Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Permendikbud 49/2014 Pasal 1:14)

Sekolah Tinggi Teknologi Garut

Diselenggarakan mulai tahun 1991 dan bernaung di bawah Yayasan Al-Musaddadiyah. http://www.sttgarut.ac.id/

Program Studi Teknik Informatika

Berdiri pada tanggal 30 Juni 1998 dan terakreditasi B. http://informatika.sttgarut.ac.id/

Rinda Cahyana

Dosen PNS Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, dpk Sekolah Tinggi Teknologi Garut sejak tahun 2005

Kamis, 22 September 2016

Pengalaman Memberi Dukungan TIK Perdana untuk Bencana di Garut


Malam hari tanggal 21 September 2016, saya berbincang dengan istri tentang bencana banjir yang baru saja menimpa Garut. Istri saya kemudian bertanya, kenapa sebagai Relawan TIK saya tdk menggalang bantuan makanan atau pakaian seperti yg lainnya?. Saya jawab, bahwa yg menangani itu sudah sangat banyak. Relawan TIK akan mengambil peran yg sesuai, yakni layanan TIK. 

Malam itu saya mengerjakan croud funding di kitabisa dot com untuk SEGI (Serikat Guru Indonesia) cabang Garut. Bantuan seperti itu merupakan salah satu layanan relawan teknologi informasi, yakni penyediaan informasi. Dalam menjalankan bantuan tersebut saya dibantu oleh Syauqi Ahmad Nurulloh, anak tertua saya yang berusia 8 tahun. Dia membantu mengambil gambar saya untuk keperluan registrasi akun kitabisa dot com. Ini pengalaman pertama saya menggunakan kitabisa dot com. 


Malam itu saya juga menawarkan bantuan yang sama untuk Posko Penanggulangan Bencana Garut melalui kepala Dinas Komunikasi dan Informatika kabupaten Garut. Namun satu hari ini saya hanya sanggup mengerjakan cround funding untuk SEGI Garut saja yang berhasil terbit di https://kitabisa.com/SEGIperduliGarut. Alhamdulillah, menurut pak Imam Tamamu Taufiq mulai ada donasi yang masuk. Semoga menjadi kebaikan kita semua. 


Keesokan harinya saya mulai mobilisasi relawan TIK untuk melaksanakan bantuan bagi institusi pendidikan terdampak. Alhamdulillah satu mahasiswa saya yang hari ini mengikuti kuliah PTI (Pengantar Teknologi Informasi) merespon di Facebook. Di kelas PTI saya jelaskan bahwa proses pembelajaran akan memberi pengalaman kepada peserta didik sebagai relawan TIK. Dan di penghujung perkuliahan saya menawarkan kepada mahasiswa saya di kelas tersebut untuk bergabung. Alhamdulillah ada sejumlah mahasiswa yang bersedia ikut serta. Di antaranya adalah purna Kelompok Penggerak TIK pelajar. 

 


Lepas Dzuhur setelah memenuhi kewajiban sarapan telat dengan baso tahu, saya pun bertemu dengan mereka, menjelaskan apa yang akan mereka lakukan di lapangan, menyebutkan sebelas sekolah sasaran terdampak bencana yang akan dibantu, dan mendorong mereka untuk membentuk tiga tim serta memilih pimpinannya. Setiap tim diisi oleh relawan TIK yang menguasai teknis informatika (jaringan komputer, troubleshooting, dan grafis). Relawan yang tidak memiliki keahlian teknis diberi tugas dokumentasi dan bantuan umum. Setelah itu saya sebagai ketua Relawan TIK Garut mengukuhkan semuanya dengan menyematkan pin Relawan TIK Indonesia kepada tiga pimpinan tim. Dengan demikian semua yang hadir saat itu menjadi anggota Relawan TIK Indonesia angkatan 2016 untuk masa kontrak layanan relawan TIK selama satu tahun. Pin nya hanya tiga buah karena stok pin yang diberikan oleh Direktorat Pemberdayaan Informatika Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia ternyata sudah mulai menipis. Demikian pula dengan seragam Relawan TIK. Dengan stok yang mulai habis, saya hanya bisa memberikan tiga seragam lokal Relawan TIK Garut yang dulu diberikan oleh Sekolah Tinggi Teknologi Garut. Setidaknya setiap tim ada tanda pengenal Relawan TIK Garut sebagai alat komunikasi dengan masyarakat yang dilayani. 


