Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Permendikbud 49/2014 Pasal 1:14)

Sekolah Tinggi Teknologi Garut

Diselenggarakan mulai tahun 1991 dan bernaung di bawah Yayasan Al-Musaddadiyah. http://www.sttgarut.ac.id/

Program Studi Teknik Informatika

Berdiri pada tanggal 30 Juni 1998 dan terakreditasi B. http://informatika.sttgarut.ac.id/

Rinda Cahyana

Dosen PNS Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, dpk Sekolah Tinggi Teknologi Garut sejak tahun 2005

Rabu, 30 September 2020

Pancasila Simbolis dan Substantif

Masih dgn kegiatan literasi, kali ini menggali soal sikap simbolis dan substantif terhadap Pancasila.

Saya baru tahu kalau PKI itu ternyata menerima Pancasila. Tertulis dlm AD/ART nya demikian, "PKI menerima dan mempertahankan UUD 1945 yang dalam Pembukaannya memuat Pancasila sebagai dasar-dasar negara dan bertujuan membangun suatu masyarakat yang adil dan makmur menurut kepribadian bangsa Indonesia". Sumber: Bintang Merah Nomor Spesial, "Maju Terus" Jilid I. Kongres Nasional Ke-VII (Luar Biasa) Partai Komunis Indonesia. Yayasan Pembaruan, Jakarta 1963.

Sangat mungkin dlm perjalanannya, organisasi yg pada awalnya menerima Pancasila kemudian menghianatinya. Hingga kini, banyak kita lihat penghianatan terhadap nilai Pancasila yg dilakukan oleh individu ataupun kelompok / organisasi dari kalangan pemerintahan hingga masyarakat biasa. Dlm soal ini kita harus berhati2, jgn mudah menghukumi, terlebih merasa diri paling Pancasilais. 

Budayawan Sujiwo Tejo mengatakan, "Pancasila itu gak ada. Yang ada itu gambar garuda Pancasila. Teks Pancasila itu ada, tapi Pancasila itu gak ada". Yg dimaksud oleh beliau adalah "Pancasila itu gak ada karena gak ada pengamalan nyatanya". Barangkali pesan penting yg ingin beliau sampaikan adalah Pancasila itu penting utk dinyatakan secara simbolis (terdokumentasi) dan substantif (teraplikasikan). 

Kembali lagi ke soal pengakuan Pancasila yg dinyatakan organisasi dalam AD/ART nya yg merupakan sikap simbolis formal organisasi.  Kenapa sekarang ini ada organisasi yg tdk mau mencantumkan Pancasila di dalam AD/ART nya, apakah krn bersikap substantif dan mengabaikan simbolis, ataukah krn menerima satu simbolisasi (misalnya Islam) dan menolak simbolisasi yg lainnya (Pancasila)?

Jumat, 25 September 2020

Kampanye Keji Covidiot

Dulu mereka mengolok2 Cina di masa awal kemunculan Corona di dunia ini, seraya mengklaim bila Corona itu tdk akan menyerang muslim. 

Sekarang di saat Corona mulai menginfeksi muslim di negaranya sendiri, mereka sibuk dgn klaim lain bahwa Corona itu hoax, hanya permainan pemerintah, nakes, dan pemilik modal. Maksudnya agar banyak orang percaya kalau muslim yg diisolasi itu tdk terinfeksi virus yg diyakininya hanya menyerang non muslim saja; dan bahwa yg dialami muslim itu hanya penyakit lain yg dicoronakan oleh pemerintah dan nakes utk menyulitkan kehidupan rakyat dan mendapatkan uang. Walau demikian, sebagian di antara mereka adalah pemburu bantuan sosial pemerintah.

Sungguh yg mereka lakukan itu tipu daya yg sangat keji, seakan kampanye mereka itu dilakukan di atas pusara jenazah2 nakes dan pasien2nya yg meninggal krn Corona. Masih adakah yg berminat ikut serta dalam kampanye covidiot ini yg bawa2 agama saat menghoaxan Corona?

