Seringkali kita melihat sekelompok orang yang menghasut dgn menggunakan sentimen SARA, dan bahkan dgn membajak nama suci Tuhan. Mereka yg mengenakan topeng agama melakukannya agar maksiat bughot terwujud. Padahal agama mereka mengajarkan utk mendamaikan saudara yg bertengkar, apalagi bila pertengkarannya mengarah kpd serangan fisik, seperti menimpuk orang yg tdk melawan dgn batu atau menghancurkan fasilitas publik yg merupakan aset bersama.
"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar." (QS. An Nisa: 114).
Sangat mengherankan dgn banyaknya ujaran di medsos yg lebih cenderung membesarkan masalah dgn mengatasnamakan kebenaran menggunakan kalimat yg menyinggung dan berdasarkan pada "katanya". Orang yg bertindak anarkistis saja dibenarkan krn dianggap sedang memperjuangkan kebenaran. Padahal kebenaran itu bisa diusahakan dgn cara yg baik, seperti musyawarah dgn bersikap lembut dan bersaudara. Mungkin kita bisa belajar dari nabi Musa.
Saat menghadapi Fir'aun, Nabi Musa tdk meminta kpd Tuhan utk menunjukan emosinya dgn kata-kata kasar yg menyinggung. Beliau meminta kelapangan dada, kemudahan urusan, dan lepas dari kekakuan lidah supaya mitra tutur nya mengerti dgn apa yg disampaikan.
"Ya Allah, lapangkanlah dadaku, mudahkanlah urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku supaya mereka mengerti perkataanku." (QS. Taha ayat 25-28).
Nampaknya kefasihan lidah menjadi perhatian beliau, sehingga beliau meminta kpd Tuhan agar saudaranya Harun menjadi juru bicaranya krn lebih fasih lidahnya, dan Tuhan mengabulkan. Bagi beliau, kefasihan adalah kunci sukses pengiriman pesan yg membuat pesan mudah dipahami, sehingga lebih sulit dibantah atau didustakan oleh mitra tutur.
"Dan saudaraku Harun dia lebih fasih lidahnya daripadaku, maka utus lah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku. Sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakan ku." (QS Al-Qashash : 34)
Selain kefasihan, kunci sukses komunikasi Nabi Harun adalah kelembutan. Suatu ketika Nabi Musa sangat marah atas tindakan kaumnya yg sangat keliru, sehingga menarik rambut Nabi Harun dgn kasar. Nabi Harun menyikapinya dgn penjelasan menggunakan kalimat yg lembut dan bersahabat, sehingga emosi Nabi Musa mereda setelah memahaminya.
Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkata lah dia: “Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu?” Dan Musa pun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya. Harun berkata: “Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggap ku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang lalim.” Musa berdoa: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkan lah kami ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para penyayang”. (QS. Al-A’raaf: 150-151)
Allah menunjukan kelembutan dan sikap bersahabat sebagai kunci sukses komunikasi, terlebih dgn saudara sendiri, apalagi saudara satu keyakinan. Allah telah menjelaskannya kpd Nabi Muhammad SAW tentang arti penting kelembutan dan sikap bersahabat ini,
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran: 159)