Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Permendikbud 49/2014 Pasal 1:14)

Sekolah Tinggi Teknologi Garut

Diselenggarakan mulai tahun 1991 dan bernaung di bawah Yayasan Al-Musaddadiyah. http://www.sttgarut.ac.id/

Program Studi Teknik Informatika

Berdiri pada tanggal 30 Juni 1998 dan terakreditasi B. http://informatika.sttgarut.ac.id/

Rinda Cahyana

Dosen PNS Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, dpk Sekolah Tinggi Teknologi Garut sejak tahun 2005

Selasa, 19 November 2019

Minecraft dan Lego


Minecraft dan Lego pada dasarnya merupakan permainan serupa, di mana anak dapat membangun apa yang difikirkannya dengan balok-balok yang tersedia. Tentunya program aplikasi Minecraft lebih murah dibandingkan Lego, di mana anak dapat mewujudkan dunia yang difikirkannya seluas-luasnya tanpa khawatir balok-baloknya habis. 

Saat anak berusaha memasang atau memainkan game GTA yg banyak dimainkan oleh anak lainnya, saya melarangnya dgn tegas. Game tsb tdk dirancang utk anak seusia mereka. Bila mereka memerlukan game, saya hanya mengizinkan sekian jam dalam seminggu utk memainkan Minecraft. Saya sangat mendukung mereka membeli dan memainkan Lego yg membangun kemampuan motoriknya.

Phys.org sebagaiman dikutip oleh Tirto menyatakan bahwa ketika seseorang bermain Minecraft atau video gim yang membutuhkan kreativitas, pemain secara psikologis dibimbing masuk ke “flow state” atau “the zone,” yakni kondisi di mana otak manusia sangat kondusif untuk belajar.

Saat sekolah di TK PTPN XIII Wangunreja dulu, saya mengagumi miniatur bangunan di atas meja yg dibuat dari susunan balok-balok kayu. Sesekali saya dengan teman berusaha membangunnya. Karena di rumah tidak ada mainan seperti itu, saya mengganti balok-baloknya dgn kaset-kaset milik orang tua. Dengan kaset itu saya membuat rumah. Saya juga menggunakan kartu domino untuk membuat rumahnya. Banyak case kaset yang belah karena sering dimainkan.

Saya dan Almamater


Saat kuliah program sarjana dulu, saya menghabiskan waktu dgn membaca aurod dan buku serta menulis buletin. Melalui buletin tsb saya membagikan kutipan dari buku yg dianggap bermanfaat, sebagai tambahan pengetahuan bagi orang lain ataupun masukan utk kampus. Di antara masukan yg berbuah aturan kampus adalah artikel yg berjudul Menggunungkan Ilmu. Aturannya mewajibkan setiap calon wisudawan utk menyumbangkan buku ke perpustakaan.

Di tengah keasikan tsb, saya diminta oleh ketua prodi Informatika utk membantu koordinator Laboratorium Komputer dlm urusan penanganan perangkat komputer dan jaringan. Saat itu saya menerima permintaan tsb dgn harapan agar segala bantuan yg diberikan dapat menjadi jalan pensucian diri, berbuah pahala kebaikan dan terhapusnya dosa.

Rupanya penanganan perangkat tsb menyita waktu sehingga intensitas aurod, membaca dan menulis saya menjadi menurun. Buletin yg biasanya terbit setiap bulan kini menjadi tdk terbit lagi. Tetapi saya menerima manfaat pengalaman lapangan yg tdk diperoleh di kelas. Berkat pengalaman itu dulu saya diterima kerja sebagai staf IT di Jakpus selepas lulus.

Itulah saat pertama saya melaksanakan kegiatan pengabdian kpd almamater. Dgn niat memajukan TIK almamater, saya bangun infrastruktur TIK kampus secara sukarela. Kegiatan berbagi pengetahuannya disajikan dlm bentuk seminar dan pelatihan yg diikuti oleh adik tingkat. Ketua kampus sangat senang dgn kontribusi saya baik gagasan PUSTEKOM ataupun proyek pengembangan infrastruktur TIK kampus sukarela yg saya kerjakan. Beliau selalu telp saya bila ada kebutuhan TIK baru di kampus.