Rabu, 23 September 2020

Menghindari Ujian dengan Menyembunyikan Aib

Terpapar Covid-19 itu bukan aib. Kecenderungan utk mengolok2 orang yg terpapar Covid-19 adalah aib diri. Memperturutkan kecenderungan tsb sehingga orang lain melihatnya adalah sama dgn menunjukan aib. 

Seharusnya aib diri disembunyikan dari pandangan orang lain agar kebusukan hati tetap tersembunyi. Kebusukan hati itu harus diobati, bukan utk dipertontonkan. 

Masker yg dikenakan utk mencegah penularan penyakit lahir memang tdk dapat mencegah keluarnya perkataan buruk yg menularkan penyakit batin. Namun ingatlah, boleh jadi terbukanya aib dgn sengaja menjadi tanda datangnya ujian.

"Janganlah menampakan suatu kegembiraan kepada saudara mu (yg terkena ujian), hingga Allah merahmati nya dan menimpakan ujian itu kepadamu" (HR At-Tirmidzi)

Selasa, 22 September 2020

Mewujudkan Internet Sehat dengan Ilmu dan Ihsan

Suatu saat saya menyimak seorang wartawan yg menyampaikan keheranannya dgn akademisi yg pernah disaksikannya berpendapat dlm forum bahwa solusi internet sehat itu adalah ihsan. Menurut pendapatnya solusi yg tepat bukanlah ihsan, tetapi literasi digital dalam bentuk kegiatan penyadaran. 

Pendapatnya itu benar, seseorang tdk akan mengetahui nilai dan norma digital bila tdk sampai kepadanya ilmu melalui kegiatan penyadaran tsb. Tetapi nilai dan norma itu seringkali dilanggar saat menyendiri atau menggunakan akun anonim karena merasa tdk ada yg mengawasi. Hanya dengan iman dan ihsan seseorang tetap menyadari adanya pengawasan Allah sehingga memengang kuat nilai dan norma digital yg sejalan dgn ajaran Islam.

Segala perbuatan apabila diniatkan utk Allah akan menjadi ibadah. Oleh krn nya segala perbuatan di dunia maya yg diniatkan utk Allah adalah ibadah. Saat kita selalu menyadari pengawasan Allah di dunia manapun, termasuk di dunia maya, saat itu kita tengah berada dlm kondisi ihsan.

Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat Nya, jika engkau tidak melihat Nya maka Dia melihat engkau (Hadits Arbain an-Nawawi)

Enam tahun yg silam, tepatnya 22 September 2014, saya pernah menulis di Facebook demikian:

Internet sehat bagi muslim bersandar kepada tiga hal : 1) Iman sebagai dasar beramal internet sehat untuk keuntungan dunia dan akhirat, 2) Islam sebagai panduan berperilaku sehat di internet, dan 3) ihsan sebagai pelindung kuat dari amal yang merugikan diri dan orang lain baik di dunia ataupun di akhirat.

Pemahaman tersebut saya sampaikan dalam acara Buka Bersama Milad Smartfren Community Garut 2017

Jumat, 18 September 2020

Pengembangan SDM Relawan Di Penghujung Waktu


Tidak terasa sudah di penghujung waktu, setelah sekian tahun memenuhi permintaan pak Fajar Eri Dianto di Yogyakarta untuk menyertainya dalam kepengurusan Relawan TIK Indonesia. Hal tersebut bukan sesuatu yang diinginkan, sebab keinginan yang sebenarnya adalah tetap berkontribusi pemikiran atau apapun yang membangun di luar struktur kepengurusan sebagaimana yang dilakukan di awal bergabung dengan organisasi ini. Pak Boni Pudjianto yang saat itu masih bertugas di Direktorat Pemberdayaan Informatika, sangat mendukung cara kontribusi seperti itu. 

