuk semua kompleksitas yang dihadapi pengembang saat ini seperti perangkat lunak terdistribusi, integrasi aplikasi, keragaman platform, keragaman protokol, keragaman perangkat, internet dan lain sebagainya. SOA bersama dengan Web Services menjawab persoalan tersebut. Dengan SOA kerumitan protokol dan platform dapat dikurangi dan aplikasi dapat diintegrasikan.

SOA merepresentasikan pergeseran dalam organisasi dari SI yang monolotik dan silo menuju fleksibilitas di mana sistem memberikan solusi bagi pelanggan dengan menggunakan sejumlah variasi rakitan layanan (Gabhart dan Bhattacharya, 2008). Layanan yang saling berkomunikasi, melibatkan data yang sederhana, dan berkordinasi dengan beberapa aktivitas (www.service-architecture.com) dapat didistribusikan (Erl, 2005), dikonfigurasi ulang (Sprott, 2005), dikombinasi ulang dengan berbagai cara (Brown, 2008), dan rantai layanan dapat disusun kembali setiap saat sesuai dengan kebutuhan perubahan bisnis (Sprott, 2005) untuk menerapkan proses bisnis yang baru atau untuk meningkatkannya (Brown, 2008). Layanan SOA yang flexible, reusable, dan configurable (Gabhart dan Bhattacharya, 2008) menyebabkan bisnis dapat merespon perubahan secara cepat (Sprott, 2005).

Layanan dan dapat digunakan pada beragam proyek atau oleh sejumlah aplikasi layanan multi-platform (Proteans, 2009). Layanan tersedia untuk setiap permintaan layanan yang disampaikan dari lokasi manapun dalam jaringan kerja tanpa dibatasi oleh sistem operasi, bahasa pemrograman, atau platform teknologi. Orientasi layanan memungkinkan bisnis menggunakan layanan yang tersedia di luar organisasi melalui jaringan komputer (Sprott, 2005)

Untuk mendapatkan keuntungan dari TI, perguruan tinggi dan universitas berhadapan dengan peningkatan biaya untuk pembaruan infrastruktur dan penyampaian layanan TI (Educause, 2003). Weil dan Ross (2004) menemukan fakta bahwa pengeluaran TI mencapai 50% dari total biaya belanja organisasi. Beban tersebut dapat diringankan dengan SOA yang membantu peningkatan kegesitan bisnis (business agility) dan efektifitas biaya (Erl, 2009). Menghindari biaya pengembangan di masa depan dapat dilakukan dengan cara penggunaan kembali layanan (Brown, 2008). 

Dengan demikian dapat dipastikan bahwa fleksibilitas bisnis terhadap perubahan dapat dicapai melalui pengembangan berorientasi layanan dengan pendekatan SOA. Sekolah dan universitas yang sebelumnya mendapatkan kekuatan dan keuntungan bisnis Salira, setelah menerapkan SOA diharapkan mendapatkan tambahan kemampuan berupa business agility, yakni kemampuan organisasi untuk fleksibel, responsive, adaptif, dan menunjukan inisiatif saat terjadi perubahan dan ketidakpastian (dictionary.bnet.com), serta kemampuan untuk menghindari (Brown, 2008) atau mencapai efektifitas biaya (Erl, 2009). Di dalam Wikipedia1 disebutkan bahwa business agility adalah kemampuan bisnis untuk beradaptasi secara cepat dengan biaya yang efisien dalam menanggapi perubahan dalam lingkungan bisnis.

