Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Permendikbud 49/2014 Pasal 1:14)

Sekolah Tinggi Teknologi Garut

Diselenggarakan mulai tahun 1991 dan bernaung di bawah Yayasan Al-Musaddadiyah. http://www.sttgarut.ac.id/

Program Studi Teknik Informatika

Berdiri pada tanggal 30 Juni 1998 dan terakreditasi B. http://informatika.sttgarut.ac.id/

Rinda Cahyana

Dosen PNS Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, dpk Sekolah Tinggi Teknologi Garut sejak tahun 2005

Kamis, 31 Januari 2013

Pesantren Teknologi Informasi Tujuh Hari Sebagai Sarana Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Masyarakat Informasi


Abstrak – Kecerdasan TI (teknologi informasi) berkaitan dengan penggunaan TI secara efisien dan efektif yang dicapai dengan pemahaman dan pengalaman pengetahuan relevan dari berbagai bidang ilmu. Salah satu diantara bidang ilmu yang menunjang cerdas TI adalah agama Islam. Fiqh kontemporer dalam bidang TI memberikan pemahaman bagaimana TI digunakan secara cerdas sehingga tidak merugikan siapapun. Kesempatan Ramadhan dapat digunakan untuk melaksanakan edukasi keahian TI dasar sebagai salah satu tahapan pembangunan masyarakat informasi, yang tidak hanya untuk mencapai melek TI tetapi juga cerdas TI dengan fiqih Islam.

Kata Kunci – Teknologi Informasi, Sumber Daya Manusia, Masyarakat Informasi, Pendidikan

Rabu, 30 Januari 2013

Mencari Kutipan Literatur Bersama Mbah Google




Coba cari kutipan-kutipan dari Google Books atau Google Scholars dengan kata kunci berbahasa inggris. Jika kesulitan dalam bahasa, layanan Mbah yakni Google Translate bisa dimanfaatkan. Contoh, untuk mengetahui tentang bagaimana jaringan komputer sekarang ini, bisa menggunakan kata kunci "Computer Network Today ". Hasilnya ditemukan kutipan terkait semisal "Many computers today are connected to a computer network.A computer network is a collection of hardware and other devices that are connected together so that users can share hardware, software, and data, as well as electronically ..." (Morley dan Parker, 2009)

Contoh lain, misalnya mencari kutipan tentang sejauh mana CCTV diterapkan di terminal bus, maka Mbah akan mengarahkan kepada kutipan semisal "There were more than two million security cameras in public places like U.S. airports and bus stations" (Morse & Mitchell, 2006)

Selasa, 29 Januari 2013

Menjadi Ulil Albab


Ilmuan dunia banyak mempelajari urusan duniawi didorong oleh sumber-sumber insfirasi dari dirinya atau lingkungannya. Sementara umat Islam diberikan al-Quran dan as-Sunnah yang seharusnya banyak menginsfirasi mereka bukan hanya untuk urusan ukhrowi semata tetapi juga untuk urusan duniawi. Allah berfirman, “Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit,  maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi Kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, Kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (QS. Az-Zumar: 21) Melalui ayat tersebut Allah mendorong kita untuk mengambil pelajaran, mempelajari bagaimana hal tersebut menjadi demikian, menemukan apa yang tidak tersampaikan oleh Allah melalui firman-Nya tersebut, dan mengambil manfaat dari pengetahuannya untuk kesejahteraan umat manusia. 

Kita harus yakin akan mendapatkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi bahkan dari peristiwa Isra' nya Nabi Muhammad SAW. Peristiwa tersebut bukan sesuatu yang tidak bisa dipelajari, sekalipun hasilnya tidak akan pernah bisa menyamai, atau hasilnya tidak akan menyebabkan manusia melakukan apa yang Nabi lakukan. Kita harus yakin karena Allah telah menundukan langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya kepada kita, sebagaimana firman-Nya : "Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah Telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan." (QS Luqman: 20). Allah menjadikannya sebagai sesuatu yang dapat difikirkan, sebagaimana firman-Nya “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi ulul albab.  Yaitu  orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali-Imran: 190-191). Dan Allah menjadikan al-Quran sebagai insfirasi untuk mengembangkan pengetahuan dengan hikmah, “Allah menganugerahkan Al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar Telah dianugerahi karunia yang banyak. dan Hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).”  (QS. Al-Baqarah: 269)

Allah memberi ruang penelitian yang seluas-luasnya atau terbatas, atau menutup ruang tersebut. Allah memberi ruang yang luas semisal untuk meneliti bagaimana menundukan sungai-sungai, karena Dia berfirman-Nya, "dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan dia Telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai"(QS Ibrahim: 32-34). Allah memberi ruang terbatas semisal untuk meneliti soal ruh, sebagaimaan firman-Nya, “Mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: 'Ruh itu termasuk urusan Rabbku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit'.” (Al-Isra: 85). Dan Allah menutup ruang bagi manusia untuk menemukan cara agar dapat berbicara dengan Allah diluar cara yang Dia tetapkan, karena Allah berfirman-Nya : "Tidak ada seorang pun yang dapat berbicara dengan Allah, kecuali dengan wahyu, atau dari belakang tabir, atau dengan mengirimkan utusan-Nya dengan seizin-Nya. (Asy-Syuara 42 : 51)

Maka seyogyanya kita yang diwarisi Petunjuk menjadi Ulil Albab, Allahua'alam.