Selepas pertemuan tersebut, saya mengajak semua pimpinan tim untuk survei ke salah satu sekolah sasaran di Cimacan, yakni SMP PGRI Garut. Di lokasi saya berhasil menemui pak Deni Riswandi yang diinformasikan oleh kang Buntaran Christian. Beliau menerima baik dan memberi banyak informasi terkait perangkat TIK di SMP PGRI Garut. Beberapa guru juga menemani dan membantu menunjukan lokasi komputer yang terdampak bencana. Saat pertama kali masuk ke Laboratorium Komputer, nampak sejumlah komputer dalam keadaan tergenang. Unit sistem sudah terpisah dengan peripheralnya. Saya hanya melihat unit sistem dan monitor. Sementara keyboard dan mousenya mungkin terendam lumpur atau terbawa derasnya arus sungai Cimanuk malam itu. 






Pemimpin tim yang ikut mengambil sampel komputer untuk dilihat kondisi dalamnya. Nampak lumpur sudah masuk ke dalam unit sistem tersebut. Namun kami tetap akan memeriksa kemungkinan komputer untuk dihidupkan kembali pada kesempatan kedua. Salah satu pimpinan tim menginjak pecahan kaca sehingga kakinya berdarah. Survei tersebut memberi informasi kebutuhan dan resiko di lapangan kepada kami semua. Saya juga mulai mendefinisikan bantuan seperti apa yang akan diberikan oleh Relawan TIK Garut untuk institusi pendidikan terdampak bencana. Saya memasukan bantuan buku TIK dalam program ini setelah menerima masukan dari bapak Guru di sana dan melihat kondisi Perpustakaan yang memprihatinkan. Beliau mengatakan bahwa perpustakaan tersebut sangat penting, karena baru saja dijalankan Gerakan Literasi Sekolah di mana murid membaca sebelum belajar. 


Saat berjalan ke luar dari lokasi, saya melihat seorang relawan mengambil air dari ember milik penduduk untuk membersihkan kakinya yang terkotori lumpur seperti saya. Saat itu sempat saya ingin melakukan hal serupa. Tetapi saya melihat di kiri dan kanan, banyak ibu yang sedang membersihkan pakaian dan lain sebagainya. Saya melihat saat masuk ke lokasi mobil PDAM itu mengisi air ke ember-ember tersebut. Saat mengira ketersediaan air sangat terbatas sehingga rasanya saya tidak boleh menyentuh air tersebut. Saya pun memutuskan untuk mencari penjual minuman dala kemasan untuk membersihkan kaki.

Di pinggir jalan, salah seorang pemimpin tim mengusulkan kami menuju masjid untuk membersihkan lumpur. Saya keberatan karena lumpur dari kami pasti akan mengotori masjid. Oleh karenanya saya bergegas membeli dua botol besar air dalam kemasan. Tidak lupa saya juga memberi uang kepada salah satu pimpinan tim untuk membeli plester agar lukanya tertutup. Akhirnya kaki kami lumayan bersih. Untuk itu semua kami ternyata membutuhkan tiga botol minuman dalam kemasan besar, yang dijual murah oleh pemilik toko di sana. Begitu kami sampai di mobil, air hujan mulai menetes. Alhamdulillah, kami bisa survei di lokasi tanpa ditemani hujan.  

Sementara itu, di Facebook pak Yamin dari Yayasan Nawala Nusantara mulai mencolek beberapa kolega yang dapat ikut membantu program kami. Pak Yamin ini beberapa minggu sebelumnya telah memberi contoh kepada saya bagaimana sedekah TIK dilakukan. Beliau mensedekahkan LCD untuk Laboratorium Komputer Mini bagi Komunitas Raspberry Pi Garut. 