Beberapa hari sebelum Rakernas Yogyakarta 2016, saya ditanya oleh pak Bambang dari Direktorat Pemberdayaan Informatika soal minat mengikuti bursa pencalonan ketua umum Relawan TIK Indonesia. Pertanyaan itu dijawab dengan kalimat, "Ada orang di wilayah timur yang lebih bagus dari saya". Beliau menanggapinya dengan penuh canda, "Iya, sebelah timur Jakarta"

Saya yakinkan beliau bahwa saya tidak minat ikut bursa calon tersebut. Memang bukan sifat alami saya menginginkan yang demikian. Jabatan sebagai ketua program studi pun saya terima setelah sebelumnya menolak karena khawatir dengan adanya fitnah kepemimpinan dan merasa ada orang yang jauh lebih baik. Hanya saja karena profesor Ali meyakinkan saya tidak ada orang lain yang dipilihnya, dan saya telah mendapat restu dari ibu, jabatan itupun saya terima. Sekalipun saya merasakan akan adanya fitnah tersebut, namun saya bernafas lega karena saya bukanlah orang yang meminta jabatan, dan insya Allah akan ditolong Allah saat menghadapi fitnah tersebut.

Dari Abdurrahman bin Samurah dia berkata: Rasulullah SAW telah bersabda kepadaku, “Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta jabatan! Karena sesungguhnya jika diberikan jabatan itu kepadamu dengan sebab permintaan, pasti jabatan itu (sepenuhnya) akan diserahkan kepadamu (tanpa pertolongan dari Allah). Dan jika jabatan itu diberikan kepadamu bukan dengan permintaan, pasti kamu akan ditolong (oleh Allah) dalam melaksanakan jabatan itu. Dan apabila kamu bersumpah dengan satu sumpah kemudian kamu melihat selainnya lebih baik darinya (dan kamu ingin membatalkan sumpahmu), maka bayarlah kaffarah (tebusan) dari sumpahmu itu dan kerjakanlah yang lebih baik (darinya)” (HR Bukhori dan Muslim)

Di Yogyakarta, saat perhelatan Festival TIK satu hari sebelum Rakernas Relawan TIK Indonesia, saya mendapat pertanyaan yang sama dari pak Yamin Nawala. Jawabannya tetap sama, saya tidak berfikir ke arah sana, fokus saya tahun depan adalah kuliah lagi. Ada kekhawatiran bila saya kuliah, amanah jabatannya tidak terlaksana. Dalam suatu riwayat Abu Dzar bertanya kepada Nabi SAW, “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau memberiku jabatan?". Kemudian Rasulullah menepuk pundak Abu Dzar, lalu beliau bersabda, ''Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau itu lemah, sedangkan jabatan itu amanah, dan jabatan itu akan menjadi kehinaan serta penyesalan pada hari kiamat, kecuali bagi orang yang memerolehnya dengan benar dan melaksanakan kewajiban yang diembankan kepadanya.'' (HR Muslim).  


Saya menyampaikan kepada beliau agar jabatan tersebut sebaiknya dipercayakan oleh teman-teman Relawan TIK Indonesia kepada pak Fajar Eri Dianto. Pernyataan ini bukan tanpa alasan, sebab saya merasakan benar bagaimana pengasuhan beliau kepada Relawan TIK Garut. Saya tidak menggunakan istilah pengasuhan orang tua kepada anak-anaknya, hahaha. 

Di venue, teman Relawan TIK yang berasal dari kampus menyampaikan pertanyaan yang sama. Jawaban saya tetap sama, menolaknya dengan menambahkan masukan agar teman-teman kampus mendukung pak Fajar Eri Dianto. Dan akhirnya, di Munas itu pak Fajar Eri mendapatkan dukungan suara yang banyak untuk melanjutkan estafet kepemimpinan dari pak Indriyatno Banyumurti.


Setelah itu, pak Fajar Eri meminta saya untuk melengkapi kepengurusan beliau. Rasa permintaan ini sama seperti saat profesor Ali meminta kepada saya, permintaan dari orang yang pernah memberikan kebaikan yang sulit untuk ditolak. Akhirnya saya pun bersedia membantu beliau dan tampil saat dipanggil bersama teman-teman lain untuk duduk sebagai Pengurus Pusat Relawan TIK Indonesia. Saya dipercayakan untuk mengurusi bidang pengembangan SDM Relawan TIK Indonesia. 