Selepas lulus, saya tdk segera pulang kampung. Dlm perjalanan ke luar kompleks saya dipanggil oleh ketua kampus. Beliau menanyakan perihal rencana kerja saya dan menawarkan utk bisa bergabung di almamater. Saat itu saya tdk memberi kepastian, krn dlm benak ini blm terfikir apakah saya masih lama di Garut atau tdk. Hingga kemudian ketua prodi mendatangi saya ke Laboratorium dan meminta kesediaan saya utk diplot menjadi asisten responsi mata kuliah. Saat itu saya menyatakan kesediaan tetapi dgn memohon pengertian beliau bila suatu saat saya berhenti di tengah jalan krn hrs pulang kampung.

Itulah saat pertama kali saya menjadi pegawai di kampus almamater. Beberapa saat setelah menjalani tugas asisten responsi tsb saya berkata dlm hati, bahwa niat saya bukan utk membantu ketua kampus, tetapi berkhidmat kpd pendiri yayasannya, yakni Prof KH Anwar Musaddad.

Dlm perjalanan berkhidmat tsb, saya sangat menikmati proyek relawan terkait pengembangan infrastruktur TIK yg melibatkan adik2 tingkat beberapa angkatan, hingga terlahir Unit Pelaksana Teknis Sistem Informasi dan Organisasi Mahasiswanya yg bernama Komunitas TIK selaku inkubator SDM relawan. Beasiswa kampus utk studi S2 saya manfaatkan sebaik mungkin utk memahami sistem informasi, dan berakhir dgn hasil berupa organisasi Unit Sistem Informasi yg disahkan oleh kampus pd tahun 2008. Renstra nya adalah hasil tugas mata kuliah.

Biaya pengembangan sejumlah aplikasi Sistem Informasi kampus selama lebih dari 7 thn hanya saya mintakan 10% nya saja kpd kampus, dgn biaya pemeliharaan gratis setiap bulannya. Beberapa malah 0% alias gratis, demi almamater tercinta. Semangat berkhidmat itu saya pelihara dgn serius. Energi, fikiran, kemampuan, waktu, dan terkadang uang saya berikan kpd almamater dan demi almamater. Saya adalah mahasiswa dan alumni yg merasa sadar bila almamater ini maju tdk dgn sikap saya yg berpangku tangan atau menuntut, tetapi dgn berbuat banyak.

Saya merasa bersyukur dapat mengenal sosok pendiri yayasan lebih dalam saat membantu pembuatan konten grafis dan pemodelan dlm proses pengerjaan buku biografi beliau. Dan puncaknya, saya berhasil menuangkan pemahaman pribadi atas pemikiran beliau dlm kurikulum prodi yg saya pimpin di penghujung masa kepemimpinan pd tahun 2019.

Akhir-akhir ini saya berfikir, di usia 40 thn ini saya semestinya kembali ke dunia awal yg ditekuni sebelum membantu kampus. Dunia yg dihabiskan dgn membaca dan menulis, tdk dlm posisi sebagai pegawai kampus. Saya melihat dunia tsb lebih menyenangkan dan menenangkan. Saya lebih banyak menginteraksikan pemikiran kpd orang lain dari pada berinteraksi dgn emosi orang lain. Emosi yg kadang menurut saya tdk penting atau tdk perlu, tetapi kenyataannya memang di dunia tsb terlihat seakan penting adanya. Utamanya saya ingin kembali kpd aurod yg dapat menjejakan kaki saya menuju pertemuan dgn sang guru.

Lingkungan Kreatif Sekolah Dasar

Di waktu kecil saya senang memandangi gambar bangunan yg dibuat dgn menggunakan benang wol. Saya mencoba membayangkan bagaimana rupa bangunan dgn menara itu di dunia nyata. Agak horor memang bangunannya. Lukisan wol strimin itu buatan mamah, terpajang di dinding rumah selama waktu saya tumbuh berkembang di sana.


Di masa SD (sekolah dasar) dulu, lingkungan belajarnya sangat mendekatkan saya kpd kegiatan-kegiatan kreatif. Saya menerima stimulus kreatifitas dari siswa SPG, guru, teman, dan buku.

Teringat ada siswa SPG (sekolah pendidikan guru) yg masuk ke kelas kami dan mengenalkan praktik seni. Ada yg menggunakan spirograph sehingga menciptakan bentuk yg menarik. Saya waktu itu sekalipun ingin tapi tdk berhasil membelinya. Ketertarikan kpd bentuk geometri itu terus mempengaruhi saya hingga saat kuliah. Saya begitu antusias saat membaca buku Niclaus Wirth yg menyajikan kode program utk membuat gambar geometris. Membuat grafik sinus dgn mesin menjadi impian saya sejak memainkan kalkulator scientific warisan kakak semasa SMA.

