Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Permendikbud 49/2014 Pasal 1:14)

Sekolah Tinggi Teknologi Garut

Diselenggarakan mulai tahun 1991 dan bernaung di bawah Yayasan Al-Musaddadiyah. http://www.sttgarut.ac.id/

Program Studi Teknik Informatika

Berdiri pada tanggal 30 Juni 1998 dan terakreditasi B. http://informatika.sttgarut.ac.id/

Rinda Cahyana

Dosen PNS Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, dpk Sekolah Tinggi Teknologi Garut sejak tahun 2005

Sabtu, 26 Mei 2018

Solusi Terorisme Politik di Indonesia

Sumber Gambar : Qureta (2018) 

Mimpi Darul Islam muncul sebelum kemerdekaan dalam benak sebagian para pejuang kemerdekaan Indonesia yg berhaluan politik Islam. Setidaknya saat itu ada tiga haluan politik berpengaruh yg diusung oleh murid-murid HOS Tjokroaminoto, yakni Islamisme, Sekulerisme, dan Komunisme. Namun founding fathers bersepakat bahwa negara yg dibentuk oleh bangsa Indonesia bukanlah Darul Islam, Negara Sekuler, ataupun Negara Komunis, tetapi Darul Ahdi wa Syahadah yakni RI (Republik Indonesia).

Sebagian kalangan merasa puas karena sistem Republik dianggap lebih dekat dgn Khilafah dan syariat agama masih terbaca dalam sila pertama Pancasila. Namun sebagian lainnya merasa tidak puas dengan penghapusan tujuh kata yang mewajibkan syariat Islam bagi umat Islam Indonesia, dan terus memperjuangkan pengembaliannya melalui partai politik seperti Masyumi. Hingga kemudian keluarlah Dekrit Presiden yang menyatakan Piagam Jakarta yg mengandung tujuh kata tersebut menjiwai UUD 45.

Sebagian lainnya merasa tidak puas terkait bentuk negara dan terus mempertahankan cita-cita DI (Darul Islam) dalam benaknya. Dan kesempatannya tiba saat RI harus berubah menjadi RIS sebagai hasil kesepakatan dengan Belanda, di mana RI saat itu hanya diberi wilayah seluas DIY. SM Kartosuwiryo memanfaatkannya utk memproklamirkan DI di wilayah negara Pasundan dengan dalih ketidaksetujuan utk tunduk / kooperatif pada hasil perjanjian dengan Belanda.

Beberapa tahun kemudian RIS bubar dan berubah menjadi NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) sesuai dgn gagasan tokoh Masyumi yg jadi perdana menteri saat itu. DI secara perlahan berhasil dihapuskan oleh NKRI. Pemberontakan DI di Aceh berakhir dengan ishlah, di mana Teuku Daud Beureuh menyatakan diri bergabung kembali dengan NKRI. Walau demikian gagasan Islamisme yg sejatinya merupakan warisan gen bangsa ini tetap sulit utk dihilangkan sehingga konfliknya berkepanjangan. Hingga terjadilah Tsunami yg mendorong kesepakan pemerintah dgn kelompok pejuang kemerdekaan Aceh yg menghasilkan OTDA (Otonomi Daerah) Khusus Nanggroe Aceh Darussalam.

Bangsa ini dengan pengalaman panjangnya terbukti mampu mengatasi aspirasi Islamisme dengan solusi ala nusantara dengan contoh praktek terbaik di Aceh atau perjuangan legislasi syariat Islam di parlemen. Karena Islamisme merupakan warisan gen bangsa ini, maka solusi tersebut akan senantiasa dibuat oleh bangsa ini, selama para pengusung Islamisme dapat dipuaskan dengan solusi dalam kerangka NKRI.

Gagasan federasi yg sempat terlahir dari benak founding father disuarakan kembali oleh Muhammadiyah di masa reformasi. Legislasi OTDA dihasilkan pada masa pemerintahan Gus Dur sebagai bentuk kompromi gagasan agar konsep federasi dapat dipraktekan dalam sistem kesatuan. Konsep federasi memicu timbulnya penyakit kesatuan (pemberontakan) di masa RIS, dan menjadi obat kesatuan (OTDA) di masa NKRI.

