Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Permendikbud 49/2014 Pasal 1:14)

Sekolah Tinggi Teknologi Garut

Diselenggarakan mulai tahun 1991 dan bernaung di bawah Yayasan Al-Musaddadiyah. http://www.sttgarut.ac.id/

Program Studi Teknik Informatika

Berdiri pada tanggal 30 Juni 1998 dan terakreditasi B. http://informatika.sttgarut.ac.id/

Rinda Cahyana

Dosen PNS Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, dpk Sekolah Tinggi Teknologi Garut sejak tahun 2005

Minggu, 27 Mei 2012

Menjadi Setengah Lulus Dengan Mencorat-coret Baju



Corat coret baju sekolah adalah tradisi lulus sekolah yang belum berhenti seperti tradisi perpeloncoan saat masuk sekolah. Jika perpeloncoan didesak masyarakat untuk berhenti karena menyangkut keselamatan jiwa anak, maka desakan penghentian tradisi corat coret adalah berkaitan dengan keluhuran akhlak siswa. 

Tradisi corat coret yang dilakukan siswa yang lulus adalah tindakan mubadzir dan kurang perduli terhadap kaum miskin, bukan merupakan karakter yang diharapkan melekat pada generasi penerus bangsa. Mereka memang berhasil secara kompetensi sehingga lulus ujian nasional, tetapi mereka gagal secara karakter sehingga mencorat-coret baju mereka.  

Kurikulum berbasis kompetensi dan karakter mengamanatkan agar siswa lulus dengan mewarisi seluruh kompetensi dan karakter. Para guru disertifikasi dan diberi tunjangan profesi dengan uang pajak rakyat agar dapat merancang kompetensi dan karakter generasi penerus bangsa serta berusaha agar mereka dapat mewarisi keduanya. Jika hanya kompetensi yang berhasil diwarisi sementara karakternya tidak, maka siswa kita tampil sebagai sosok setengah lulus. Dan bisa kita lihat bagaimana hasilnya jika bangsa ini dipenuhi orang yang cerdas tetapi tidak berkarakter baik ... banyak kerusakan di muka bumi. 

Penting atau tidak pentingnya kita mempersoalkan tradisi corat coret adalah tergantung penting atau tidak pentingnya karakter baik dimiliki para siswa. Yang jelas, kesalahan besar tidak jarang disebabkan karena diabaikannya karakter terpuji yang sepele. 

Media : Anarki bukan Vandal


Anarki atau Anarchy ?

Banyak pemberitaan dianggap salah karena menggunakan kata anarki dengan arti yang tidak sesuai dengan arti kata anarchy. Menurut pendapat saya, mungkin saja penggunaan kata ini tidak salah karena Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengizinkan orang Indonesia untuk mengartikan anarkis sebagai "kekacauan (dl suatu negara)", sekalipun pengertian yang sama dengan anarchy juga diakomodasi KBBI dalam pengertian anarki alternatif pertama. Banyak contoh kata/frasa serapan bahasa asing dalam KBBI yang diartikan dengan arti yang tidak sesuai atau bahkan besebrangan satu sama lainnya. 

Misalnya kata "Zina". Menurut literatur, arti kata 'Zinah' dalam bahasa Arab adalah melakukan hubungan seksual tidak sah. Sementara arti kata 'Adultery' dalam bahasa Inggris adalah melakukan hubungan seksual tidak dengan istrinya. Kedua arti ini diakomodasi dalam KBBI, sekalipun dapat menimbulkan pertentangan satu dengan lainnya jika zina diartikan menurut hukum Islam. Ada dua pengertian zina dalam KBBI yang mungkin dapat besebrangan, (1) "menyetubuhi (meniduri, menggauli) / melakukan hubungan seksual dng tidak sah" (2) "perbuatan bersanggama seorang laki-laki yg terikat perkawinan dng seorang perempuan yg bukan istrinya". 

Dalam hukum Islam, bersenggama dengan hamba sahaya miliknya yang tentu saja bukan istrinya adalah sah sehingga tidak disebut zina berdasarkan pengertian Zinah dalam bahasa Arab atau pengertian zina dalam KBBI. Namun pengertian ini akan besebrangan dengan pengertian Adultery dalam bahasa inggris atau pengertian zina lainnya dalam KBBI, karena patokan zina itu perempuan itu istrinya atau bukan. 

Saat kita memilih kata / frasa serapan dari bahasa asing dalam KBBI, kita harus memahami bahwa artinya mungkin beda dari kata / frasa aslinya. Seluruh pengertian dalam KBBI adalah pengertian yang dapat diterima dalam percakapan berbahasa Indonesia. Mengembalikan pengertian kata / frasa kepada pengertian yang sebenarnya atau pengertian menurut bahasa tertentu menurut pendapat saya adalah pilihan bukan kewajiban, karena saat kata / frasa terserap dalam bahasa Indonesia, maka kata / frasa tersebut boleh memiliki arti yang berbeda dari kata / frasa sumber serapannya atau yang sama dalam bahasa lain.