Sabtu, 14 Agustus 2010

Fitnah terhadap Istri Rasulullah SAW


Soal Aisyah, coba lihat kultur Arab saat itu, apakah pernikahan dengan wanita di bawah umur dianggap tidak lajim? Pedhofil itu ketertarikan kepada anak di bawah umur, sementara Muhammad menikahi Aiysah tidak berangkat dari ketertarikan, tetapi dari penghormatan kepada ayahnya Abu Bakar yang meminta Muhammad menikahi Aisyah untuk mengikatkan tali kekerabatan. Pedhofil itu terkait hubungan badan dengan anak yang belum baligh, memangnya Muhammad mencampuri Aiysah dalam kondisi belum baligh?
Tentang Maria Qibthiyah r.a. yang berasal dari desa Anshina, beliau adalah hadiah dari Raja Muqauqis seorang penguasa suku Qibthi di Alexandria Mesir. Nabi bermalam bersama Maria dengan status milk al-yamin (hamba sahaya), dan hal itu diperkenankan dalam kultur Arab saat itu atau bukan merupakan sesuatu yang menyimpang. Kemudian Muhammad mengubah statusnya menjadi istri. Dengan demikian Muhammad tidak memiliki cela dalam hal ini.
Tentang Zainab r.a., sangat jelas bahwa Zainab adalah bekas istri Zaid anak angkat Muhammad. Di dalam Islam, anak angkat adalah orang lain dan bukannya anak sendiri, sehingga bekas istri anak angkat sama dengan bekas istri orang lain. Muhammad menikahi Zainab yang sudah bercerai dari Zaid. Pernikahan itu tercela jika dilakukan dengan wanita yang masih menjadi istri orang lain, dan Muhammad tidak melakukannya. Dengan demikian Muhammad tidak memiliki cela dalam hal ini.
Tentang Raihanah r.a. yang pada awalnya merupakan tawanan dari bani Quraizah. Muhammad pernah bermalam bersama Raihanah dengan status milk al-yamin (hamba sahaya), dan hal itu diperkenankan dalam kultur Arab saat itu atau bukan merupakan sesuatu yang menyimpang. Setelah Raihanah memeluk Islam, Muhammad membebaskannya dan menikahinya pada bulan Muharam 6 H di rumah Salma binti Qais al-Najjariyah. Dengan demikian Muhammad tidak memiliki cela dalam hal ini.
Tentang Safiyah r.a., beliau memiliki garis keturunan dari Nabi Harun A.S. Para lelaki kaumnya dijatuhi hukuman mati oleh Sa’ad mengikuti hukum konvensional Arab saat itu atas kesalahan penghianatan yang tidak termaafkan. Dalam bukunya, Karen Armstrong menuliskan bahwa hukuman konvensional seperti itu difahami dan bisa diterima oleh orang Arab saat itu, dan hukuman mati atas suku Quraizah atas dasar politik (yakni penghianatan) dan bukan perintah agama. Sebelumnya Muhammad tidak menjatuhi suku Nadhir dan Qaunika dengan hukuman konvensional tersebut melainkan hukuman pengusiran dari Madinah.
Pada awalnya Safiyah sebagai tawanan perang dengan status milk al-yamin diberikan Muhammad kepada Dihyah namun setelah dinasihati oleh seseorang tentang keutamaan Safiyah akhirnya Muhammad menyuruh Dihyah untuk mengambil selain Safiyah.
Anas berkata bahwa Muhammad menikahi Safiyah setelah dibebaskan dari status tawanan perang bukan sebagai ummul walad (hamba sahaya) tetapi sebagai istri. Tatkala Muhammad menawarkan dibebaskan atau masuk Islam, Safiyah memilih, “Aku lebih memilih Allah dan Rasul-Nya” (Riwayat Jabir).
Tamam ibn Muhammad ibn Abdullah ibn Ja’far ibn Abdullah al-Junaid menyebutkan dalam kitab Fawa’id, dari Anas dia mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah berkata kepada Safiyah, “Apakah engkau mau bersamaku?”. Dia menjawab, “Wahai Rasulullah, itulah yang aku harapkan selama aku masih berada dalam kemusyrikan. Bagaimana tidak, Allah ternyata membukakan jalan itu kepadaku setelah aku masuk Islam.”
Abi Ya’la meriwayatkan dengan sanad hadist sahih, dari Safiyah r.a. dia berkata, “Ketika Rasulullah menawanku, tidak ada orang yang paling aku benci selain dia. Betapa tidak, dia adalah orang yang telah membunuh ayah dan suamiku dalam perang (Khaibar). Setelah kejadian tersebut, beliau tidak henti-hentinya meminta maaf dan mengatakan ‘Wahai Safiyah, sesungguhnya ayahmu adalah orang yang senantiasa mencekoki orang-orang Arab untuk terus menentangku.’ Hingga akhirnya, kebencianku terhadap Rasulullah menjadi luntur dan hilang. Maka saat ini, tidak ada datupun orang yang paling aku cintai kecuali Nabi SAW.”
Dengan demikian Muhammad tidak memiliki cela dalam hal ini, sekalipun orang kafir dan munafik tidak menyukainya.
Sebagai catatan Karen Armstrong mengatakan bahwa hukum konvensional / tradisional yang berlaku di Arab saat itu kepada penghianat adalah membantai para lelaki dan menjual perempuan dan anak mereka sebagai budak atau dipaksa untuk melakukan kegiatan prostitusi. Tragedi Quraizah sekalipun tidak dapat diterima pada masa kini, tetapi merupakan hal yang tidak terelakan pada masa itu di dalam kultur Arab yang memiliki hukum konvensional. Dan Muhammad bersikap sebagai kepala suku Arab yang menghormati hukum tradisional sekaligus meluruskannya (seperti misalnya menghilangkan praktik mutilasi terhadap mayat yang menjadi korban perang dalam hukum perang Islam).