Gen islamisme dalam tubuh bangsa ini nyata adanya, demikian pula dengan kolonialis yg memanfaatkan keberadaan gen tersebut. Gen tersebut harus dikendalikan dan digunakan untuk membangun kekuatan bangsa Indonesia. Solusi tepat harus dibuat oleh bangsa Indonesia mengingat pengusung Islamisme ini di berbagai negara terbukti mudah dibajak dan dipersenjatai oleh negara lain untuk kepentingan yang merugikan bangsa Indonesia.

Selasa, 15 Mei 2018

Saresehan Penguatan KIM Garut


Garut, 15 Mei 2018 bertempat di vila kampung Buleud diselenggarakan kegiatan Saresehan Penguatan KIM (Kelompok Informasi Masyarakat) Garut. Saya diundang mewakili Relawan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) Indonesia oleh Dinas Komunikasi dan Informatika kabupaten Garut selaku penyelenggara kegiatan untuk menyampaikan materi Pemanfaatan TIK dalam Aktivitas KIM. Pemateri lainnya yang diundang antara lain perwakilan Dinas Komunikasi dan Informatika Jawa Barat, ketua Forum KIM Jawa Barat, dan ketua Forum KIM Garut. Ada tiga pembahasan yang saya sampaikan di dalam acara tersebut, yang meliputi analisis KIM menurut Permenkominfo (Peraturan Meteri Komunikasi dan Informatika) nomor 8/PER/M.KOMINFO/6/2010 dan desain e-KIM berdasarkan Permen tersebut, serta penerapannya dalam BUMDes 4.0.

Berikut ini adalah slide presentasi yang saya sampaikan dalam saresehan tersebut :

Kamis, 03 Mei 2018

SEMILOKA Relawan TIK Kampus


Kamis, 3 Mei 2018 digelar acara SEMILOKA dengan tema "Layanan Relawan TIK sebagai Dharma Pengabdian kepada Masyarakat". Acara ini merupakan kerjasama Sekolah Tinggi Teknologi Garut dengan Relawan TIK Indonesia, yang merupakan tindak lanjut penyusunan buku Relawan TIK Abdi Masyarakat. Setelah buku tersebut dirampungkan 23 Februari 2018, akhirnya buku tersebut diserahterimakan oleh tim penyusun dari Sekolah Tinggi Teknologi Garut kepada pengurus pusat Relawan TIK Indonesia dan kepada komunitas perguruan tinggi yang diwakili oleh APTIKOM Jawa Barat. 

Pada awalnya saya berharap acara ini dapat dihadiri oleh perwakilan komisariat dari beberapa wilayah agar segera terwujud konsensus komisariat kampus se Indonesia terkait kebijakan, standar, dan program komisariat kampus, namun keterbatasan dana lah yang menyebabkan target jumlah dan lingkup asal pesertanya dibatasi hanya 20 orang perwakilan dari wilayah Jawa Barat. Walau demikian beberapa komisariat dari luar Jawa Barat ikut hadir, seperti dari Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur. Perwakilan dari Universitas PGRI Semarang telah berusaha untuk hadir, namun dalam perjalanan ke Garut terpaksa harus kembali karena ada pertemuan penting yang harus dihadiri. Beberapa perwakilan kampus di wilayah Jawa Barat turut hadir dalam kegiatan tersebut, antara lain dari Universitas Islam Nusantara, STMIK Sumedang, STMIK DCI, dan STMIK Tasikmalaya.

Kampus merupakan salah satu pusat mobilisasi relawan TIK yang sangat penting mengingat setiap tahun kampus melaksanakan perekrutan mahasiswa baru yang dapat menjadi sumber daya manusia relawan TIK, dan setiap semesternya dosen melaksanakan pengabdian kepada masyarakat dengan melibatkan mahasiswa yang dapat menjadi layanan relawan TIK. Semua kegiatan tersebut dilaksanakan oleh kampus di antaranya dengan dana internal kampus. Relawan TIK Indonesia sangat perlu untuk bekerjasama dengan kampus agar dapat membangun masyarakat Indonesia secara bersama-sama dengan memanfaatkan fasilitas, manusia, dan dana yang ada. 

Kejelasan apa yang harus dilakukan oleh anggota Relawan TIK dan bagaimana kegiatan tersebut dilaksanakan di kampus sangat penting untuk menjamin keberlanjutan eksistensi anggota dan layanannya di kampus. Tidak adanya acuan kegiatan mingguan, bulanan, semesteran, atau tahunan adakalanya membuat pengurus menjadi lalai, merasa tidak memiliki kewajiban untuk melaksanakannya. Sepi atau tidak jelasnya kegiatan dapat menurunkan semangat anggota untuk tetap bergabung bersama organisasi relawan TIK. 

