Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Permendikbud 49/2014 Pasal 1:14)

Sekolah Tinggi Teknologi Garut

Diselenggarakan mulai tahun 1991 dan bernaung di bawah Yayasan Al-Musaddadiyah. http://www.sttgarut.ac.id/

Program Studi Teknik Informatika

Berdiri pada tanggal 30 Juni 1998 dan terakreditasi B. http://informatika.sttgarut.ac.id/

Rinda Cahyana

Dosen PNS Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, dpk Sekolah Tinggi Teknologi Garut sejak tahun 2005

Sabtu, 31 Oktober 2020

Buku Teman Hidupku

Pada akhir bulan Oktober ini, semua buku pindah ke lemari pemberian orang tua,  termasuk buku fiqh majelis ta'lim Tanjung Pura Pesantren warisan dari alm Mertua yg diberikan sebelum beliau meninggal. Rak buku ini dibawa oleh Bapak dan kakak ipar dari Subang. Alhamdulillah, keinginan ini terkabulkan pd bulan di mana usia bertambah menjadi 41 tahun. 

Di masa bujang, buku-buku itu menempati lemari perpusatakaan pesantren, kemudian mengisi lemari bekas kampus yg saya rekondisi saat menempati mess kampus. Setelah menikah, buku-buku itu mengisi rak buku pertama yg saya beli. Dan setelah buku-buku tsb berdesak-desakan, mereka mendapat tempat baru yg dibuatkan oleh bapak dari kayu pohon di kebun kakak. Ibu mendukung pembuatannya.

Teringat pertama kali meminjam buku perpustakaan setelah diajak oleh teman di masa SD dulu. Saat itu saya tidak rutin mendatangi perpustakaan. Saya suka meminjam buku yg cerita fiksi anak desa, teknik, dan kerajinan. Buku-buku tersebut membentuk kemampuan imajinasi dan menuliskannya dalam bentuk cerita, membuat kerajinan senapan dgn kayu, dan bereksperimen membuat heli dgn dinamo kecil di rumah teman. 

Setelah bersekolah di SMA, saya bertekad kuat utk disiplin membaca buku dgn mengunjungi perpustakaan sekolah dan mushala sekolah setiap minggu. Akhirnya membaca dan membeli buku menjadi kebiasaan hingga masa kuliah.

Di masa kuliah, kampus memberi saya beasiswa PPA, sehingga saya bisa membeli buku setiap bulannya. Seiring dgn waktu, buku-bukunya memenuhi satu baris rak di perpustakaan pesantren yg saya tinggali. Perjalanan membaca di usia remaja itu bergerak dari pustaka tasyawuf hingga harokah. Dengannya saya menyelami kedalaman hati dan menjelajahi permukaannya utk meraba hati dan mensejahterakan jiwa (Ratisejiwa): Tenang, Damai, Kuasai Segalanya. 

Sewaktu di pesantren, ustadz mengingatkan agar buku tdk sekedar menjadi pajangan. Alhamdulillah, buku itu memberi manfaat, menjadi bahan diskusi di waktu malam di rumah para ustadz. Terkadang dari diskusi itu saya memperoleh informasi buku yg kemudian saya cari keberadaannya di toko Kamus. Bila sedang membaca karya ulama tertentu, hati ini sangat terdorong utk membeli karya tulisnya yg ada di etalase toko atau di mana saja saya melihatnya. Oleh krn nya, teman di Subang yg sering menjadi kawan diskusi berkata, bhw fikiran dan perkataan saya dipengaruhi oleh penulis yg buku2nya sedang saya konsumsi.

Saya sangat senang menyimak teman Senat Mahasiswa di kampus yg apabila berdiskusi selalu menyampaikan judul buku dan pengarangnya. Hal demikian memerlukan rasa suka yg mendalam kpd bukunya. Rasa suka itulah yg membuat kita hafal apa yg disampaikan oleh siapa di dalam buku yg mana pada bagian apa. 

Sekitar 3/4 lemari buku itu merupakan buku keagamaan, dan selebihnya adalah buku informatika. Hal tsb menggambarkan 3/4 masa kuliah sarjana saya dihabiskan tdk dgn menekuni informatika. Sampai detik ini saya melihat buku keagamaan itu manfaatnya tdk lekang dimakan waktu. Buku yg dibaca di masa remaja pun masih menarik utk dibaca kembali setelah dewasa. Berbeda dgn sebagian buku komputer  yg terkadang tdk lagi bermanfaat krn platform teknologi nya sdh tdk digunakan lagi.

Pekerjaan Berat Umat Islam Menangkal Kartun Nabi

Dlm artikel berita ini dikabarkan bhw Imam Prancis memohon maaf krn pemenggalan terjadi atas nama agama Islam. Dia juga meminta maaf kepada keluarga korban. Selain itu, dia mengatakan pelaku atas kejadian ini bukanlah seseorang yang beriman karena berani melakukan kejahatan.

Selama sebagian bangsa barat menganggap kelompok ekstremis itu merepresentasikan Islam, pembuatan kartun Nabi ini susah dihentikan. Dan kurang ajarnya, setelah kalangan ekstremis ini melakukan tindakan ekstrem yg memicu respon berupa kartun Nabi, mereka membalasnya dgn tindakan ekstrem lainnya, sehingga Islamophobia semakin meningkat dan membuat sebagian bangsa barat mendukung kartun tsb. Ngerinya, di medsos ditemukan banyak muslim yg mendukung tindak kejahatan tsb. 