Saya meyakini sejak gerakan ICT4Pesantren diluncurkan tahun 2013 di Garut, ada banyak orang yang siap untuk bersedekah TIK bagi masyarakat yang membutuhkan. Saya telah berusaha semampunya untuk menjadi relawan TIK yang dapat mendesekahkan TIK berupa program aplikasi kepada Sekolah Tinggi Teknolog Garut dan Pondok Pesantren sejak tahun 2002. Sedekah TIK juga saya ajarkan kepada relawan TIK Sekolah Tinggi Teknologi Garut yang saya asuh, seperti Yusef Bustomi dan Hendri Prayugo yang mensedekahkan Ubuntu Garut Edition, Iqbal Muhammad Hikmat yang mensedekahkan Papan Informasi Digital dan aplikasi ICT4Pesantren, serta Robi Alisandi yang mensedekahkan Sistem Informasi untuk Relawan TIK. Mereka semua sekarang menjadi programmer di sejumlah institusi bisnis dan pemerintahan dan sebagian diantaranya bisa sukses berkat pengalaman sedekah TIK selama menjadi Relawan TIK Garut. Bersama pak Eri Satria, saya juga belajar mensedekahkan komputer bagi Pondok Pesantren dalam program Ipteks bagi Masyarakat yang didanai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi tahun 2014. 


Oleh karenanya saya percaya, ada dermawan di sana yang siap mensedekahkan TIK bagi sekolah sasaran yang terdampak bencana di Garut. Gerakan #SedekahTIK ini harus dijalankan. Allah membukakan jalan tidak disangka-sangka bagi setiap hambanya yang beriman dan beramal saleh. Bismillah.

Sekitar pukul empat sore saat turun hujan saya pun menjalankan kendaraan menuju rumah mertua di Suci. Saya putuskan mengisi bensin dulu karena semua akses jalan menuju Suci melalui jembatan sungai Cimanuk yang macet karena banyaknya masyarakat yang melihat lokasi terdampak bencana. Saya sempatkan sebentar berhenti di Indomaret untuk menunaikan shalat Ashar di masjid di sampingnya. Lepas shalat saya beli roti dan minuman, lumayan mengganjal perut yang mulai keroncongan, padahal sudah diisi baso tahu tengah siang tadi, hehehe.

Beberapa menit kemudian sampailah di rumah mertua. Istri saya menyiapkan makan untuk saya dari hajatan sunat anak kakaknya istri siang tadi. Sebelum pulang saya menyempatkan diri mengunjungi rumah kakaknya istri untuk menunaikan sesuatu yang seharusnya ditunaikan dari pagi tadi. Jadi teringat saat program Relawan TIK Korea Selatan dulu, saya tidak punya waktu cukup untuk bersama Syazwan yang baru lahir karena harus memastikan program Relawan TIK Korea Selatan berjalan baik. Semuanya demi amal, demi bangsa dan negara. 

Kamis, 15 September 2016

Romantika Candori 2016 Yogyakarta


Pada bulan September 2016 saya ditanya oleh teh Hani - teman Relawan TIK dari Bogor, apakah sudah dikonfirmasi kehadirannya melalui telepon oleh Direktorat Pemberdayaan Informatika Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia untuk menghadiri Festival TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) Candori 2016? Saya bilang sempat ada telepon dari jakarta tetapi tidak ada suaranya, mungkin karena handphone nya saat itu sedang terhubung ke internet. 

Beberapa waktu kemudian konfirmasi yang dimaksud muncul melalu email. Karena kegiatan Relawan TIK Indonesia selama ini menjadi bagian dari pengajaran, penelitian, dan pengabdian, maka saya menyanggupi untuk hadir. Sebagai penghuni pulau Jawa saya diarahkan untuk menempuh jalur darat dengan kereta api atau lainnya. Syukurlah uang sertifikasi dosen cair tepat waktu sehingga saya bisa segera membeli tiket kereta api. Simpang siur jadwal acara membuat saya mengambil tiket pulang pada hari Senin, sehingga saya akan cukup lama di Yogyakarta karena diminta untuk datang oleh Kementrian pada hari Kamis.