Perkataan Allah Bagi Para Pencela Agama

Perhatikan firman Allah berikut ini:
Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata: “Kami mendengar”, tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula): “Dengarlah” sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan): “Raa´ina”, dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan: “Kami mendengar dan menurut, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami”, tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis.(An Nisaa :46)
Perbuatan para pencela agama pengikut fasisme ini sekalipun mereka oknum Kristen sesungguhnya mereka mewarisi perilaku Yahudi di masa lalu.
Kita bisa melihat di sini bagaimana mereka membajak al-Qur’an dengan merubah perkataan dari tempatnya sehingga tafsir atau pemahaman yang terbentuk menjadi sesuatu yang menghinakan agama. Selaras dengan firman Allah tersebut:
Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya.
Mereka membuka komentar dan bersedia berkomunikasi dengan muslim, tetapi sejatinya tidak mau mendengar apa yang disampaikan muslim, karena setiap argumen mereka terbantahkan, mereka tetap saja berketetapan dalam kesesatan pemahaman mereka dan mengesampingkan kemuliaan akal fikiran yang telah membangun argumentasi logis yang meruntuhkan pemahaman keliru mereka tentang Islam. Keadaan mereka digambarkan jelas oleh Allah dalam ayat tersebut:
Mereka berkata: “Kami mendengar”, tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula): “Dengarlah” sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa.
Itikad mereka bukanlah mencari kebenaran, tetapi mencela agama, mengikuti fasisme yang meninggikan ras mereka dan merendahkan ras Islam. Perbuatan mencela agama yang dilakukan digambarkan Allah dalam ayat tersebut:
Dan (mereka mengatakan): “Raa´ina”, dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama.
Terhadap penjelasan dan kebenaran yang telah disampaikan Allah melalui bantahan dan penjelasan muslim berdasarkan kepada ajaran agama Islam yang sebenarnya, seharusnya mereka dapat menerima sekiranya mereka adalah orang yang berkehendak mencari kebenaran dan bukan hendak mencela agama. Allah memberi komentar tentang mereka dalam ayat tersebut:
Sekiranya mereka mengatakan: “Kami mendengar dan menurut, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami”, tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis
Allah mengutuk anda wahai para pencela agama, sehingga tidak dapat melihat kebenaran dan berketetapan dalam kesesatan pemahaman semata untuk mencela agama, karena kekafiran (pengingkaran) terhadap ajaran agama yang telah memberi jalan yang lebih baik dari pada situs ini untuk menjelaskan kebenaran dan cara dialog yang lebih baik dibandingkan apa yang kalian lakukan di sini.
Dan untuk anda yang membajak ajaran Islam dari pemahaman yang sebenarnya menjadi pemahaman yang menistakan agama Islam, semata untuk mencari uang dan menggunakannya, Allah mengingatkan:
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih. (Al Baqarah :174)

Sabtu, 07 Agustus 2010

Pusat Informasi Sebagai Saluran Informasi Publik

Pusat informasi berkaitan dengan user services yang dilaksanakan departemen Teknologi Informasi (TI), yakni sebagai sebuah divisi dalam departemen TI yang mendukung end-user (www.pcmag.com). Sekarang istilah pusat informasi didefinisikan lebih luas lagi, sebagai tempat dimana informasi dapat diperoleh (www.macmillandictionary.com). Pusat informasi berbeda makna dengan layanan informasi. Perbedaan ini tampak dalam kalimat yang digunakan Bank Dunia (web.worldbank.org) : “Saat ini, Bank menjalankan layanan informasi publik di hampir 100 negara dan menawarkan akses langsung ke lebih dari 230 pusat informasi”.
Sebagaimana web-site Pusat Informasi Boston University yang menyediakan data statistik akademik yang bersifat umum (www.bu.edu), web-site Pusat Informasi Universitas Negeri Malang menyediakan menyediakan akses kepada siapa saja yang berminat mendapatkan informasi seputar kampus, baik akademik, kepegawaian, maupun data statistik lainnya yang bersifat umum (pusinfo.um.ac.id). Adapun informasi akademik yang bersifat privat atau khusus bagi mahasiswa, Universitas Negeri Malang menyediakan web-site Sistem Informasi Akademik Online (pusinfo.um.ac.id).
Purdue University memiliki web-site Pusat Informasi bernama Visitor Information Center. Informasi yang disediakan web-site ini berkaitan dengan sejumlah perguruan tinggi, sekolah dan program di Purdue University, serta layanan komunikasi yang menanggapi pertanyaan yang diajukan oleh pengunjung (www.purdue.edu). Menurut Harvard University misi dari Pusat Informasi adalah untuk melayani sebagai pintu depan universitas yang memberikan informasi historis dan umum tentang kampus kepada pengunjung, tetangga, dan publik (www.harvard.edu). Dengan demikian secara umum, pusat informasi adalah saluran informasi akademik yang mendistribusikan informasi bersifat umum tentang kampus kepada orang yang membutuhkannya.