Sebenarnya saya agak gundah menerima jabatan ketua dalam bidang tersebut, sebab masih teringat sewaktu di Rakernas Surabaya dan FGD Jakarta, ada sebagian Relawan TIK yang tidak setuju dengan sistem pemberdayaan Relawan TIK berjenjang yang saya buat dan diusulkan oleh Kementrian kepada Relawan TIK Indonesia. Saya hanya melihat suara yang setuju hanya berasal dari kalangan akademisi. Namun saya juga mengingat saat Rakernas di Menado, Eko Prasetya menyampaikan bahwa Relawan TIK Indonesia sudah siap dengan metode pemberdayaan saya yang disebut oleh ibu Mariam Barata dalam Rakernas tersebut sebagai sistem berjenjang. Atas dasar pertimbangan itu semua, saya memutuskan untuk menjalaninya, berkontribusi semampunya.


Selama periode kepengurusan, saya tidak mengoperasionalkan sistem penjenjangan. Saya mencukupkan diri menuangkannya ke dalam buku yang berjudul "Mobilisasi Relawan TIK Indonesia" yang disusun sebagai panduan bagi pengurus organisasi tingkat cabang dan komisariat. Tidak ada permintaan untuk di SK kan oleh ketua umum, tidak ada seremoni launcing, dan tidak ada tindak lanjut pendidikan dan pelatihannya. Saya berlaku sebagaimana sebelum menjadi pengurus, membagikan konten yang dipandang bermanfaat, dan tidak memikirkan apakan konten itu dimanfaatkan atau tidak oleh orang lain, baik sedikit ataupun banyak. Kemanfaatannya diserahkan kepada Allah saja.


Buku tersebut dibuat agar di kabupaten / kota tersedia pelatih anggota dan pengurus; pengurus komisariat dapat menjalankan program mobilisasi tahunan di mana layanannya selaras dengan program pemerintah, perguruan tinggi dan perusahaan mitra; dan terukurnya layanan relawan TIK berdasarkan data kinerja layanan dan kepengurusan. Saya mengelompokan SDM yang melaksanakan layanannya menjadi tiga, yakni kelompok layanan perangkat TIK, kelompok layanan pengguna akhir, dan kelompok layanan informasi. Kelompok yang melaksanakan layanan di lapangan ini disebut Relawan TIK fungsional, dan pengelola layanan dari kalangan pengurus disebut Relawan TIK struktural. Untuk menjamin pengalaman berorganisasi yang beragam, dibuatlah jenjang karir fungsional dari komisariat hingga pusat. 


Dalam konteks pengembangan SDM, saya memberikan gambaran perbedaan tugas pengembangan SDM antara jenjang organisasi komisariat, cabang, wilayah, dan pusat. Di setiap jenjang organisasi harus tersedia SDM pelatih, di mana komisariat bertanggung jawab atas pelatihan anggota (fungsional), sementara organisasi cabang hingga pusat bertanggung jawab atas pelatihan pengurus (struktural) organisasi di bawahnya. Saya mendefinisikan jenjang jabatan fungsional meliputi anggota biasa, pelatih anggota, pengelola komisariat, perintis komisariat, dan pelatih komisariat.
 

Di dalam buku Mobilisasi Relawan TIK Indonesia itu dituangkan konsep mobilisasi Relawan TIK berwujud daur hidup mobilisasi, dan work breakdown structure (WBS) proyek layanan Relawan TIK untuk pelaksanaan serentak nasional. 

Selanjutnya fikiran saya berpusat pada penerapannya di kampus, sehingga munculah gagasan tentang bagaimana relawan TIK terintegrasi dalam sistem pendidikan tinggi. Gagasan tersebut saya terbitkan dalam artikel pada Jurnal Analisis Sistem Pendidikan Tinggi dengan judul "Integrasi Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Sistem Pendidikan Tinggi". Gagasan tersebut berdasarkan apa yang saya kutip dalam buku "Aktivitas dan Kompetensi Relawan TIK". Ada sumber pustaka yang menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan TIK dapat diintegrasikan dengan sistem sekolah reguler, di mana sistem tersebut menerima budaya relawan dan menyediakan SDM relawan berkelanjutan. Oleh karenanya, saya selalu mempromosikan lembaga pendidikan sebagai basis relawan kepada siapa saja yang fokus dengan pemberdayaan relawan. 