Pagi hari tanggal 14 September 2016, saya mencetak x-Banner Relawan TIK Garut yang saya buat dengan Microsoft Power Point tengah malam tadi. Tidak ada uang kas Relawan TIK Garut, uang pribadi pun jadi. Biar nanti kwitansinya saya kasihkan ke Bendahara agar minus saldo kasnya bertambah, xixixixi. Minus itu dicatat sebagai dana talangan dari saya yang nanti diganti oleh organisasi kapan-kapan kalau dapat uang. Entah sekarang minusnya sudah berapa rupiah, saya tidak berusaha untuk mengingatnnya. 

   
Selepas mengambil x-Banner dan mengisi bensin, mobil yang akan saya gunakan ke Statsiun Bandung mati mendadak. Agak panik karena waktu sudah menuju malam, dan kalau mobil ini tidak bisa dihidupkan kemungkinan tiket berangkat besok hangus. Syukurlah kakaknya istri datang membantu. Ternyata masalahnya pada sambungan ACCU. Orang yang bisa troubleshooting komputer tidak jamin bisa troubleshooting mobil, hahaha.

Sekitar pukul tiga pagi lebih saya berangkat menuju Statsiun Bandung. Pagi itu saya sarapan nasi di statsiun kereta api. Alhamdulillah keretanya datang tepat waktu. Gerbong Eksekutifnya lumayan nyaman walau jauh kalau dibandingkan kabin pesawat Garuda, hahaha. Kenyamanan itu sedikit terganggu saat hidung ini mulai menunjukan masalahnya. Beberapa bulan ini saya memang mengidap Alergi Kronis di mana dua lubang hidung ini menyempit kalau terkena debu atau kedinginan.  

Sayangnya kereta api Lodaya Pagi ini mengalami masalah di roda sehingga perjalanannya menjadi delay satu jam. Selain itu air di toiletnya tidak berfungsi. Tadinya mau sms petugasnya, tidak jadi karena lupa isi pulsa, hehehe. Beberapa jam sebelum tiba di Statsiun, saya sempat dihubungi bang Mihram - Relawan TIK Papua yang sama-sama turun di Statsiun Yogyakarta kalau ia pergi menuju lokasi inap duluan. Kasihan juga sih kalau nunggu lama, gara-gara delay. 


Akhirnya sore itu saya tiba di statsiun. Saya menghubungi kang Ipan - ketua Relawan TIK Tasikmalaya yang tiba bersama dengan kereta api Lodaya Pagi melalui Whatsapp dan mengatakan akan salat dulu di masjid. Dalam perjalanan menuju masjid saya melewati warung nasi Gudeg Jogja. Langsung saja rencana dibuat untuk kembali ke sana setelah salat. Tidak lupa saya memberi tahu kepada kang Ipan kalau lokasi pertemuannya di rumah makan tersebut.


Lepas salat saya menunaikan hajat mencicipi Gudeg Jogja. Beberapa saat kemudian saya menerima informasi kalau kang Ipan ternyata sudah berangkat ke lokasi inap. Akhirnya diputuskan untuk merubah jadwal kepulangan dulu menjadi Minggu, karena kebetulan sebelum turun dari kereta api saya mendapatkan informasi kalau jadwal kegiatan dari Jum'at sampai Sabtu. Agak lama antri di loket sambil menggendong tas yang berat. Tapi akhirnya tiket pulang berubah dengan membayar sekitar 80 ribu atau 20% dari harga tiketnya. Bang Mihram menghubungi kembali menanyakan di mana posisi saya. Saya sampaikan kalau saya masih di Statsiun Kereta Api untuk memperbaiki tiket pulang.