Konteks status ini bukan soal sebab akibat, tapi soal ketidaksahan seseorang melakukan pembunuhan atas nama agama yg tdk dibenarkan oleh agama itu sendiri. Tindakannya tsb hanya menjadi citra buruk bagi agamanya, sehingga non muslim salah memahami islam krn mengira yg dilakukan kriminal tsb adalah ajaran islam. Tindakan tsb juga menjadi talbis atau tipu daya, sehingga banyak org awam membenarkan kejahatan yg tdk dibenarkan agama tsb.

Pada tahun 2015 silam, seseorang bertanya kepada Dr. Soleh al-Fauzan (anggota ulama senior dan majlis fatwa Kerajaan Saudi Arabia) ttg boleh tidaknya membunuh kartunis kafir yg menghina Nabi SAW. 

Beliau menjawab bhw pembunuhan tsb bukan merupakan langkah yang tepat. Melakukan pembantaian hanya akan menambah keburukan dan kemarahan mereka kepada kaum muslimin. Sikap yang bijak adalah membantah penyimpangan mereka dan menjelaskan perbuatan mereka yang sangat memalukan tersebut. Membela Nabi SAW dengan tangan dan senjata (di masa sekarang lebih mengedepankan diplomasi) harus oleh pemerintah kaum muslimin.

Umat Islam sangat berhak utk kecewa dan marah dgn pembuatan kartun tsb. Namun pekerjaan terberatnya bukan mengekpresikan marah, tetapi merubah pemahaman sebagian bangsa barat yg keliru ttg Islam sampai muncul kesadaran tanpa paksaan bhw apa yg dilakukan kalangan ekstremis itu bukan ajaran Islam yg lurus; dan memerangi kalangan ekstremis. Pekerjaannya menjadi berat krn mendapat perlawanan sengit dari kalangan ekstremis dan fans nya atau kaum fakir ilmu yg terkena talbisnya.

Rabu, 28 Oktober 2020

Jalan Ekstrem Pembajak Agama


Kata Ekstremis dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) bermakna "orang yang melampaui batas kebiasaan (hukum dan sebagainya) dalam membela atau menuntut sesuatu"

Ibn Qayyim Al Jauziyah dalam Madârij as Sâlikîn baina Manâzil Iyyâka Na’budu wa Iyyâka Nasta’în berkata, "Allah tidak memerintahkan sesuatu melainkan setan mempunyai dua bisikan, kepada keteledoran dan pengabaian atau kepada berlebih-lebihan dan ghuluw. Agama Allah ada di antara keduanya, antara yang teledor dan yang ghuluw".

Dengan memperhatikan pendapat beliau dalam Madârij as Sâlikîn dan pengertian kata ekstremis dalam KBBI dapat difahami bahwa orang yang ekstrem dalam beragama adalah mereka yang melampaui batas hukum Islam atau perintah Allah karena mengikuti bisikan setan ke jalan pengabaian atau berlebihan. Dari sanalah muncul istilah ekstrem kiri dan ekstrem kanan.

Ibn Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa jalan orang yang beriman atau Islam itu mencakup pengetahuan akan kebenaran dan pengamalannya, sehingga Allah memurkai kaum Yahudi karena tidak memiliki amal dan menyesatkan kaum Nasrani karena tidak memiliki pengetahuan. Ibnu Mardawih meriwayatkan dari Abu Dzar, dia berkata, "Saya bertanya kepada Rasulullah SAW tentang orang-orang yang dimurkai, beliau bersabda, 'kaum Yahudi'. Saya bertanya tentang orang-orang yang sesat, beliau bersabda, 'Kaum Nasrani'"

Jalan pengabaian yang disebut oleh Ibn Qayyim, merupakan jalan ekstremis kanan, yakni orang yang tidak memiliki amal sehingga dimurkai Allah, seperti kaum Yahudi. Sementara jalan berlebihan merupakan jalan ekstremis kiri, yakni orang yang tidak memiliki pengetahuan, jalannya orang-orang yang sesat, seperti kaum Nasrani. Adapun jalan pertengahan merupakan jalan moderat yang ditempuh oleh para pengamal pengetahuan. 

Oleh karenanya Allah mengingatkan kepada kaum Yahudi dan Nasrani dengan firman-Nya, "Katakanlah: 'Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulu (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus'”. (QS al-Mâ`idah:77). 

Allah melarang kita menjadi ekstremis yang melampaui batas hukum, sebagaimana firman-Nya, "Itulah batasan-batasan hukum Allah, maka janganlah kalian melampauinya." (al-Baqarah:187). Sikap ekstrem / tanaththuu membuat kita celaka di dunia dan akhirat. Abdullah bin Mas’ûd r.a. meriwayatkan dari Rasulullah SAW, beliau bersabda: "Celakalah al-Mutanaththi'un (orang-orang yang ekstrim) !” Beliau mengucapkannya tiga kali (HR Muslim). 

Dengan demikian, istilah terkait ekstremis kiri dan kanan sudah dikenal oleh umat Islam sejak Allah menurunkan wahyu Nya kepada Rasululah SAW yang terekam dalam mushaf Utsmani pada ayat  6 dan 7 surat al-Fatihah. Pemahaman tersebut jauh sebelum penjajah Belanda menggunakan istilah ekstremis yang ditemukan Orientalis dari sumber pustaka Islam. Orang yang pertama kali mengetahui adanya ekstremis dalam agama adalah Abu Dzar, di mana Rasulullah SAW menunjukan ekstremis Yahudi dan Nasrani. Permintaan ahli kiblat kepada Allah dalam setiap salatnya untuk diberi hidayah atau petunjuk kepada jalan yang lurus sebagaimana tertuang dalam ayat 5 surat al-Fatihah menunjukan bahwa umat Islam sangat mungkin berbelok arah ke jalan ekstrem.

