Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Permendikbud 49/2014 Pasal 1:14)

Sekolah Tinggi Teknologi Garut

Diselenggarakan mulai tahun 1991 dan bernaung di bawah Yayasan Al-Musaddadiyah. http://www.sttgarut.ac.id/

Program Studi Teknik Informatika

Berdiri pada tanggal 30 Juni 1998 dan terakreditasi B. http://informatika.sttgarut.ac.id/

Rinda Cahyana

Dosen PNS Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, dpk Sekolah Tinggi Teknologi Garut sejak tahun 2005

Kamis, 30 Agustus 2012

Bukti Keislaman Ibrahim Menurut al-Quran


Bukti bahwa Ibrahim adalah seorang muslim dan menyatakan keislamannya menurut al-Quran:

Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: “Tunduk patuhlah!” Ibrahim menjawab: “Aku tunduk patuh (aslamtu) kepada Tuhan semesta alam”. (QS 2:130)

Kata “aslamtu” menunjukan Ibrahim mempersaksikan (syahadat) atas keislamannya kepada Allah.

Pengenal agama Islam adalah mengakui Tuhan tanpa sekutu, dan Ibrahim mempersaksikannya (syahadat) :

“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (QS 6:79)

Dengan demikian Ibrahim telah mempersaksikan keislamannya dengan menyatakan dirinya sebagai seorang muslim yang Tunduk Patuh kepada Tuhan Sementas Alam (QS 2:130) dan menyatakan dirinya sebagai orang yang tidak mempersekutukan Tuhan (QS 6:79)

Selasa, 28 Agustus 2012

Makna Teman Maha Tinggi


Sunan at Tirmidzi, Kitab ad Da‟awat, hadits nomor 3418 : Memberitakan kepada kami Harun; memberitakan kepada kami Abdah, dari Hisyam bin Urwah, dari Abbad bin Abdillah bin az Zubair, dari Aisyah berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah di hari menjelang wafatnya: “Ya Allah ampunilah bagiku, rahmati diriku, dan pertemukan akudengan ar Rafiq al A‟la”. (Abu Isa at-Tirmidzi berkata: Ini adalah hadits hasan sahih)

Perkataan penulis: “Memberitakan kepada kami Harun”; dia adalah Ishaq al Hamadzani.

Perkataan penulis: “Memberitakan kepada kami Abda”; Dia adalah Ibn Sulaiman al Kullabi.

Perkataan penulis: “Dan pertemukan aku dengan ar Rafiq al A‟la”; yang dimaksud dengan arRafiq al A‟la adalah sekelompok dari para Nabi yang bertempat di A‟la Illiyyin (Tempat paling atas dari Illiyyin). Kata “ar Rafiq” adalah nama dengan bentuk kata pada wazan “fa‟il”, artinya “sekelompok” (golongan), seperti bentuk kata “as-Shadiq” dan “al-Khalith”; dapat dipakai untuk bentuk “satu/singular” atau “jamak/plural”.

Dan yang dimaksud dengan kata “ar Rafiq” di sini adalah bentuk jamak/plural, ini seperti dalam firman Allah: “Dan mereka adalah sebaik -baik teman” (taman dalam ayat ini dalam bentuk jamak). Demikian inilah pendapat yang dinyatakanoleh al Hafizh al Jazari dan lainnya.

Sementara menurut al Bukhari; dengan jalur hadits dari jalan Sa‟ad bin Urwah dari Aisyah berkata: “Aku pernah mendengar bahwa tidak ada seorang-pun dari para Nabi yang meninggal hingga ia dipersilahkan untuk memilih antara dunia dan akhirat, dan aku mendengar Rasulullah saat beliau sakit yang menjadikan beliau wafat dengannya bersabda: “Pertemukan aku dengan orang-orang yang Engkau karuniakan nikmat atas mereka”, aku menyangka itu sebagai kebaikan.

Al Hafizh Ibn Hajar berkata dalam meriwayatkan potongan hadits ini; dari Aisyah, menurut Ahmad bin Hanbal berkata: “Bersama ar Rafiq al A'la artinya bersama mereka yang diberi karunia oleh Allah dari para Nabi, para as Shiddiqin, para Syuhada, dan orang-orang saleh; dan mereka adalah sebaik-baik teman”. Ibn Hajar berkata: Ini adalah adalah hadits hasan sahih, dan telah diriwayatkan oleh Imam al Bukhari dan Imam Muslim.

Jadi ar Rafiq al A'la itu bukan Allah, tetapi mereka yang diberi karunia oleh Allah.