Piloting mobilisasi ini saya laksanakan di Sekolah Tinggi Teknologi Garut, berdasarkan piagam kerjasama dengan Relawan TIK Indonesia, dalam wujud program Relawan TIK Abdi Masyarakat sebagai tugas besar mata kuliah Relawan TIK pada program studi Teknik Informatika. Mata kuliah ini dirancang sebagai turunan dari topik Komputer dan Masyarakat dan melengkapi mata kuliah Kuliah Kerja Nyata. Setelah mahasiswa mendapatkan bekal karakter nasionalis religius dari mata kuliah dasar umum, mata kuliah Relawan TIK membentuk karakter tersebut menjadi karakter pengabdi dalam bidang TIK yang lingkup pelayanannya khas TIK. Pembentukan karakter ini diperlukan sebelum mahasiswa bersentuhan dengan problem TIK yang dihadapi oleh masyarakat. Pengalaman lapangan dari para pengabdi dalam program Relawan TIK Abdi Masyarakat yang dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah diharapkan menjadi material pengkayaan materi ajar mata kuliah Relawan TIK.


Untuk keperluan piloting mobilisasi, saya membuat buku kedua berjudul "Relawan TIK Abdi Masyarakat". Buku yang menjadi materi mata kuliah Relawan TIK melengkapi daur hidup mobilisasi tahunan dan menunjang pelaksanaan metodenya / WBS. Sebelum melaksanakan tugas besar, peserta mata kuliah Relawan TIK mendapatkan materi pembekalan yang bersumber dari buku tersebut. Dalam WBS, kegiatannya disebut Pelatihan Tim. Alhamdulillah, Relawan TIK Abdi Masyarakat #rtikabdimas sudah dilaksankaan selama 3 angkatan. Saya terus berupaya membuat kegiatannya secara efektif berhasil mewujudkan maksud mobilisasi dan dapat dilaksanakan secara efisien. Setelah menemukan model terbaik, bila ada umur, saya akan tuangkan dalam edisi kedua "Relawan TIK Abdi Masyarakat". 


Dengan buku tersebut saya berusaha menjelaskan bahwa ormas modern memerlukan pengelolaan faktor produksi yang baik, meliputi manusia pengabdi, mesin digital yang digunakan dalam pengabdiannya, material pengabdiannya, dana kegiatan pengabdiannya, dan metode pengabdiannya. Ormas harus memikirkan sumber pendapatannya yang tidak hanya bersumber dari donasi atau sponsorship saja, tetapi juga dari kegiatan usaha yang memanfaatkan sumber daya internal yang menjadi faktor produksinya. Sumber pendapatan itu dapat beroperasi seiring dengan perjalanan karir anggotanya. Sementara anggota ini terus menerus ada karena dipenuhi oleh komisariat lembaga pendidikan. Dengan demikian, Relawan TIK tidak hanya menjadi medium mobilisasi untuk tujuan pemberdayaan masyarakat dalam konteks ekonomi digital, tetapi juga medium pemberdayaan ekonomi Relawan TIK itu sendiri.  


Mungkin hanya itu yang bisa saya kerjakan selama menjabat sebagai ketua bidang pengembangan SDM Relawan TIK Indonesia. Kalau diumpamakan sebagai proses riset, yang saya kerjakan baru sampai pada milestone pertengahan dalam lingkup kluster kampus. Saat mencapai milestone penelitian dasar, saya menghasilkan naskah "Mobilisasi Relawan TIK Indonesia"; dan saat mencapai milestone penelitian terapan, saya menghasilkan naskah "Relawan TIK Abdi Masyarakat" dan piloting moblisasi Relawan TIK kluster Kampus di Sekolah Tinggi Teknologi Garut. Milestone terakhir yakni pengembangan (hilirisasi) tercapai setelah ditemukan model terbaik dan generik dari praktik piloting tersebut yang akan dituangkan dalam buku Relawan TIK Abdi Masyarakat edisi berikutnya. Semoga saja peta jalannya diulang dari milestone pertama dan dilengkapi dalam pendidikan Doktoral nanti. Semoga segala amal baik yang dikaruniakan Tuhan selama berkegiatan Relawan TIK menjadi wasilah kemudahan prosesnya. Amin.