Di antara sikap yang sering dihubungkan dengan ekstrimisme adalah ghuluw. Berdasarkan hasil penelusuran dalam sejarah Islam, serta al-Quran dan Hadits, Afroni dalam Jurnal Wawasan berpendapat bahwa secara etimologi ghuluw berarti berlebih-lebihan dalam suatu perkara, dan secara istilah adalah model atau tipe keberagamaan yang mengakibatkan seseorang melenceng dari agama tersebut. Beliau mencontohkan beberapa sikap yang dikategorikan sebagai ghuluw di antaranya adalah fanatik terhadap suatu pandangan tertentu, berprasangka buruk terhadap orang/kelompok lain dan bahkan bisa sampai kepada mengkafirkan orang lain.

Dengan demikian, siapapun dari umat Islam, baik yang bercelana cingkrang atau tidak, bercadar atau tidak, membawa bendera hitam/putih atau tidak, bila beramal tanpa ilmu sehingga melenceng dari agama Islam dan bersikap ghuluw, mereka itu disebut eksremis. Oleh karenanya, sayidina Ali r.a. mengingatkan umat Islam agar mewaspadai pembajak simbol-simbol agama ini. Beliau berkata, “Jika kalian melihat bendera hitam, maka bertahanlah di bumi. Jangan gerakkan tangan dan kaki kalian. Kemudian akan muncul kaum lemah yang tidak dihiraukan (rendahan). Hati mereka seperti batangan baja (kaku, keras). Mereka (mengaku) pemegang daulah (Islamiyyah). Mereka tidak menepati janji dan kesepakatan. Mereka mengajak kepada kebenaran sedangkan mereka bukan orang yang benar. Nama mereka menggunakan kunyah dan nisbat mereka menggunakan nama daerah. Rambut mereka terurai seperti wanita, hingga mereka berselisih diantara mereka. Kemudian Allah mendatangkan kebenaran kepada yang Allah kehendaki” (Riwayat Abu Nuaim) 

Ekstremis kiri ini ada di dalam umat Islam, di antaranya adalah kalangan Khawarij yang membunuh Khalifah Ali r.a. Sekarang ini kalangan Khawarij melakukan banyak teror di berbagai tempat, sehingga muncul istilah terorisme. Kalangan inilah yang selama ini membawa-bawa simbol Islam dalam sikap dan perbuatannya yang berlebihan, melampaui atau menyalahi hukum Islam. Ekstremis ini telah mencoreng citra Islam di mata non muslim awam dan menjadi talbis (tipu daya) bagi muslim awam. Sangat wajar bila umat Islam menolak ekstrimisme dalam beragama yang dipraktekan oleh kalangan ini dan lainnya.

Minggu, 25 Oktober 2020

Cara Pengguna Konsumtif Berdamai dengan Kalangan Produktif


Perbedaan pengguna internet konsumtif dgn produktif itu terlihat dari konten dan jumlahnya.  Pengguna konsumtif lebih banyak menyebarkan konten orang lain, dan jumlah konten buatannya sendiri sangat sedikit. Pengguna produktif lebih banyak menyebarkan konten buatannya sendiri dgn jumlah yg banyak ataupun sedikit, tergantung waktu produksinya. 

Tdk ada masalah bila pengguna memilih untuk tetap konsumtif, selama akses internetnya tdk menyusahkan orang lain. Namun pengguna konsumtif sebaiknya memeriksakan kesehatan jiwanya bila ketidakmampuannya utk produktif menyebabkannya merasa terganggu dengan keberadaan kalangan produktif yg produksi kontennya masif.

Solusi mudah bagi kalangan konsumtif utk terhindar dari masalah kejiwaan tersebut adalah membatasi interaksi dgn kalangan produktif yg menggangunya, sampai bisa merubah diri menjadi produktif. Setelah produktif, tangani rasa paling produktif yg mungkin ada. Bila tdk ingin menjadi produktif, maka tetap bersembunyilah dari kalangan produktif.

Hidup ini sebentar, isi waktu sebanyak mungkin dgn hal yg bermanfaat, semisal merubah fikiran menjadi konten. "Berfikir sesaat lebih baik dari pada qiyamullail" (al-Adzamah)

Pengetahuan sebagai Pelita atau Api yang Membakar


Seseorang disebut berpengetahuan bila memanggil orang kafir dgn sebutan kafir. Tetapi tdk disebut bijak sampai ia menempatkan pengetahuannya dgn baik dan benar, sesuai konteks kondisi dan tempat di mana pengetahuan itu diterapkan. Orang yg bijak akan menggunakan sebutan non muslim di tengah kalangan yg merasa tersinggung dgn sebutan kafir, sekalipun kekafiran itu nyata adanya.

Kebijaksanaan adalah kemampuan seseoramg dalam menerapkan pengetahuan. Orang yg baru sampai pd pengetahuan akan merasa diri benar dgn membuat keributan yg tdk perlu. Hal tsb menggambarkan ketidakmampuan pemilik pengetahuan dlm menerapkan pengetahuannya dgn mengikuti falsafah keselamatan atau kedamaian. Pengetahuan di awal penemuannya merupakan pelita yg menerangi; seharusnya tetap menjadi pelita dan tdk memembakar diri dan orang-orang di sekitarnya saat pengetahuan itu diterapkan.