Senin, 27 Agustus 2012

Bukti Isra Miraj dalam Ktab Perjanjian


Prof David Benyamin Kaldani, B.D, Guru Besar Teologi sekaligus pastor Katolik Roma untuk wilayah Kaldan. Dengarkan hasil penelitian beliau yang saya kutip dari bukunya sebagai berikut :
St Paulus juga pernah menyampaikan mimpi tentang seorang lelaki yang diangkat ke langit ketiga dan kemudian ke surga firdaus. Lelaki itu melihat beberapa hal yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Pihak Gereja meyakini sosok lelaki yang dilihat Paulus itu adalah Paulus sendiri. Mereka percaya Paulus tidak menyampaikannya secara eksplisit karena kerendahan hatinya (II Korintus 12/1-4)
Akan tetapi faktanya Paulus bukanlah orang yang rendah hati. Buktinya dalam surat2 yang ditulisnya (Episties), Paulus banyak memuji dirinya sendiri. Paulus juga pernah mengunggulkan dirinya pernah mencaci st Petrus secara langsung. Kita juga mengetahui dalam surat2nya kepada orang-orang Galatia dan Romawi, Paulus menunjukan bahwa dia sangat membela keyahudiannya dan suka menyerang Hajar dan putranya Ismail.
Sesungguhnya sosok yang dilihat Paulus dalam mimpinya tersebut adalah sosok yang dilihat Nabi Daniel didalam Mimpinya, yakni Muhammad (saat Isra Mi’raj).

Minggu, 26 Agustus 2012

Islam dikenal oleh Yahudi dan Nasrani


Prof David Benyamin Kaldani, B.D, Guru Besar Teologi sekaligus pastor Katolik Roma untuk wilayah Kaldan menjelaskan tentang dikenalnya Islam di kalangan Yahudi dan Nasrani :
Lalu Yeremia berkata, Sesungguhnya seorang nabi yang menubuwatkan asy-Syalom, dapat langsung diketahui bahwa Allah telah benar-benar mengutusnya ketika nubuwat itu digenapi (Yeremia 28/9)
syalom dalam bahasa ibrani, syalama dalam bahasa suryani, dan salam dalam arab berasal dari akar kata yang sama dalam bahasa semit : Syalam yang juga memiliki arti sama. Kata Asy artinya “tentang” sehingga asy-syalom adalah “tentang salam” atau “tentang islam”
Yeremia adalah nabi sebelum al-masih (yesus) yang menggunakan kata syalom dengan arti “agama”. Kata “Islam” dan semua kata padanannya seperti syalom dan syalama sudah dikenal kalangan Yahudi dan Nasrani yang tinggal di Jazirah Arab ketika Muhammad muncul.
Kita tentu berani menantang orang untuk mencari padanan kata syalom dalam bahasa arab selain islam dan salam. Kita juga tantang mereka untuk mencari padanan kata islam dalam bahasa ibrani selain kaya syalom. Jika hal itu tidak dapat dilakukan, tampaknya mereka harus rela menerima kenyataan bahwa kata syalom memang semakna dengan kata salam dalam bentuk mujarrad (abstrak), dan syalom semakna dengan kata islam atau akidah / agama dalam bentuk malmus (konkret)
Nabi (asli) itu adalah nabi yang mengabarkan tentang Islam (Kitab Yeremia 28/9)

Tentang syahadat, kita semua tahu dalam Taurat hukum yang utama itu apa, yakni persaksian tiada tuhan yang lain. Begitu pula dalam Islam, sehingga semua Nabi memiliki sahadat yang sama yakni Tiada Tuhan selain Dia. Dan apabila ada syahadat Rasul, maka setiap ummat bersaksi atas kerasulan seseorang yang membawa Islam atau syalom.
Nabi Muhammad SAW adalah Nabi yang dijanjikan. Namanya tertuang dalam injil Yohanes. Beliau disebut dengan nama Periqlytos dalam bahasa Yunani yang sama artinya dengan himdah dalam bahasa Ibrani dan ahmad dalam bahasa Arab.