Buku Relawan TIK Abdi Masyarakat disusun sebagai tindak lanjut hasil rapat kerja nasional Relawan TIK Indonesia di Pemalang yang mengamanatkan pertumbuhan jumlah komisariat kampus dan kegiatannya di Indonesia. Buku tersebut memberikan konsep dan panduan organisasi dan layanan Relawan TIK Indonesia yang dapat diikuti oleh dosen dan mahasiswa, yang dapat diberikan kepada anggota dan pengurus baru di lingkungan komisariat kampus. Di Sekolah Tinggi Teknologi Garut, buku tersebut merupakan hand-out matakuliah IT Volunteering program studi Informatika. 

Langkah selanjutnya setelah fase konseptual adalah fase aplikasi, di mana komisariat kampus harus didorong untuk dapat melaksanakan standar yang memberi acuan layanan relawan TIK terukur. Sejumlah instrumen dan fasilitas harus disediakan, seperti buku pedoman dan medium publikasi online, serta medium koordinasi yang mengemban amanat standarisasi dan penilaian. 

Dalam kesempatan diskusi dengan perwakilan Universitas Singaperbangsa Karawang dan Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur di Area 306, saya memberikan jawaban atas pertanyaan tentang siapa yg paling baik mengisi kepengurusan komisariat kampus, dosen atau mahasiswa?

Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah tergantung sudut pandang paling baiknya utk siapa atau utk apa. Jika kebaikan itu dioptimalkan utk kampus atau dosen maka posisi kepemimpinannya harus diisi oleh dosen dgn pertimbangan periode kegiatan dosen dlm kepengurusan relawan TIK yg secara umum relatif panjang dibandingkan mahasiswa. Mahasiswa aktif sebagai relawan di kampus antara satu hingga tiga tahun, setelah lulus kemungkinan besar mereka fokus meniti karir. Sementara dosen bekerja di kampus relatif lama dan selalu mengemban kewajiban pengabdian kpd masyarakat hingga berhenti menjadi dosen. 

Kampus melaksanakan kepemimpinan publiknya di tengah masyarakat melalui dosen. Relawan TIK menyediakan kesempatan kepemimpinan publik bagi kampus mana saja melalui musyawarah. Dosen yg menjadi pengurus komisariat dan diutus utk menghadiri musyawarah cabang berkesempatan terpilih menjadi pengurus cabang. Kepercayaan musyawarah cabang atas posisi jabatan di pengurus cabang menjadikan kepemimpinan publik kampus naik level kontribusinya, dari sebatas lingkup kampus menjadi lingkup kabupaten / kota. Dan melalui musyawarah wilayah dan musyawarah nasional, kepemimpinan kampus naik level kontribusinya lagi.

Tdk ada satu waktu pun yg dilakukan dosen dalam kepemimpinan publiknya melainkan harus bermanfaat bagi tugas profesinya. Orientasi kepemimpinan dosen dalam relawan TIK adalah Tridharma, khususnya pengabdian kpd masyarakat. Luaran kepemimpinannya seperti standar, kebijakan, dan program relawan TIK yg dipimpinnya akan diorientasikan ke sana. Setiap orang yg melaksanakan pengabdian kpd masyarakat disebut sebagai relawan masyarakat.

Dosen punya waktu yg panjang utk meniti pengalaman sekaligus membagikan pengalamannya dari anggota dan pengurus komisariat hingga pusat. Kumpulan pengalaman panjang tsb menjadi modal penting pengembangan organisasi Relawan TIK. Sementara mahasiswa berhasil mengumpulkan pengalaman parsial, sebatas di satu tingkatan organisasi saja, seperti misalnya komisariat. Tetapi pengalaman parsial tersebut akan memperkaya pengalaman lengkap dosen yg menapaki tugas jabatan dlm kepengurusan komisariat hingga pusat. 

Dalam kepengurusan yg diisi oleh dosen, mahasiswa dapat ditempatkan sebagai anggota bidang yg memberikan layanan RTIK internal organisasi kpd bidangnya atau dikelompokan dalam tim2 kecil yg menyampaikan layanan RTIK eksternal kpd masyarakat. Kepengurusan komisariat tdk akan terlalu terganggu dgn penggantian satu tahun sekali personel anggota bidang atau tim relawan.