Bila sudah tdk ada cara lain utk menyampaikannya, maka sampaikanlah pengetahuan yg benar walau pahit rasanya. Namun bila masih tersedia cara/pintu penerapan yg menampakan pengetahuan seperti pelita, maka utk apa menggunakan pintu lain yg membuat pengetahuan terasa seperti api yg membakar.

Romantika Hackathon MDK 2015

Saya mengetahui Hackathon MDK melalui jejaring Relawan TIK. Saya antusias mengikuti perkembangan informasi di grupnya, hingga mas Ainun Najib menunjuk saya sebagai koordinator wilayah Priangan Timur. Saya menerima amanat tsb dengan mempertimbangkan visi kampus yg ingin berdaya saing se Priangan Timur. Beberapa dosen dipilih sebagai tim pelaksana. 

Tidak lama kemudian ada telp dari Telkom regional Tasikmalaya. Rupanya panitia pusat berhasil menggandeng Telkom sebagai sponsor kegiatannya. Pihak Telkom menanyakan progress persiapan kegiatan. Saya sampaikan bhw progressnya sudah baik. Beberapa helix dilibatkan dlm kegiatan tsb, seperti Diskominfo Garut, Telkomsel, dan Telkom.

Dlm interaksi pertama melalui pesan singkat dgn Telkom Tasikmalaya, saya dikiranya anak pak Cahyana Ahmadjayadi. Memang banyak yg mengiranya demikian, bahkan hingga saat ini. Pak Cahyana juga sempat heran, bagaimana saya bisa memiliki nama yg sama. Hingga pada saat pengukuhan Relawan TIK Garut, saya disebut oleh beliau sebagai Cahyana Junior.

Di tengah perjalanan, tim panitia dari kampus ditarik mundur oleh kampus krn hrs mengerjakan tugas persiapan akreditasi, hingga yg tersisa hanya saya sendirian. Termasuk yg ditarik adalah Leni 'Iljimae' yg telah membangun komunikasi dgn unsur quadruple helix di awal persiapan kegiatan. Hal itu menyebabkan saya melakukan berbagai pekerjaan teknis seorang diri.

Syukurlah Muhammad Rikza Nashrulloh mau membantu membuatkan desain spanduk dan backdrop sehingga pekerjaan saya berkurang. Beberapa teman dari Komunitas TIK Garut membantu menggunting kartu peserta. Dan lebih bersyukur lagi krn dana operasional kegiatan tsb ditanggung seluruhnya oleh Telkom, sehingga saya dapat memfokuskan diri pd urusan penting lainnya.

Kegiatan diikuti oleh peserta dari wilayah Priangan Timur. Peserta dari kampus Bandung yg ingin mengikuti kegiatan tsb saya tolak, sekalipun tempat tinggal salah satu pesertanya di Garut. Saya melakukannya krn dua pertimbangan: pertama, krn Bandung sudah menjadi salah satu venue Hancakthon MDK; dan kedua, agar hasil Hackathon MDK Priangan Timur mencerminkan daya saing kampus di Priangan Timur. Saya sempat dicibir oleh ortu peserta di medsos krn penolakan tsb. Tapi krn merasa alasannya sudah benar, saya tdk merubah keputusan tsb dan menanggapi seperlunya.

Di tengah waktu persiapannya, mobil Jeep saya divonis montir harus ganti ACCU. Seperti biasa di penghujung bulan, tdk ada dana yg tersedia utk memenuhi kebutuhan tsb. Dgn mempertimbangkan pentingnya kendaraan tsb bagi operasional kegiatan, saya terpaksa meminjam uang kpd keluarga utk penggantian ACCU tsb. 

Beberapa hari kemudian ...

Saat itu panitia memberikan penilaian berdasarkan perspektifnya, di mana pemenang seluruhnya berasal dari kampus lain. Dikarenakan tdk ada satupun tim dari kampus saya yg masuk tiga besar dan saya adalah koordinator daerah utk kegiatan tsb, panitia bertanya, apakah tdk ada masalah dgn keputusan tsb? Saya jawab, tdk ada masalah, sebab keputusan tsb sudah memperhatikan perolehan skor. Jawaban tsb saya berikan bukan krn kesal dgn minimnya support dari kampus, tetapi krn sikap objektifitas yg harus dikedepankan. 

Setelah itu laporan kegiatan saya sampaikan kepada panitia nasional. Disampaikan dlm laporan tsb bhw semua tim pemenang mengusung aplikasi yg memposisikan pemerintah sebagai sumber data masukan, dan ada aplikasi Emotion Citizen yg dibuat oleh tim kampus saya yg memposisikan masyarakat sebagai sumber data masukan yg menilai layanan pemerintahan. Berdasarkan laporan tsb, panitia nasional memberikan wildcard kpd tim Emotion Citizen. Sebagian panitia kaget dgn adanya wildcard tsb. Lalu saya jelaskan apa yg menjadi dasar pertimbangan panitia pusat memberikan wildcard tsb. 

Akhirnya, empat tim melenggang ke semi final di Jakarta. Saya berhalangan mengantar mereka ke sana, sehingga keberangkatan tim tsb saya titipkan kpd pembina tim pemenang dari kampus tetangga. Saya merasa senang melihat foto saat tim kampus bercengkrama dengan menteri dan gubernur Jakarta utk menjelaskan fungsi aplikasinya.