Sabtu, 25 Agustus 2012

Memahami Dikotomi Ilmu Dunia dan Agama


Dalam pemahaman saya, pembedaan ilmu dunia dan ilmu agama yang dilakukan oleh bapak Ibnul Qayyim dimaksudkan untuk mengingatkan bahwa tujuan utama pencarian ilmu bagi muslim adalah ibadah, karena Allah berfirman yang artinya “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan utk menyembah-Ku”. Ayat ini difahami sebagai maksud / aim jin dan manusia, yakni menyembah-Nya. Sehingga seluruh tujuan / objectives aktivitas manusia di dunia harus terhubung dengan maksud tersebut. Apapun yang tidak jelas memiliki hubungan dengan maksud tersebut oleh al-Ghazali di dalam Minhajul Abidien disebut batil. Dan Ibnul Qayyim menggunakan "ilmu dunia" untuk mendefinisikan ilmu yang tidak jelas memiliki hubungan dengan maksud tersebut. Sementara tingkat kemuliaan dibuat berdasarkan kedekatan dengan maksud tersebut ... semakin dekat dengan maksud tersebut, maka semakin mulia ilmu tersebut.
 
Sementara bapak al-Ghazali mendefinisikan ilmu bermanfaat sebagai ilmu yang berhubungan dengan makrifatullah / pengenalan kepada Allah. Kedudukan ilmu ini oleh al-Ghazali sebagai yang paling utama. Pendapat beliau melengkapi kategorisasi ilmu yang dilakukan bapak Ibnul Qayyim, di mana dari sekian banyak ilmu agama, yang berada pada level puncak, yang paling mulia dan paling dekat dengan maksud "menyembah-Nya" adalah ilmu Makrifatullah. Hal ini adalah karena kalimat awal yang harus diucapkan manusia agar menjadi orang yang berserah diri kepada Allah adalah penyaksian bahwa Tiada Tuhan Selain Allah, dan ini adalah Makrifatullah. Dan hal ini adalah benar karena Kalimat yang menolong penghuni neraka terakhir adalah kalimat Tauhid ini.

Jika suatu saat manusia membuat alat, yang pada awalnya dimaksudkan untuk urusan dunia semata, tetapi kemudian bermanfaat untuk mengenal Allah, maka alat tersebut dan ilmu untuk membuatnya masuk syarat ilmu bermanfaat al-Ghazali, termasuk ketagori ilmu agama Ibnul Qoyyim. Misalnya ilmu perbintangan. Pada awalnya ia merupakan ilmu dunia untuk maksud duniawi. Tetapi kemudian digunakan untuk menentukan awal dan akhir Puasa, sehingga ia menjadi ilmu agama dalam konteks penggunaannya untuk urusan agama.

Jumat, 24 Agustus 2012

Indonesia tidak dapat menjadi negara Sekuler

Dalam Wikipedia disebutkan bahwa "negara sekular adalah negara yang mencegah agama ikut campur dalam masalah pemerintahan, dan mencegah agama menguasai pemerintahan atau kekuatan politik." 

Dalam pasal 29 ayat (2) disebutkan, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” 

Jika kekuatan politik dan ikut campur dalam masalah pemerintahan adalah bagian dari ibadat bagi agama dan kepercayaan tertentu, maka praktik "mencegah agama" tersebut berlawanan dengan UUD 45 pasal 29 ayat 2. Tinggal digali, adakah agama yang menganggap ikut campir dalam masalah pemerintahan dan menguasai kekuatan politik sebagai ibadah? 

Yang jelas "Negara berdasar kepada Tuhan YME" (pasal 29 ayat 1), artinya negara mendasarkan segala perbuatannya dengan memperhatikan aturan Tuhan YME. Jika tidak mau memperhatikan aturan Tuhan YME, tidak layak disebut mendasarkan diri kepada Tuhan YME. Dengan kata lain, Tuhan YME menurut UUD 45 diperkenankan masuk dalam masalah pemeintahan dan kekuatan politik. Dengan demikian, Indonesia yang berdasarkan UUD 45 tidak dapat menjadi negara sekuler karena pasal 29 ini dan Pancasila sila pertama.

Dalam KBBI disebutkan bahwa Ibadah adalah "perbuatan untuk menyatakan bakti kpd Allah, yg didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya". Dalam Islam, memilih pemimpin dari kalangan muslim adalah perintah Allah. Dan perintah ini berkaitan dengan penggalangan kekuatan politik, sesuatu yang diharamkan oleh Sekulerisme. 

Ketaatan muslim terhadap perintah ini jika dikembalikan kepada KBBI adalah ibadah.  Karena UUD 45 menjamin kemerdekaan dalam beribadah (tanpa terkecuali karena berdasarkan kepada Tuhan YME), maka tidak boleh ibadah yang menyebabkan terbentuknya kekuatan politik muslim dilarang-larang ... karena hal ini melawan UUD 45. Karena tidak boleh dilarang, dan pastinya Indonesia taat kepada UUD 45, maka yakinlah bahwa Indonesia bukan negara Sekuler. 