Kamis, 24 Januari 2013

Tentang Bid'ah Hasanah





Istilah bid'ah hasanah dan qabihah tersebut dalam kitab Tahdzibul Asma' wal Lughat karya Imam Nawawi. Dalam tafsirnya, Abubakar al-Jashas menunjukan adanya bid'ah yang diharus dipelihara dan tercela jika meninggalkannya dalam ayat al-Quran berikut ini :

"... Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang fasik" (QS 57:27)

Terkait ayat ini, dalam riwayat Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Mas'ud tersebut Rasulullah SAW bersabda bahwa Bani Israel itu terbagi menjadi 72 kelompok, dan hanya 3 kelompok yang selamat. Kelompok pertama adalah mereka yang selepas kenaikan Nabi Isa tetap istiqamah berada di antara penguasa diktator, berperang hingga syahid. Kelompok kedua adalah yang berada di antara penguasa diktator dan istiqamah menyeru kepada agama Isa sehingga dibunuh. Dan kelompok ketiga adalah mereka yang mengadakan rahbaniyah

Ibnu Katsir mengatakan bahwa rahbaniyyah tersebut merupakan perbuatan bid'ah, yang dibuat-buat mereka, yang tidak diwajibkan Allah, namun dilakukan mereka untuk sesuatu yang baik (hasanah) yakni mencari keridhaan Allah. Jika tindakan bid'ah hasanah tersebut membawa kepada kecelakaan tentu mereka tidak disebut Rasululah SAW sebagai salah satu kelompok yang selamat. Allahu a'lam.

Abubakar al-Jashas mengutip sebuah hadits riwayat dari Abi Umamah al-Bahily, “Orang-orang Bani Israil melakukan bid’ah yang tidak diwajibkan oleh Allah atas mereka hanya karena mereka mencari keredhaan Allah. Lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya, maka Allah mencela mereka dengan sebab meninggalkan pemeliharaan bid’ah tersebut.” Padahal bid'ah hasanah tersebut berpahala karena dilakukan untuk mendapat keridhaan Allah, sebagaimana tersebut dalam Tafsir al-Shawy : “Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya”, yakni orang-orang yang melakukan bid’ah rahbaniyah karena mencari keredhaan Allah.

Al-Baihaqi dalam Manakib Imam Syafi’i meriwayatkan bahwa Imam Syafi’i berkata, "Perkara-perkara baru itu terbagi menjadi dua macam : 1) Perkara baru yang menyalahi al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ atau menyalahi Atsar, perkara baru semacam ini adalah bid’ah yang sesat (Bid’ah Dholalah); 2) Perkara baru yang baru yang baik dan tidak menyalahi satu pun dari al-Qur’an, Sunnah, maupun Ijma’, maka perkara baru seperti ini tidak tercela (Bid’ah Hasanah).  Imam Asy-Syafi’i berdalil dengan perkataan Umar bin Al-Khottob tentang sholat tarawih di bulan Ramadhan “Sebaik-baik bid’ah adalah ini” (Hilyatul Auliya’ 9/113)

Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani, dalam Kitab Fath Al Bari Syarh Shahih Bukhari, juz 4, hal. 253. sebagaimana dikutip dalam Al Imam Muhammad bin Ali Al Syaukani, dalam Kitab Nailul Authar Min Asrar Muntaqa Al akhbar, juz 3, hal. 25. mengatakan, “Asal mula bid’ah adalah sesuatu yang dilakukan tanpa ada contoh sebelumnya. Dalam istilah syara’, bid’ah diucapkan sebagai kebalikan sunnah, sehingga bid’ah itu tercela. Sebenarnya, apabila bid’ah itu masuk dalam naungan sesuatu yang dianggap baik menurut syara’, maka disebut bid’ah hasanah. Bila masuk dalam naungan ssuatu yang dianggap buruk menurut syara’, maka disebut bid’ah mustaqbahah (tercela). Bila tidak masuk dalam naungan keduanya, maka menjadi bagian mubah (boleh). Dan bid’ah itu dapat dibagi menjadi lima hukum.”