Alhamdulillah, kegiatan tsb bermanfaat utk akreditasi di penghujung jabatan saya di prodi. Nama kegiatannya tertulis dlm tabel kegiatan pengabdian kpd masyarakat. Dana kegiatannya muncul dalam tabel dana pengabdian. Sebagai alumni saya merasa puas telah berkontribusi kpd almamater. Integritas dan loyalitas alumni manapun pd almamaternya tdk perlu diragukan, sekalipun dia dianggap tdk mampu oleh siapapun.

Moderasi Semangat dengan Ilmu

Di masa remaja dulu, semangat keislaman dlm sir ini terasa sangat menggebu, sehingga saya merasa senang pd siapapun yg tampil menyuarakan Islam dgn baju, cara, dan tujuan apapun. Saya berusaha menangkal setiap serangan kpd para "penyeru" Islam dgn alasan ukhuwah Islamiyah. Saya sempat merasa heran saat profesor mengekpresikan ketidaksukaannya kpd kalangan yg banyak menunjukan sikap ekstrim dlm memerangi kebatilan. Walau demikian, saya tdk pernah memunafikan atau mengkafirkan sesama muslim seperti yg banyak dilakukan anak2 muda di thread2 medsos pd saat ini.

Namun setelah saya membaca beragam sumber pustaka yg mengulas pergerakan Islam dan pemikirannya dari moderat hingga ekstrim, mengamatinya dari luar organisasinya, saya merasakan semua ajaran Islam yg telah dipelajari hanya bisa hadir dgn indahnya di tengah umat manusia bila diwujudkan dlm pergerakan Islam moderat. Dan kemoderatan Islam di Indonesia yg dibangun oleh organisasi dan jemaahnya yg moderat, merupakan warisan Islam yg penting dan kini mulai diadopsi/dipelajari di banyak negara. 

Moderasi semangat ini terjadi setelah gelora semangat diimbangi oleh ilmu, dan banyak berinteraksi dgn konten2 moderat. Interaksi tsb semacam obat hati, salah satu perkara penting yg diajarkan oleh Sunan Kalijaga. Berkumpul tdk hanya dgn orang saleh, tetapi juga dgn pemikiran2nya yg moderat. Dengannya kepercayaan saya pada perkataan Imam al-Ghazali dlm Minhajul Abidin terus menguat. Beliau menyatakan bahwa ilmu adalah imam nya amal.

Jalmi Sadar Sareng Gelo

Sok emut kanu cariosan Syekh Abdul Qadir Jailani r.m. nu dicatet ku murid na dina Fathu Rabbani, di mana jalmi nu disebut gelo teh nyaeta jalmi nu hilap ka Gusti Allah, ngalabrak pituduh Na, sok sanaos luhung elmu na sareng luhur pangkat na, komo deui nu handap sagala rupi na. 

Dina Minhajul Abidien, Imam al-Ghazali r.m. ngisahkeun tukang mabok nu gaduh elmu agama. Hiji waktos aya setan nu ngangge raksukan mewah teras ngaku2 diri na Gusti Allah. Seeur jalmi bodo nu teu gaduh elmu agama nu katipu. Eta setan nepangan tukang mabok, terus nyarios payuneun, ngaku diri na Gusti Allah sareng miwarang ninggalkeun salat. Tukang mabok langsung ambek terus ngaluarkeun bedog ka eta setan.  

Ningal jalmi nu sadar sareng gelo mah ku jaman kiwari teu tiasa ditingal ku tampilan hungkul, tapi kedah ditingal tina amal na. Sautami-utamina jalmi nu dipikaresep ku Gusti Allah, nyaeta jalmi nu seeur mangfaat na sareng perilaku na sae. Mugi urang sadaya na dipaparin karunia janten jalmi nu utami dina kondisi teu ngaraos utami. Amin.

Kamis, 15 Oktober 2020

Hanya Ilmuan yang Memahami Ilmuan

 


Ilmuan itu terbiasa berkontribusi pengetahuan, sehingga sudut pandangnya diletakan di ruang kosong yg blm diisi oleh ilmuan lainnya, tdk perduli berada di posisi kubu politik manapun. Menyuruh semua ilmuan utk berada atau tdk berada di satu sisi kubu politik saja, dan mencelanya bila berada di sisi sebaliknya, sama artinya dgn menjadikan politik sebagai belenggu pengetahuan. Akibatnya, pengetahuan hanya akan berkembang ke satu sisi yg disukai kubu politik tertentu, dan sisi lainnya tetap menjadi ruang hampa pengetahuan yg tdk memberi manfaat bagi manusia. 

Padahal kebijaksanaan dlm berpolitik dibangun oleh pengetahuan yg diperoleh dari berbagai sudut pandang pd posisi kubu politik manapun. Pembelengguan pengetahuan oleh politik hanya diminati oleh orang yg tdk faham bagaimana kebijaksanaan dicapai oleh manusia, atau diminati oleh orang yg tdk ingin politik dimainkan secara bijaksana. 