Gambar Ilustrasi

Ada juga siswa SPG yg mengajarkan gambar dgn kombinasi warna. Bentuk akhirnya mirip batik. Saya sangat menikmatinya sehingga berhasil membuat banyak gambar tsb. Sayangnya gambar-gambarnya tdk tersimpan. Tetapi saya masih ingat cara membuatnya sampai sekarang.

Guru SD pun sangat menstimulus kemampuan kami dlm berkerajinan. Dulu kami diajari cara membuat kerajinan dgn bahan berupan papan, paku kecil, dan benang. Dgn bahan tsb kami membuat bentuk sesuai minat. Saat itu saya sangat berusaha membuat bentuk perahu dgn melihat contoh miniatur perahu oleh-oleh dari kakak.

Gambar Ilustrasi

Selain itu kami diajarkan membuat kerajinan dgn menggunakan sabun cuci. Saat itu saya berusaha mengukir sabun berwarna biru tsb utk dapat menyerupai Candi Prambanan. Aktivitas mengukir tsb walau mengasikan tetapi tdk terlalu membuat saya menekuninya. Saya lebih banyak menjadi penikmat saja, termasuk menikmati karya bunga mamah yg dibuat dari sabun mandi.

Gambar Ilustrasi

Pekerjaan yg agak menantang tetapi mengasikan adalah membuat kerajinan dgn bahan ram nyamuk, kawat, adukan semen, dan cat. Saat itu saya berusaha membuat gua lengkap dgn stalaktit dan stalaknit nya, berdasarkan ingatan saat berkunjung ke beberapa gua di Pangandaran.


Kerajinan yg menggunakan cat besi dan air juga saya dapatkan di SD. Kami diajari cara mewarnai kendi tanah. Awalnya air di ember diputar, lalu beberapa cat dituangkan sehingga tercampur dan berpola. Lalu kendinya dicelupkan. Saat itu sedang musim kaos dgn pola warna demikian. Saya dibelikan kaos seperti itu oleh orang tua di pameran pembangunan.

Gambar Ilustrasi

Kerajinan lain berkaitan dgn fisika, dikerjakan secara berkelompok. Jauh sebelum tugas kerajinan tsb, saya adalah anak yg suka bongkar mainan tetapi tdk bisa pasang. Bagian mainan yg menarik perhatian saya adalah dinamo, kabel, dan batere. Saya pernah berusaha membuat pesawat dgn baling2 dari kaleng di rumah teman. Mungkin itu juga yg membuat saya memutuskan utk membuat rumah kincir Amsterdam saat kerja kelompok. Dindingnya dari triplek, rangkanya dari kayu. Kincirnya berputar dgn dinamo.


Selain guru, buku yg dipinjam dari perpustakaan juga menstimulus kerajinan. Teringat saat itu saya berusaha membuat senapan karet sesuai panduan buku kerajinan. Di saat banyak anak sebaya di kampung membuat senapan karet berbahan bambu yg pelatuknya dioperasikan dgn jempol, saya dgn merujuk kpd buku tsb berhasil membuat senapan dari kayu yg pelatuknya dioperasikan dgn telunjuk. Tapi saya juga punya senapan bambu, dgn dua pelatuk, terinsfirasi senapan yg digunakan Rambo yg ada pelontar granatnya.

Gambar Ilustrasi

Anak jaman sekarang sangat mudah menciptakan miniatur kota impiannya dgn aplikasi simcity atau minecraft. Dulu saya pake bungkus kotak obat utk mengadakan gedung2. Didirikan di atas hamparan kardus. Bencana di aplikasi simcity terjadi secara maya, sementara bencana kebakaran di miniatur yg saya buat benar2 krn dibakar api.

Gambar Ilustrasi

Tentang kardus, teringat dulu pernah membuat perahu. Bagian pertama yg dibuat adalah kerangka perahunya. Setelah itu dinding kapalnya, lalu tiangnya. Inilah kerajinan kontruksi monumental yg pernah saya buat saat SD. Hasil belajar otodidak dari buku kerajinan yg dipinjam dari perpustakaan. Ketertarikan thd kerajinan tsb juga dipengaruhi oleh teman bermain di samping rumah yg sangat kreatif membuat beragam mobil dari bungkus rokok dan kardus.

Gambar Ilustrasi

Pengalaman tsb lah yg membuat saya suka agak marah kalau istri mulai ikut campur dgn tugas kerajinan anak, atau anak merasa tdk mampu mengerjakan tugas kerajinan. Dgn pengalaman berkerajinan yg saya miliki, saya meyakini, setiap anak mampu berkerajinan secara mandiri, asal ada minat dan kemauan keras utk belajar.