Di statsiun itu saya memilih ojeg untuk sampai ke lokasi inap. Pilihan keliru karena saya harus menahan beban tas yang berat dan mempertahankan kantung x-Banner dengan tangan kiri dari dorongan angin dari depan saat motornya melaju kencang. Dengan kelelahan akhirnya sampai di hotel tempat Relawan TIK menginap. Di depan pintu sudah menunggu wa Aboer, Relawan TIK dari Majalengka. Beliau yang didaulat sebagai koordinator pemondokan menyerahkan kunci kamarnya ke saya. Kebetulan saat dalam perjalanan kereta api sebelumnya, melalui Whatsapp beliau menawarkan diri untuk tidur sekamar. Selain dengan beliau, bang Semy - Relawan TIK Ambon juga mengonfirmasi melalui Whatsapp saat saya di kereta api siap satu kamar dengan kita berdua. 

Rasanya lelah sekali dan ingin tidur, tetapi malam itu saya sebagaimana teman-teman Relawan TIK lainnya harus berangkat menuju Graha Pustaka tempat penyelenggaraan Festival TIK. Di lokasi kita berbincang informal dengan teman-teman dari Direktorat Pemberdayaan Informatika seputar pemanfaatan TIK di desa. Ada kepala desa dan pegiat perempuan yang hadir dalam diskusi ringan malam itu. Beberapa saat kemudian datang ibu Septriana Tangkari, Direktur Pemberdayaan Informatika menyalami kami dan mengemukakan pendapat dan harapannya terhadap Relawan TIK indonesia. 



Beliau juga mengenalkan Relawan TIK Indonesia kepada staf ahli menteri bidang TIK yang menyarankan agar ke depannya Relawan TIK ini diberikan insentif seperti pendamping desa pada umumnya. Gagasan tersebut bukan hanya sekali saya dengar, tetapi pada bulan-bulan sebelumnya saya juga mendengar gagasan tersebut dari Asisten Deputi Menko Ekuin saat diskusi dalam forumnya kepala Dinas Usaha Kecil Menengah dan Koperasi provinsi Jawa Barat. Soal insentif ini saya berpegang pada literatur yang pernah saya baca pada tahun 2012 saat membuat konsep Aktivitas dan Kompetensi Relawan TIK untuk Direktorat Pemberdayaan Informatika, bahwa insentif itu terkadang dicari oleh mereka yang belum memiliki pekerjaan tetap, dan terkadang juga mengganggu semangat relawan. Bagi pelajar, insentif yang dikejar itu berbentuk peningkatan kapasitas gratis, bukan uang. Bagi saya, untuk mewujudkan gagasan satu desa satu relawan TIK yang disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, diperlukan pengelolaan kegiatan kaderisasi dan pelayanan relawan TI yang serius. Jika pekerjaan serius ini dilakukan oleh relawan TIK pendamping desa, maka insentif tersebut merupakan hal yang masuk akal, sebagaimana masuk akalnya insentif bagi pendamping desa, walaupun umumnya relawan dapat bekerja tanpa insentif. Saya melihat penerapan insentif ini kondisional. 


Keesokan harinya saya bergegas memasang standing banner Relawan TIK Garut di lokasi. Ternyata di sana sudah berdiri sejumlah standing banner milik Relawan TIK Indonesia, pengurus wilayah, dan pengurus cabang. Juga ada standing banner milik saka Telematika yang dirintis oleh Relawan TIK Jawa Barat. Berbeda dari banner lainnya, yang saya buat ini menampilkan luaran kegiatan Relawan TIK di Garut yang dibagi ke dalam empat bagian sesuai komponen layanan pada framework tiga lapis infrastruktur pembangunan masyarakat informasi yang tertuang dalam artikel penelitian saya. Bagian tersebut meliputi kerja kolaborasi, kerja teknologi informasi, kerja literasi digital, dan kerja informasi. 