Sebagai ilustrasi, kebijakan tentang benar dan salah hanya terwujud setelah memiliki pengetahuan ttg benar dan salah serta menerapkannya dgn cara yg benar. Dlm sesuatu yg dianggap benar, mungkin saja ada kesalahan yg tersembunyi yg perlu diungkap, demikian pula sebaliknya. Pengetahuan tentang kebenaran dan kesalahan sangat perlu dikuasai, mengingat dlm menerapkan suatu kebenaran, mungkin kita harus memperhatikan kesalahan sebagai faktor hambatan dan kelemahan yg hrs diperhatikan. Dgn demikian, sudut pandang ilmuan tdk hanya perlu diletakan di sisi kebenaran, tetapi juga di sisi yg berlawanan, agar pandangan thd kebenaran menjadi lebih objektif dan komprehensif. 

Orang yg dapat memahami fikiran intelektual hanyalah intelektual yg mampu menggunakan cara kerja intelektualnya. Kalangan awam mungkin hanya sampai pada kulit pengetahuannya yg blm tentu bisa menghantarkannya kpd daging pengetahuannya, apalagi inti pengetahuannya Mungkin saja penjelasan ringkas tdk akan dapat menghantarkannya kpd pintu pemahaman, sampai penjelasannya diulang atau semua pengetahuan prasyaratnya diberikan. Dan kalangan intelektual yg tdk menggunakan cara kerja tsb telah meletakan nasib akhir perjalanan pemikirannya hanya sampai pada capaian kalangan awam.

Kerumitan adalah konsumsi ilmuan, sebab dari padanya ia dapat menemukan pintu penemuan setelah pisau analisisnya digunakan. Kerumitannya dapat tersaji dlm bentuk kalimat pendek ataupun panjang. Di dalam kalimat pendek, terkandung sejumlah pengetahuan dlm deksripsi panjang yg merujuk kpd pengetahuan. Di dalam kalimat panjang, mungkin saja terkandung banyak kalimat pendek tsb. 

Mungkin bagi kalangan awam, pengetahuan adalah seupama kebenaran dan kesalahan yg sdh final. Namun boleh jadi blm final bagi kalangan ilmuan. Satu kalimat tdk harus menjadi akhir dari kegiatan penjelajahan pengetahuan. Walau demikian, dlm kebenaran dan kesalahan, ada dua jenis ilmuan: mereka yg tdk berhenti menemukan kebenaran dari sesuatu yg dianggap salah, atau sebaliknya; dan mereka yg membenarkan kesalahan atau sebaliknya krn cenderung pd selain pengetahuan, semisal tahta, harta, atau wanita.

Senin, 12 Oktober 2020

Indahnya Bebek

Dari kecil sampai sekarang, saya selalu senang melihat rombongan bebek yg lewat. Sekalipun perjalanan harus terhenti sejenak sampai rombongannya lewat, tetapi bebek2 itu tetap enak dilihat. 

Bebek2nya berjalan satu arah, dlm kelompok yg tdk bercerai berai, dan tdk anarkistis semacam mematuk2 kendaraan yg dilewatinya. Saya merasa agak panik saat rombongan bebek nya menghampiri, tetapi tdk merasa khawatir akan terjadi apa-apa yg tdk diinginkan. 

Itulah sebab kenapa hadirnya rombongan bebek membuat hati tetap tenang. Itulah bebek, mahluk yg isi kepalanya tdk lebih besar dari kepalan tangan manusia.

Berlatih Kemampuan Interaksi Sosial Maya di Medsos

Selama ini saya mengisi waktu dgn berinteraksi di medsos di antaranya adalah utk melatih kemampuan interaksi sosial virtual. Dari jaman wordpress dan di awal gabung di medsos saya terus berlatih agar memiliki kemampuan seperti yg Gus Nadir sampaikan. Tujuannya adalah bukan utk berdebat, apalagi debat kusir yg tdk jelas arah dan ujung pangkalnya, tetapi mempelajari bagaimana cara menjelaskan sesuatu kpd orang dgn beragam karakter. 

Oleh krn nya beberapa lawan bicara ada yg merasakan kalau saya berputar dlm pembicaraan yg sama, tdk bisa diajak keluar menuju topik yg lain. Saya memang tdk ingin debat kusir, sehingga berusaha utk tdk keluar dari putarannya. Dan saya akan menghentikan putaran nya bila lawan bicara faham apa yg saya maksudkan, atau saya memahami maksud lawan bicara.

Lepas dari itu semua, tdk ada gading yg retak. Sering kali saya menggunakan jurus taichi yg membalikan pernyataan seseorang kpd dirinya, sehingga mungkin saya mengulang pernyataannya yg tdk ada adabnya. Saya melakukanya agar lawan bicara merasakan perasaan orang lain, agar di kemudian hari ia menjaga perkataannya dgn memperlakukan orang lain sebagaimana ia ingin diperlakukan. Tetapi memang tdk sedikit orang yg ingin diperlukan tanpa adab, sebab ia cenderung kepadanya.

Sabtu, 10 Oktober 2020

Talbis Perekayasa Sosial

Rekayasa sosial dapat berwujud manipulasi psikologi agar orang menghindari praktik dan protokol terbaik untuk memperoleh akses tertentu yang menguntungkan secara finansial. 

Rekayasa sosial membuat orang meninggalkan atau melawan praktik dan protokol penanganan Covid-19 sehingga terjadi peningkatan angka positif. Kondisi tersebut secara tidak langsung membuka akses kepada keuntungan tertentu bagi perekayasa sosial. 

Target yang mudah dimanipulasi adalah kalangan yang memiliki kecenderungan untuk melawan pembuat protokol dalam soal apapun secara sadar atau tidak sadar. Manipulasi dilakukan dengan cara mengeksploitasi kecenderungan tersebut menggunakan konten faktual atau hoax. Konten tersebut merekayasa emosi sehingga menstimulus dan meningkatkan perlawanan.   