Jumat, 08 November 2019

Masa Depan Kita Dipengaruhi oleh Lingkungan


Jalan karir seseorang menjadi pendidik sekaligus periset bisa terlihat dari aktivitasnya sedari muda. Salah satunya terlihat pada a Yudi, putera wa Lili di Bandung. Beliau di masa mudanya termasuk pemuda yg sangat menikmati bidang ilmu dan proses belajar. Teringat waktu saya masih kecil dan menginap di rumah uwa, saya melihat di pintu kamarnya ada label "Laboratorium". Dan sepertinya beberapa keping komponen komputer yang saat itu dibersihkannya merupakan objek pembelajaran sepanjang hayatnya di rumah. Hal tersebut di antaranya yg menginsfirasi saya di waktu kecil, sampai saya membuat surat untuk beliau.

Dan sekarang a Yudi sudah menjadi Profesor penuh setelah beberapa tahun menuntaskan studi doktoralnya di Jerman, menjadi Guru Besar Komputasi Fisika di UNPAD. Semoga capaian tersebut kembali menjadi insfirasi buat saya yang kebetulan menapaki jalan karir yg sama.

Beberapa hari sebelumnya, kakaknya a Yudi meninggal dunia. Sekalipun saya sewaktu kecil tidak banyak berinteraksi dengan teh Ida, tetapi saya sangat menikmati interaksi dengan mesin ketiknya. Wa Ety mengizinkan saya menggunakan mesin ketik tersebut.

Dengan dua jari saya ketikan cerita fiksi, hasil imajinasi dari pengalaman bermain dgn a Gigin Destriana di proyek Jalan Tol dekat kompleks Kopo. Setelah itu saya menjadi orang yang sangat terobsesi untuk memiliki mesin ketik. Walau tidak kesampaian sampai sekarang, tetapi hobi menulisnya tersalurkan menjelang ujian akhir SMP dalam bentuk majalah dinding Pramuka, dan saat SMA dalam bentuk tulisan yang dipasang di papan informasi MDBU GMA yang saya pasang sendiri. Keduanya dalam bentuk tulisan tangan.

Saat kuliah di Garut, saya diberi komputer oleh orang tua dengan printer merek Lexmark. Seketika itu hobi menulis saya menjadi-jadi. Setiap bulan saya terbitkan buletin Persepsi dan dipasang di kampus dalam wujud majalah dinding. Kecenderungan kepada bentuk buletin ini mungkin dipengaruhi oleh buletin-buletin Islam yg suka dibawa pulang dari Bogor oleh teh Retti Sulistiawati, dan juga produksi buletin Lembaga Pendidikan dan Dakwahnya mas mas Mury di GMA. Bukan hanya buletin, saya juga membuat beberapa buku yang disebarkan di Garut, Purwakarta, dan Subang melalui teman-teman GMA. Saya pernah membalasi surat-surat dari Lilis dan Mariam, teman GMA, dengan jumlah halaman surat di atas 5 lembar, saking sukanya menulis.

Semua orang di sekitar kita memberi pengaruh bagi masa depan kita. Bersyukurlah bila kita menjadi orang yg memberi pengaruh positif, sebab manfaat tsb menjadi pahala yg tdk putus. Semoga kita menjadi orang yg bermanfaat dan mewarisi pahala tdk terputus dari manfaat ilmu atau apapun yg kita berikan kpd orang lain.

Kamis, 07 November 2019

Pengasuhan Digital dalam Aplikasi Semboyan Pendidikan


Dulu saya diberi tahu bahwa mengasuh anak itu harus ing ngarso sung tulodo; kalau remaja ing madyo mbangun karso; dan kalau dewasa tut wuri handayani. Saya coba jelaskan bagaimana semboyan-semboyan pendidikan tsb diterapkan dalam digital parenting dgn framwork CAKAP.

Ing ngarso sung tulodo bermakna di depan menjadi teladan. Dlm konteks digital parenting, ortu hrs mencontohkan cara pemanfaatan gadget kpd anak dgn peruntukan sesuai usianya dan mengendalikan anak dalam pemanfaatannya agar sesuai contoh yg diberikan. Di antara kendali terpenting adalah terkait lingkup aplikasi dan waktu aksesnya, ortu mendikte kpd anak terkait aplikasi apa saja yg boleh dan kapan waktu penggunaannya. Ortu juga harus dapat melihat perkembangannya sehingga harus membaca riwayat penggunaan gadget nya. Pada fase ini landasan kecerdasan pemanfaatan TIK nya sedang dibangun.