Para pengusung Sekuler memakai landasan hukum suka-suka. Dipaksa-paksa agar Pancasila dan UUD 45 itu mendukung mereka ... Padahal keduanya mendukung sebagian saja dari ide mereka, sementara sebagian lainnya adalah ide Islam. Pengusung sekuler hendak mengklaim Indonesia ini warisan para pejuang nasionalis sekuler semata, menafikan perjuangan pan Islam yang sudah berkibar jauh sebelum Sumpah Pemuda dikumandangkan.

Sabtu, 18 Agustus 2012

Tidak perlu kecewa disebut tidak beriman

Penyebutan beriman dan tidak beriman dalam agama itu hal yang wajar, sebab agama merupakan jalan keimanan yang memisahkan secara jelas mana yang disebut iman dan mana yang disebut ingkar. Hanya saja sebutannya beda, jika dalam alQuran menggunakan kata arab "kafir", alKitab menggunakan kata yunani "apistos" yang artinya sama-sama "orang yg tidak beriman". Sama seperti dalam agama Islam, Kristen memiliki banyak sebutan untuk orang yang tidak percaya, mulai dari "kafir" yang menolak cara hidup agama (Galatia 2:14), "antikristus" yang menolak tuhan. Lepas dari pembedaan dalam hal keimanan ini, Islam tidak mengajarkan untuk membeda-bedakan. Seorang muslim tetap harus bersikap baik kepada orang tuanya yang tidak beriman (kafir atau apistos). Dalam Lukas 10:25-37 disebutkan bahwa kebaikan tak hanya datang dari sesama melainkan juga berasal dari orang kafir. 

Jadi, tidak perlulah merasa kecewa karena disebut tidak beriman, karena sebutan itu hanya sebagai pertanda perbedaan dalam keimanan, dan perbedaan keimanan itu memiliki nilai pribadi, di mana baik atau benar menurut orang belum tentu baik atau benar menurut kita, karena keimanan adalah pemberian Tuhan. Dengan demikian, orang yang memahami maksud pembedaan hal keimanan ini tidak akan menjadikannya sebagai alasan menciptakan konflik horisontal atau rasial. 

Konflik muslim awal dengan kafir Qurais atau Yahudi bani Quraiza atau Qainuqa adalah karena masalah kebebasan beragama (HAM), bukan masalah rasial. Agama menjadikan muslim tidak mengangkat senjata sebelum musuh-musuhnya mengangkat senjata. Dengan demikian, salah jika seseorang berfikir Islam mendorong muslim memerangi seseorang karena mereka tidak percaya (kafir).

Penyebutan beriman dan tidak beriman dalam agama itu hal yang wajar, sebab agama merupakan jalan keimanan yang memisahkan secara jelas mana yang disebut iman dan mana yang disebut ingkar. Hanya saja sebutannya beda, jika dalam alQuran menggunakan kata arab "kafir", alKitab menggunakan kata yunani "apistos" yang artinya sama-sama "orang yg tidak beriman". Sama seperti dalam agama Islam, Kristen memiliki banyak sebutan untuk orang yang tidak percaya, mulai dari "kafir" yang menolak cara hidup agama (Galatia 2:14), "antikristus" yang menolak tuhan. Lepas dari pembedaan dalam hal keimanan ini, Islam tidak mengajarkan untuk membeda-bedakan. Seorang muslim tetap harus bersikap baik kepada orang tuanya yang tidak beriman (kafir atau apistos). Dalam Lukas 10:25-37 disebutkan bahwa kebaikan tak hanya datang dari sesama melainkan juga berasal dari orang kafir. 

Jadi, tidak perlulah merasa kecewa karena disebut tidak beriman, karena sebutan itu hanya sebagai pertanda perbedaan dalam keimanan, dan perbedaan keimanan itu memiliki nilai pribadi, di mana baik atau benar menurut orang belum tentu baik atau benar menurut kita, karena keimanan adalah pemberian Tuhan. Dengan demikian, orang yang memahami maksud pembedaan hal keimanan ini tidak akan menjadikannya sebagai alasan menciptakan konflik horisontal atau rasial. Konflik muslim awal dengan kafir Qurais atau Yahudi bani Quraiza atau Qainuqa adalah karena masalah kebebasan beragama (HAM), bukan masalah rasial. Agama menjadikan muslim tidak mengangkat senjata sebelum musuh-musuhnya mengangkat senjata. Dengan demikian, salah jika seseorang berfikir Islam mendorong muslim memerangi seseorang karena mereka tidak percaya (kafir).