Kalangan yang termanipulasi ini melakukan kampanye penolakan protokol karena dianggap kepentingan bisnisnya pembuat protokol, padahal dampak penolakan tersebut memberikan keuntungan bisnis bagi perekayasa sosial.

Gambar ilustrasi

Jumat, 09 Oktober 2020

Otak Perusak

Mengekpresikan apapun adalah hak asasi. Namun ekspresi melawan hukum itu melawan hak asasi. Hak asasi seseorang tdk boleh melanggar hak asasi orang lain. Demonstran harus memahaminya. 

Seorang demonstran yg pada awalnya merupakan pejuang berniat suci, kemudian berubah menjadi penjahat saat ia melakukan tindak kriminal

Si perusak bilangnya, aset rakyat adalah asetnya sendiri, suka2 mau dirusak juga; lupa kalau rakyat itu bukan dia sendiri atau kelompoknya saja. Si perusak bilangnya, nanti juga dibangun lagi; seperti dibangunnya hanya pake duitnya sendiri saja. 

Di sisi lain si perusak menghancurkan tempat kawan seprofesinya mencari nafkah, yg mungkin saat itu sedang ikut melakukan demonstrasi di tempat lain. Bila si perusak menganggap kawannya sebagai bagian dari dirinya, maka perusakan itu seperti merusak tempat kerjanya sendiri. Keesokan harinya si perusak mungkin masih bisa bekerja kalau tdk di PHK, namun kawannya harus menerima takdir dirumahkan krn tempat kerjanya hacur. Ngenes kan? 

Sudah kriminal dgn merusak, tdk logis juga fikiran nya. Kenapa tdk bawa barang milik sendiri, lalu dirusak sendiri, jadinya tdk merugikan orang lain kan ya?

Kamis, 08 Oktober 2020

Tidak Menabrakpun tetap Ditabrak


Ada pengalaman menarik hari minggu 8 Oktober 2018 silam. Saat itu saya mau belok kanan menuju service AC, kemudian ada mobil MPV yang tidak melambat laju kendaraannya. Akibatnya mobil yg saya kendarai berhenti dalam posisi sudah berbelok. Beberapa saat setelah berhenti, terasa ada hantaman keras dari belakang. Rupanya ada kendaraan pengangkut barang yang nabrak. Sepertinya si penabrak tidak memperhatikan ada mobil yang berhenti karena pandangannya tertuju pada pemeriksaan polisi di pertigaan sana.

Setelah kejadian itu, kedua kendaraan itu melaju begitu saja tanpa sepatah kata pun yang terucap. Sepintas terlihat kedua pengendaranya tidak berani melihat ke wajah, padahal pengendara MPV itu sudah berumur dan pengendara satunya lagi masih muda. Syukurlah yang ditabraknya hanya bumper plastik yang berbentuk membulat sehingga dapat meredam tabrakan. Kalau sampai pecah lampunya, bisa jajan jutaan lagi. 

Hanya Tuhan yang tahu apa yang akan dihadapi oleh keduanya setelah amliah ketidaksabaran, kelalaian, dan ketidakfahamannya atas haqul adami tersebut. Kejadian tersebut mengingatkan saya akan kejadian serupa di jalan menuju Talaga Bodas, saat motor yang dikendarai ditabrak dari belakang oleh pemuda mabuk yang membonceng dua pemuda temannya. Semoga kita semua dilindungi dari para pengendara yang karakternya demikian.

Rabu, 07 Oktober 2020

Anda Berada di Sisi Mana?

Sebagian netizen menganggap kiriman yg mengungkap adanya hoax pd konten terkait omnibus law yg tersebar di komunitas2 maya sebagai sikap pro thd omnibus law, padahal kiriman tsb secara tegas menunjukan sikap kontra thd hoax. Ekspresi sikap anti hoax tdk harus dibawa kpd pro kontra omnibus law, cukup pada pro kontra hoax saja.

Misalnya dlm konten hoax dinyatakan bhw "uang pesangon dihilangkan". Kata "dihilangkan" membuat pembaca memahami uang pesangon itu tdk akan ada lagi atau tdk akan diberikan lagi oleh perusahaan kpd buruh karena pasalnya sudah dihapus seperti pasal 155. Padahal faktanya, ketentuan ttg uang pesangon itu tetap ada pd pasal 156 dgn perubahan. Sikap kita harus pro atau kontra terhadap hoax tsb?

Belum lagi hoax yg membawa2 isu agama, seperti cuti Baptis dan solat Jumat, pasti dgn sangat mudah membuat banyak orang tergerak emosinya dan menuduh anti agama kpd orang lain. Sikap kita harus pro atau kontra terhadap hoax tsb?

Aksi pro kontra terhadap omnibus law bisa dilakukan oleh siapapun tanpa perlu mengikutsertakan setan di dlm nya, tdk perlu menggunakan konten hoax setan Miswath yg memberi kesempatan bagi setan utk memunculkan marah pd orang yg terbiasa tdk membaca / mengklarifikasi datangnya informasi. Menyebarkan konten yg mengungkap hoax tsb dapat menyelamatkan bayak orang yg kondisinya demikian dari tipu daya setan. Kalangan anti hoax melawan siapapun yg berada di sisi setan Miswath. 