Ing mandyo mbangun karso bermakna di tengah-tengah membangun niat / kemauan. Dlm konteks digital parenting, ortu harus mampu mempengaruhi anaknya yg telah remaja agar dapat menggunakan gadget utk mewujudkan kreativitas positifnya, semisal lebih banyak menggunakan aplikasi pembuat konten dari pada hiburan. Dalam soal pengendalian, ortu masih menjadi sosok penentu aplikasi dan waktu aksesnya, perlu membaca riwayat penggunaan gadget nya utk melihat seberapa berhasil pengaruhnya.

Tut wuri handayani bermakna di belakang memberi motivasi. Dlm konteks digital parenting, ortu harus mulai memotivasi anak nya yg telah dewasa utk terus menekuni kreativitas digitalnya yg terbaik hingga manfaatnya dirasakan oleh orang lain dan diri sendiri. Anaknya hrs memiliki pengalaman produktif berbagi konten hingga mendapatkan keuntungan non provit dan provit dari konten yg dibagikan tsb. Dalam soal pengendalian, ortu sdh mulai mempercayakan pemilihan aplikasi dan penentuan waktu akses nya kpd anak, setelah anaknya mulai menikmati kreativitas digitalnya, menggeser dasar pengawasannya dari riwayat penggunaan gadget menjadi penuturan pengalaman yg disampaikan oleh anak kpd ortu.

Selasa, 05 November 2019

Saya, Celana Cingkrang, Cadar, dan Jubah


CELANA CINGKRANG

Di waktu muda dulu, saya mengharuskan diri mengenakan celana di atas mata kaki. Celananya dilipat sampai di atas mata kaki kalau terlalu panjang, tanpa perduli orang bilang saya baru keluar dari genangan air atau pengikut partai politik tertentu yang tidak saya ikuti. Bertahun-tahun saya demikian karena pengetahuannya baru sampai di sana.

Setelah datang pengetahuan baru, saya tidak lagi merasa khawatir dengan celana yang melebihi mata kaki, kecuali kalau celananya sampai terinjak sepatu. Datangnya pengetahuan baru tersebut tidak membuat saya menyalahkan praktik benar di masa lalu, tetapi memilih salah satu dari dua praktik benar yang ada. Walau demikian, kebiasaan masa lalu masih ada sampai sekarang. Setiap kali salat, tanpa sadar kadang celana ini selalu dilipat sampai di atas mata kaki.


CADAR

Di masa muda pula saya pernah memimpikan memiliki kekasih yg bercadar. Satu tulisan panjang saya buat khusus untuk mempertanyakan sikap muslimah yang tidak menutupi tubuhnya seperti muslimah bercadar. Puncaknya saya bermimpi melihat ibunda Aisyah r.a. dari kejauhan. Saya demikian karena pengetahuannya baru sampai di sana, memahami rasa malu muslimah yang merupakan wujud iman diukur dari seberapa tertutup pakaiannya.

Setelah muncul pengetahuan baru yang memperkaya pengetahuan sebelumnya, saya tidak lagi melihat muslimah itu berbeda, seperti apapun pakaiannya. Cadar tidak lagi masuk dalam syarat calon istri, tanpa bermaksud menempatkan cadar sebagai sesuatu yang tidak penting. Saya memahami bahwa bagi kalangan tertentu, cadar merupakan kewajiban atau sunnah yang harus dihormati oleh semua orang.


JUBAH

Dalam video yang dipublikasikan di Youtube, Buya Syakur mengatakan bahwa pakaian itu (bagian dari) budaya, dan agama itu (terlihat dari) perilaku. Teringat belasan tahun yang silam saat mendiskusikan seragam santri mahasiswa. Beberapa santri mendukung ide pembuatan seragam jubah yg saya usulkan. Usul tsb sepertinya terpengaruh oleh kebiasaan berpakaian di Generasi Muslim al-Muhajirin.

Kemudian ada teman yang menyampaikan pendapatnya kepada saya bahwa beragama itu tidak perlu simbolis. Saya merenungkan perkataan tersebut, hingga akhirnya muncul kesadaran bahwa beragama itu tidak bersandar pada model pakaian yang digunakan. Terserah mau menggunakan model Cina, Arab, atau Nusantara, semua itu tdk menentukan kualitas agama penggunanya. Mengenakan pakaian orang saleh tdk secara otomatis membuat orang menjadi saleh.