Lepas salat Jum'at, di hotel saya berbincang dengan teman-teman Relawan TIK dari Papua, Ambon, dan Lampung. Saya juga akhirnya bertemu dengan teman Relawan TIK yang mengira saya itu perempuan. Padahal namanya sudah diubah jadi Cahyana dan fotonya diganti jadi gambar Festival TIK Candori, tetap saja masih dianggap perempuan ... nasib, hahaha. Secara mendadak tiba-tiba kami berfikir untuk menggunakan sebagian waktu untuk menjelajahi Yogyakarya, karena tidak ada waktu yang disediakan oleh panitia untuk melakukan hal penting tersebut. Akhirnya kami patungan dan melaju ke Perambahan untuk kemudian berakhir di Malioboro. Mbak Nova - Relawan TIK Bojonegoro juga ikut jalan bersama kami. Ceritanya Malioboro ini makan siang yang tertunda bari Relawan TIK Garut, Papua, Lampung, dan Bojonegoro, karena pada saat berangkat kami melewatkan makan siang di Graha Pustaka. Perjalanan tersebut cukup menguras tenaga dan membuat kami semua kehausan. 

  


Malam harinya pak FED (Fajar Eri Dianto) - Ketua Relawan TIK Jawa Barat sekaligus ketua bidang literasi pusat mengumpulkan kami semua untuk mendiskusikan tentang calon ketua umum baru. Kang Gery dari Jawa Barat sudah ramai sebelumnya di grup Whatsapp Relawan TIK Indonesia untuk diangkat jadi calon ketua umum. Saya adalah satu-satunya di grup yang menyuarakan #FED2016 di saat banyak orang memasang tagar #Gery2016. Maklumlah, karena pak FED ini pernah mempengaruhi saya sehingga kata Pecinta dalam nama Kelompok Pecinta TIK saya ubah menjadi Penggerak. Saya juga melihat Relawan TIK Jawa Barat solid di bawah kepemimpinan beliau. Jadi, walau banyak orang bilang beliau terlalu senior untuk maju jadi calon ketua umum, saya melihat dalam kondisi ini beliaulah yang tepat menjadi ketua umum.  

Tentang bursa calon ketua umum ini saya jadi ingat perbincangan dengan teh Meti - Relawan TIK Bandung saat kereta api mulai berangkat. Waktu itu saya menyatakan dukungan terhadap pak FED dan bertanya bagaimana pendapatnya tentang kang Gery sebagai calon ketua umum?. Teh Meti mengatakan dua-duanya diharapkan oleh relawan TIK Jawa Barat. Kalau kang Gery maju pun di belakangnya tetap ada pak FED, hehehe. Kemudian teh Meti mendorong saya untuk juga masuk bursa ketum, karena katanya Jabar memikirkan kang Gery atau saya yang maju. Jawabannya sama seperti yang pernah disampaikan kepada pak Bambang, pak FED, dan pak Yamin, bahwa saya tidak bisa karena ingin tahun depan fokus kuliah strata tiga. 


Malam itu pak Yamin dari Yayasan Nawala Nusantara datang dan mendorong saya untuk maju jadi calon ketum. Bahkan beliau mengajak saya bicara bertiga dengan pak FED agar saya bersedia maju. Tetapi jawaban saya tetap sama dan saya mengatakan kepada pak FED kalau saya istiqomah mendukung beliau. Lepas itu, dalam kumpulan tersebut pak Yamin masih saja mengatakan kalau saya bersedia menjadi calon ketum, hahaha. Melalui Whatsapp saya memberi penjelasan kepada beliau berdua, point penting penjelasannya adalah sebagai berikut :
  • Pada prinsipnya saya sebagaimana kawan RTIK Universitas lainnya selalu ingin jadi dan membesarkan RTIK Id. Oleh krn nya saya membutuhkan dan akan mendukung siapapun caketum yg terbuka dan mampu menyatukan semua kekuatan yg Indonesia miliki dgn melepaskan segala sekat2nya. 
  • Saya melihat kawan2 yg telah sukses memimpin banyak relawan utk melaksanakan kegiatan RTIK di daerahnya (baik dgn atau tanpa konsep) adalah manusia Indonesia terbaik yg dapat dipilih utk Caketum ke depan. 
  • Selama masih ada yg lebih baik dari saya utk jadi Caketum, maka saya akan senantiasa seperti sekarang, selalu memberi dukungan dgn apa saja yg saya miliki.
  • Dengan senang hati saya membantu RTIK Id sebagai apapun, seperti sekarang ini yg walau hanya ketua RTIK Cabang kota kecil Garut secara de facto, saya senantiasa berbagi konsep yg dijalankan di Garut. 
  • Saya siap membantu sepanjang kemampuan, karena saya tahu bhw menjadi Relawan itu baik personal atau pemimpin tim hrs memiliki komitmen waktu dan kemampuan.   