Al Imam Muhammad bin Ismail Al amir Al Shan’ani, dalam Kitab Subul Al Salam Syarh Bulugh Maram, juz 2, hal. 48. mengatakan, “Bid’ah menurut bahasa adalah sesuatu yang dikerjakan tanpa engikuti contoh sebelumnya. Yang dimaksud bid’ah di sini adalah sesuatu yang dikerjakan tanpa didahului pengakuan syara’ melalui Al-Quran dan Sunnah. Ulama telah membagi bid’ah menjad lima bagian; 1) bid’ah wajib seperti memelihara ilmu-ilmu agama dengan membukukannya dan menolak terhadap kelompok kelompok sesat dengan menegakkan dalil-dalil, 2)bid’ah menaubah seperti membangun madrasah-madrasah, 3)bid’ah mubahahseperti menjamah makanan yang bermacam-macam dan baju yang indah, 4) bid’ah muharramah dan bid’ah makruhah, dan keduanya sudah jelas contoh-contohnya. Jadi hadits “semua bid’ah itu sesat” adalah kata-kata umum yang dibatasi jangkaunnya.”

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikit pun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang buruk dalam Islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinyadan tak dikurangkan sedikitpun dari dosanya” (Shahih Muslim Bab Zakat dan Bab Al ‘Ilm). Demikian pula diriwayatkan dalam Shahih Ibn Khuzaimah, Sunan Baihaqi Alkubra, Sunan Addarimiy, Shahih Ibn Hibban dan banyak lagi.

Maulid Nabi, Bolehkah?


Jalaluddin As-Suyuthi dalam Husnul Maqsad fi Amalil Maulid mengatakan bahwa orang yang pertama kali menyelenggarakan maulid Nabi adalah Malik Mudhaffar Abu Sa’id Kukburi (1153 - 1232 M atau 549 - 630 H). Adapun Dr. Sulaiman bin Salim As Suhaimi dalam Al A’yad wa Atsaruha alal Muslimin mengatakan bahwa perayaan maulid Nabi ini dimulai pada masa dinasti Daulah Fathimiyah di Mesir pada akhir abad keempat Hijriyah atau abad keduabelas masehi. Dan Shalahuddin Al Ayyubi (1138 - 1193 M) diyakini sebagai orang yang pertama kali melakukan peringatan Maulid Nabi secara resmi. 

Tentang hukum perayaan Maulid Nabi ini, Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (1330 H - 1420 H / 1910 M - 1999 M) Rektor Universitas Islam Madinah dan Mufti Umum Kerajaan Arab Saudi mengatakan "Tidak boleh merayakan maulid (kelahiran) Nabi dan lainnya karena termasuk bid'ah karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi, khalifah yang empat, dan Sahabat lain dan tabi'in. Padahal mereka yang lebih tahu tentang sunnah dan lebih sempurna kecintaannya pada Rasul dan lebih mengikuti syariahnya daripada generasi setelahnya" (http://www.khayma.com/kshf/B/Moled.htm)

Sementara Jalaluddin As-Suyuthi berpendapat Maulid Nabi adalah bid'ah hasanah. Istilah bid'ah hasanah dan qabihah tersebut dalam kitab Tahdzibul Asma' wal Lughat karya Imam Nawawi. Imam Al hafidh Abu Syaamah guru Imam Nawawi membolehkan Maulid Nabi ini. Yang membolehkan lainnya adalah Ismail bin Umar bin Katsir, penulis tafsir Al Quran Ibnu Katsir. (Jalaluddin As-Suyuthi, ibid. Link: almoslem.net/modules.php?name=News&file=article&sid=27)

Yusuf Qardhawi berkata, "Saya yakin bahwa di balik beberapa peringatan ini terdapat hasil yang positif yaitu mengikat umat dengan Islam dan mengikat mereka dengan sejarah Nabi untuk diambil suri tauladan dan panutan. Adapun hal-hal yang keluar dari ini, maka itu bukanlah perayaan dan kami tidak mengakuinya" (http://qaradawi.net/fatawaahkam/30/1444.html)

ALLAAHUMMA SHOLLI 'ALAA SAYYIDINAA MUHAMMADIN 'ABDIKA WANABIYYIKA WARASUULIKAN NABIIYYIL UMMIYYI

Jumat, 04 Januari 2013

Pemahamanku tentang "Bapa dan Aku satu"