Jadi kembali kepada kata "anarki", sah-sah saja jika orang Indonesia untuk mengartikan "anarki" tidak sesuai dengan pengertian anarchy. Lain kalau kata yang digunakan dalam pemberitaan di Indonesia adalah anarchy dan bukan anarki, maka mengartinya sebagai kekacauan sebagaimana arti kata anarki dalam KBBI adalah kekeliruan. Misalnya judul pemberitaanya ditulis "YLBHI tidak akan lindungi mahasiswa anarchy" akan memiliki pengertian yang berbeda dengan "YLBHI tidak akan lindungi mahasiswa anarki" jika mahasiswa anarki diartikan "mahasiswa pembuat kekacauan".

Media : Anarki bukan Vandal

Media masa kita sudah menempatkan kata anarki dengan arti yang seharusnya, di mana anarki maksudnya memang bukan membuat rusak tetapi membuat kekacauan. 

Mari kita ambil contoh berita ini : 

http://www.acehbarat.com/2012/03/kapolda-pemerintah-tak-akan-bersimpati-pada-aksi-anarki/

"Menurut Kapolda Mudji, Kamis (29/3), aksi anarki justru akan membahayakan rakyat banyak. Kerugian akan dialami karena aksi kerap diwarnai dengan pengrusakan maupun penjarahan."

Dalam kutipan tersebut disebutkan "aksi anarki". Jika merujuk kepada KBBI, arti yang lebih dekatnya adalah aksi membuat kekacauan. Dalam kalimat selanjutnya disebutkan bahwa "aksi anarki" kerap "diwarnai dengan pengrusakan". Artinya aksi "pengrusakan" memang bukan aksi "anarki", tetapi aksi tambahan yang dilakukan mahasiswa. Dengan demikian media masa sudah berhasil membedakan "vandalism" dengan "anarkism" seperti yang diharapkan banyak ahli bahasa.

Senin, 14 Mei 2012

Kiamat Besar Era Informasi





Anonymous di ruang maya bukan suatu keanehan, banyak cara dilakukan orang untuk mengekspresikan siapa dirinya, mulai dengan menggunakan avatar atau foto orang lain sebagai foto profilnya. Esensi berteman di Facebook nampaknya tidak terlalu diperumit oleh sosok nyata ada atau tidak nyata, tetapi pada tema dan cara komunikasi. Sampai tahap ini, foto profil baru sebatas pelengkap komunikasi, karena dengan ada atau tidak ada foto profil orang masih bisa berteman dan berkomunikasi di facebook khususnya dan di dunia maya umumnya. Semua atribut profil diri sementara ini hanya berfungsi untuk pemicu ide pembicaraan, serta untuk meningkatkan level kenyamanan dan keintiman semata. Jadi biarkan saja orang mau tampil seperti apa di facebook, mau kelihatan matanya saja, mau tidak kelihatan apa-apa, atau mau menggunakan foto orang lain seperti kita, yang penting setiap orang dapat berkomunikasi dengan baik, tidak tampil mengganggu orang lain tetapi memberi manfaat kepada orang lain.

Sementara ini, terdapat banyak komunitas yang menerapkan aturan tertentu bagi anggotanya, misanya mengatur konten apa yang boleh dan tidak boleh dibagi dalam komunitas. Namun di beberapa komunitas muncul juga bentuk pengaturan lain, yakni mengatur level keformalan. Dan khusus untuk pengaturan keformalan, menurut pendapat saya pribadi, kemunculannya adalah indikasi terjadinya pergeseran kultur dalam dunia maya, yang pada awalnya serba bebas menjadi serba terkendali. Revolusi kendali ini menurut dugaan saya di masa depan akan didorong oleh kebijakan lintas dunia (dunia realita dan maya yang disepakati secara global) mulai dari kebijakan satu orang satu akun hingga kewajiban menyatakan profil asli, dengan tekanan sangsi yang bergeser dari sangsi komunitas (banned) menjadi sangsi hukum berdasarkan UU (penjara atau denda). Dan revolusi itu hanya terjadi jika masa informasi telah mencapai titik puncak, di mana kehidupan manusia bergantung kepada jejaring informasi dan komunikasi.

Kehidupan internet bagi orang awam pada awalnya adalah kehidupan yang tidak terlihat dan mereka menghidupinya dengan modal keyakinan, misalnya dalam berkomunikasi mereka harus yakin bahwa yang bicara dengannya adalah manusia yang ada eksistensinya (sekalipun boleh jadi yang berbicara dengannya adalah perangkat lunak mesin penjawab cerdas). Lambat laun saat revolusi itu terjadi, maka kehidupan yang tidak terlihat akan menjadi terlihat, karena siapapun yang eksis di internet ditekan hukum untuk menyatakan jati dirinya yang asli, bahkan mesin sekalipun. Titik puncak pencapaian revolusi di mana dunia maya menjadi nyata disebut Kiamat Besar Jaman Informasi :)