Sebenarnya saya tidak ingin bersikap tidak sopan menolak dorongan para senior ini. Tetapi saya melihat tanda-tanda kalau tahun depan fikiran saya harus mantap studi strata tiga, di mana Prof Iping sudah membukakan pintu, ketua Sekolah Tinggi Teknologi Garut mendorong saya untuk memikirkan kuliah strata tiga. Prof Ali Ramdhani sebagai penasihat Relawan TIK Garut mengatakan jika semua pilihan mengandung kemaslahatan dan memiliki konsekuensi, beliau mempercayakan kepada saya untuk memilih sendiri apa yang dianggap terbaik.

Malam hari itu saya berbincang dengan pak Deo Rindengan - Relawan TIK Menado yang berprofesi sebagai Dosen di Universitas Samratulangi. Sama seperti saya, beliau pun ada yang dorong menjadi calon ketum. Dan beliau menolak dengan alasan yang sama seperti saya, karena sudah diminta oleh Dekan untuk segera kuliah strata tiga. Sejak Rakernas Bandung tahun lalu, saya sebenarnya berkeyakinan kalau rekan dari Indonesia Timur punya kapasitas untuk menjadi calon ketum. Namun pak Deo mengubah keyakinan saya malam itu, beliau mengatakan keberadaan ketum dekat dengan Jakarta sangatlah penting. Beliau mendorong saya untuk jadi calon ketum. Kali ini menjawabnya relatif mudah karena jawaban penolakannya sama persis dengan jawaban pak Deo, hehehe. Malam itu kita sama-sama bersepakat kalau di struktur kepengurusan pusat harus ada wakil dari Perguruan Tinggi, karena Perguruan Tinggi seperti Universitas Samratulangi ataupun Sekolah Tinggi Teknologi Garut mendukung budaya relawan dan menyediakan sumber daya relawan yang sangat banyak. Kita mendukung kalau pak Said dapat mewakili unsur Perguruan Tinggi, sekiranya beliau tidak sibuk dengan S3 nya, hehehe.

Keesokan harinya saya kembali mendapatkan dorongan dari beberapa pengurus Wilayah. Tetapi saya tetap tidak bergeming dari pendirian. Saya meminta semuanya satu suara untuk mendorong pak FED. Saya sempat merasa kaget saat pak Deo di sesi break menunjukan foto pertemuan Munas, karena nama saya masih muncul di daftar calon ketua umum. Tetapi semua sesuai dengan yang saya harapkan, pak FED mendapatkan suara mayoritas, yes !. Saya jadi teringat malam itu saat pak FED berusaha mempengaruhi banyak relawan TIK untuk mendukung saya ... saya berhasil membalikan dukungan relawan TIK kepada beliau, hahaha. Saat ini hanya pak FED menurut saya ketua umum yang tepat untuk membawa perubahan pada Relawan TIK Indonesia. Saya merasa yakin bukan hanya Relawan TIK di Jawa Barat saja yang berfikir demikian. 