Konsep "bersatu" memang dikenal di dalam Islam, seperti misalnya firman Allah dalam hadits Qudsi yang artinya ”Barangsiapa memusuhi waliku sungguh kuumumkan perang kepadanya, tiadalah hamba Ku mendekat kepada Ku dengan hal hal yg fardhu, dan Hamba Ku terus mendekat kepada Ku dengan hal hal yg sunnah baginya hingga Aku mencintainya, bila Aku mencintainya maka aku menjadi telinganya yg ia gunakan untuk mendengar, dan matanya yg ia gunakan untuk melihat, dan menjadi tangannya yg ia gunakan untuk memerangi, dan kakinya yg ia gunakan untuk melangkah, bila ia meminta pada Ku niscaya kuberi permintaannya….” (Shahih Bukhari hadits no.6137) Hadits ini senafas dengan firman Allah di dalam alQuran, "Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah-lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar" (QS 8:17) 

Pemaknaan "bersatu"-nya sangat kontras dengan Kristen, muslim tidak pernah menganggap hamba yang dipilih-Nya tersebut menjadi Allah sendiri. Pertama karena muslim memahami "persatuan" tersebut berlaku tidak hanya bagi satu orang tapi bagi siapa saja yang dianggap sebagai kekasih-Nya, dan kedua "persatuan" tersebut tidak menyebabkan para kekasih-Nya yang hanif menganggap diri sebagai Allah. Sehingga wajar jika Yesus yang diyakini juga sebagai hamba yang hanif karena menyeru kepada Tuhan yang Esa, tidak pernah menyatakan secara tegas bahwa dirinya adalah Tuhan yang Esa. 

Entah karena terlalu terpengaruh Helenis Yunani atau karena pemahaman "persatuan" dan konteks Esa ini tidak ada pada masa terbentuknya agama Kristen, sehingga sebagian penafsir yang jauh dari pemahaman tentang Keesaan ini menganggap kalimat "persatuan" seperti "Bapa dan Aku satu" (Yohanes 10:30) sebagai peryataan Yesus bahwa dirinya adalah atau sama dengan Bapa. Saya yakin saat itu, pemahaman "bersatu" dalam keesaan Tuhan memang tidak difahami secara baik, sehingga wajar jika kemudian perkataan yesus "Aku dan Bapa satu" kemudian difahami masyarakat Yahudi saat itu sebagai Yesus mengaku diri sebagai Tuhan. Tidak adanya pemahaman yang baik ini dapat dilihat dari kelompok Yahudi sendiri, dimana Orang Yahudi di situ menjawab, ‘Kami mahu merejam kamu bukan kerana perbuatanmu yang baik, tetapi kerana kamu mengkufuri Tuhan! Kamu hanya manusia, tetapi kamu mahu menjadikan dirimu Tuhan!’(Yohanes 10:33).

Lain dengan komunitas Muslim yang konsisten dengan Keesaan Tuhan, saat ada hadits Qudsi atau ayat alQuran yang bernuansa "persatuan" tersebut, mereka selalu mengembalikan kepada ayat-ayat alQuran lainnya yang mengatakan bahwa Allah itu Esa, sehingga "persatuan" disana tidak kemudian difahami "menjadi Allah". Seandainya kalimat "Aku dan Bapa satu" dikembalikan kepada agama Yesus yakni agama yang diajarkan Musa, pasti pemaknaanya tidak akan menjadi "Aku adalah Bapa". Saya yakin, kelompok Yahudi yang menganggap Yesus itu mengkufuri Tuhan tidak pernah mendengar kalau yesus menyeru kepada pengesaan Tuhan. Seandainya mereka mendengar dan tidak punya masalah dengan yesus, pasti mereka akan mengembalikan perkataan "Aku dan Bapa satu" kepada perkataan yesus yang lain "Hukum yang terutama inilah: Dengarlah olehmu, hai Israil, adapun Allah Tuhan kita, ialah Tuhan yang Esa;" (Markus 12:28) sehingga tidak akan tergesa-gesa menganggap Yesus mengkufuri Tuhan karena mengaku diri sebagai Tuhan. Banyak literatur yang mengatakan bahwa komunitas Yahudi saat itu terganggu dengan dakwah Yesus sebagai pesuruh (Nabi) Allah, "Inilah hidup yang kekal, yaitu supaya mereka itu mengenal Engkau, Allah yang Esa dan Benar, dan Yesus Kristus yang telah Engkau suruhkan itu." (Yohanes 17:3)

Sampai hari ini, insya Allah Nabi Isa tidak pernah menganggap diri sebagai Tuhan, tetapi Nabi Isa tengah menyatakan kepada bangsanya bahwa Tuhan mencintai dirinya, sehingga wajar jika misalya Nabi Isa berkata, "aku adalah Dia, telingaku adalah telinga-Nya, tanganku adalah tangan-Nya, kakiku adalah kaki-Nya, dan Dia mendengar segala permintaanku", jika dikebalikan kepada syariat Musa yang diikuti beliau dan jika dikembalikan kepada keesaan Tuhan yang didakwahkan beliau.