Al-Isryad pernah mengirimkan artikel yg menjelaskan bahwa para Ahli Tafsir telah membawakan riwayat dari pakar tafsir tabi’in, Qotadah Rahimahullah tentang nama-nama setan anak keturunan Iblis, diantaranya adalah “Setan Miswath”, yaitu yang suka membawa berita palsu dan bohong, yang saat ini dikenal dengan “Hoax”.

Berita palsu di antaranya dibuat utk memicu orang agar marah. Dan saat orang benar2 marah, terkadang lupa pd pesan Nabi SAW ini, "Sesungguhnya marah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api, dan api bisa dipadamkan dengan air. Apabila kalian marah, hendaknya dia berwudhu". (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Seyogyanya kita senantiasa mengklarifikasi informasi agar tdk tertipu setan dan koleganya. Allah mengajari kita dgn firman Nya, "Wahai orang-orang yang beriman! Jika seorang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya (klarifikasi dan verifikasi), agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 6).

Mimar Hidayat, hoax atau tdk nya suatu informasi / berita tdk bersandar pada banyak atau sedikitnya orang yg pro atau kontra pd informasi yg sebenarnya, tetapi pada sifat informasinya yg menyimpang dari informasi yg sebenarnya atau menutupi fakta yg sebenarnya. 

Hoax atau tdk nya suatu informasi / berita tdk bersandar pada banyak atau sedikitnya orang yg pro atau kontra pd informasi yg sebenarnya, tetapi pada sifat informasinya yg menyimpang dari informasi yg sebenarnya atau menutupi fakta yg sebenarnya. 

Bila hoax ikut dlm gerbong kebenaran, sikap kita yg benar adalah harus mengusirnya dari gerbong tsb. Bukan malah membiarkan hoax itu tersebar hanya krn merasa hoax atau kebohongan itu sejalan dgn kebenaran yg diperjuangkan. Gerbong kebenaran bisa bergerak tanpa perlu ada hoax / kebohongan di dalamnya, tanpa perlu melibatkan setan Miswath sebagai kolega kebenaran.

Pada akhirnya pegiat anti hoax akan bertanya, "Anda berada di sisi mana?"

Sabtu, 03 Oktober 2020

Hujan Kecintaan

Alhamdulillah, senang mendengar suara hujan lagi. Teringat di masa kecil sewaktu hujan turun pagi hari, meniti jalan menuju sekolah sambil membawa payung besar. Sesekali meloncati genangan air dgn suka cita.

Bila hujan turun di waktu sore, saya memperhatikan halaman tetangga dari atas kasur tingkat. Menikmati air yg berseluncuran dari awan ke permukaan tanah, menciptakan genangan yg menganak sungai. Miniatur perkampunganpun tergenang air, dan otak mitigasi bencana dimainkan dlm permainan imajinatif tsb.

Saya pernah berkata kpd seorang sahabat, "Jiwa sedih jika pagi hujan, jiwa damai jika sore hujan"

Kamis, 01 Oktober 2020

Cita Rasa Film Tahunan 30/9

Dari usia kecil sampai dewasa, cita rasa film nya tetap sama, mengandung kekerasan yg semoga saja tdk berpengaruh buruk pd psikologi kalau menonton nya berkali2, tdk membuat sebagian anak berkhayal mempraktikkan kekerasan tsb dlm wujud apapun. Dlm konteks sejarah, pengaruhnya baik, tdk melupakan sejarah tsb. 

Di masa kecil kita sering memainkan kembali apapun yg terekam dlm ingatan kita dlm kegiatan bermain "aanjangan". Saya mengingat di waktu kecil, memainkan kembali cerita kekerasan dlm film tsb setelah melihat talang air dan belimbing muda di atas atap rumah. Belimbing muda yg masuk talang air itu, kondisinya yg kering dan membusuk setelah beberapa hari kemudian, wujudnya dlm bayangan saat itu seperti pahlawan revolusi dlm sumur lubang buaya yg disaksikan dlm film tsb. 

Seperti halnya anak kecil yg polos, saya tdk memahami pesan politiknya, hanya menerima bagian scene film tsb yg tertancap kuat dlm ingatan. Padahal saya tdk pernah berhasil menonton film horor tsb sampai tuntas, walau ditemani kakak sekalipun. Saya benar-benar ketakutan menyaksikan kekerasan di dlm film tsb yg dilakukan oleh sosok2 antagonisnya. Entah apakah belimbing dan talang air itu merupakan wujud dari efek psikologis krn rasa takut tsb atau bukan, hanya psikolog yg faham.

FIlm tsb sedikit banyak pasti membangunkan trauma keluarga penyintas setiap tahunnya, menjadi gangguan yg tdk nyaman krn membuka memori luka lama yg ada sedari belia, sejak melihat kekerasan tsb dgn mata kepalanya sendiri. Kita yg bukan penyintas tentu tdk merasakan dgn nyata seperti apa trauma atau luka tsb. Dan tentunya kita hrs menghormatinya dgn menghindarkan pengulangan rasa trauma dan luka lama tsb dari para penyintas.

Seyogyanya trauma dan luka tsb tdk dimanfaatkan utk memobilisasi masa atau membangun isu politis. Jgn merintis kekuasaan di atas trauma dan luka orang lain, seperti yg telah lama dipraktikan di masa lalu. Cukuplah film tsb sebagai sejarah yg dipelajari utk diambil hikmahnya oleh bangsa ini. Dan sudah saatnya Indonesia mempunyai film alternatif yg lebih komprehensif dan lebih "akrab" bagi para penyintas dan generasi sekarang.