Saat sesi ramah tamah, perkenalan Relawan TIK Jawa Barat dipimpin oleh kang Fajar yang jadi pelaksana harian Relawan TIK Jawa Barat. Dan ya ampun, kembali lagi Relawan TIK Jawa Barat mengeluh soal penolakan pengurus pusat Relawan TIK Indonesia terhadap konsep Aktivitas dan Kompetensi Relawan TIK yang saya buat. Saya berbisik kepada pak FED untuk menanyakan kenapa kang Fajar mengungkin lagi masalah itu? Saya serasa kembali ke masa lalu saat Rakernas di Bandung tahun lalu, saat pak FED selaku ketua Relawan TIK Jawa Barat juga mengungkit masalah tersebut. Waktu itu saya bilang ke beliau, "ya ampun pak, tidak perlu diungkit lagi". 


Bagi saya, penolakan "politis" tersebut tidak menjadi masalah. Ada banyak kepala di dalam Relawan TIK Indonesia yang berbeda pemikiran dan bahkan meragukan hal-hal berbau kajian. Saya boleh meyakini kajian dapat menstrukturkan gerakan, tetapi banyak kawan yang berfikir gerakan itu tidak perlu terstruktur, cukup lakukan apa yang bisa dilakukan. Itulah sebab kenapa saya berkata, "Saya lebih suka memimpin diri sendiri dalam kegiatan berfikir dari pada memimpin masa dengan pemikiran yang banyak". Saya lebih senang melakukan kajian dari pada berhadapan dengan perdebatan. Menerima sikap penolakan terhadap hasil kajian walau itu politis adalah lebih baik dari pada berderbat. Setidaknya itu yang saya pelajari dari kasus penolakan tersebut. Bagi saya, di dalam atau di luar, di terima atau diusir dari Relawan TIK Indonesia, aktivitas relawan akan tetap saya jalani, karena ia merupakan sedekah pembersih dosa, relawan adalah tarikat yang saya lalui untuk "membentuk hati".  

Senin, 12 September 2016

Merubah tombol Start Windows dengan logo STTG



Bagi mahasiswa Sekolah Tinggi Teknologi Garut yang ingin menggantu tombol Start Windows dengan logo kampus, berikut ini langkah yang bisa dilakukan :

  • Unduh dan instal aplikasi Start Menu 8 di sini
  • Unduh dan ekstrak ikon-nya di sini
  • Salin tiga gambar ikonnya ke C:\Program Files (x86)\IObit\Classic Start\StartButtonSkin
  • Jalankan Start Menu Setting, lalu pilih Start Button Icon, dan pilih ikonnya

Untuk mengubah ikonnya dengan logo Relawan TIK Indonesia, unduh ikon-nya di sini, lalu lakukan tahap ke 3 dan 4.

Sabtu, 10 September 2016

Bisa Ping tapi Tidak Tampil di Browser

Seharian ini saya memperbaiki Laptop punya teman kantor. Problem terakhir yang ditangani adalah tidak dapat dibukanya halaman situs web oleh browser manapun. Herannya kalau di ping alamat situs webnya, ada repply dari alamat tersebut. Artinya sistem berhasil menerjemahkan DNS menjadi alamat Protokol Internet nya dan mengirimkan paket untuk beberapa saat kemudian menerima balasan dari alamat tersebut. Kesimpulannya tidak ada masalah konseksi antara Laptop ini dengan internet. 

Setelah membaca beberapa pembahasan tentang kasus tersebut, diketahui solusi untuk masalah tersebut adalah dengan melakukan reset terhadap winsock. Caranya :
  1. Klik tombol Start / Mulai
  2. Ketuk Cmd dalam kotak teks pencarian Start
  3. Tekan Ctrl+Shift+Enter sehingga Cmd dijalankan sebagai Administrator
  4. Ketik netsh winsock reset dalam Command Prompt shell, lalu tekan Enter
  5. Restart komputer


Perintah tersebut menyebabkan katalog Winsock dikembalikan ke konfigurasi awal / default. Perintah tersebut menghapus semua Winsock LSP (Layered Service Providers) sebelumnya yang terpasang, termasuk LSP yang berpotensi tidak berfungsi yang menyebabkan hilangnya transmisi paket. Klik di sini untuk membaca sumber aslinya.