Masih ada pekerjaan yang belum saya selesaikan untuk menerapkan "Relawan TIK Abdi Masyarakat" ini. Di antaranya adalah mewujudkan BAKORTIKA (Badan Koordinasi Relawan TIK Kampus) yang sebenarnya hanya tinggal mengajukan SK kepada ketua umum saja karena struktur kepengurusannya sudah disusun. Idealnya BAKORTIKA ini menjadi luaran akhir dari tugas yang diberikan ketua umum kepada saya selaku "Gugus Tugas" Kampus. Rakernas Relawan TIK Indonesia di Pemalang telah menyepakati perlunya klusterisasi Relawan TIK dengan mempertimbangkan kekhasan bidang layanannya, sehingga didefinisikan sejumlah kluster, diantaranya adalah kluster kampus. 

Pembentukan BAKORTIKA sah menurut AD/ART Relawan TIK Indonesia. Disebutkan dalam pasal 14, badan merupakan satu kesatuan organisasi, bukan organisasi maya atau organisasi di dalam organisasi. Badan adalah perangkat taktis organisasi dalam menangani bidang-bidang khusus yang bersifat strategis untuk mencapai tujuan Relawan TIK Indonesia berikut ini:
  • Internal (mikro) menyiapkan anggota dalam penguasaan pengetahuan, sikap dan keterampilan individual maupun kerjasama kelompok guna menyelenggarakan tugas‐tugas edukasi sosial, pemberdayaan maupun kegiatan insidental;
  • Organisasional (meso) menjadikan Relawan TIK sebagai sebagai satuan yang mampu bereaksi cerdas, tanggap, bergerak cepat serta bertindak cermat dalam menjalankan tugasnya;
  • Nasional (makro) berkontribusi dan partisipasi dalam berbagai kegiatan pembangunan, kemasyarakatan serta berperan dalam tugas kemanusiaan, dengan cara mengoptimalkan pemanfaatan TIK bagi kemaslahatan masyarakat dan kemajuan bangsa Indonesia.
Kesepakatan klusterisasi Relawan TIK di Rakernas Pemalang yang ditindaklanjuti dengan sosialisasinya dalam Rakernas TIK di Cirebon menunjukan bahwa Kampus termasuk bidang-bidang khusus yang dimaksud. Terlebih kampus adalah tempat strategis yang dapat mewujudkan tiga tujuan Relawan TIK Indonesia. Piloting mobilisasi Relawan TIK Indonesia di Sekolah Tinggi Teknologi Garut menunjukan bahwa tujuan Relawan TIK Indonesia tercapai melalui program Relawan TIK Abdi Masyarakat yang sinergis dengan program pemerintah daerah dan pusat. Sekolah Tinggi Teknologi Garut berhasil menujukan kemampuan taktis Relawan TIK dalam menanggapi bencana yang ada di wilayahnya, seperti bencana banjir bandang dan covid-19


BAKORTIKA ini merupakan kelengkapan yang diperlukan untuk mencapai tujuan milestone ketiga. Hilirisasi konsep integrasi Relawan TIK dengan Sistem Pendidikan Tinggi memerlukan komitmen banyak perguruan tinggi. Moblisasi Relawan TIK Kampus akan menjadi masif dan berdampak nasional bila mobilisasi kampus dijalankan dan medium koordinasinya disediakan. BAKORTIKA diharapkan menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan, sehingga organisasi Relawan TIK Indonesia dapat berdiri kokoh di atas dalil-dali ilmiah yang mendasari gerakan sosialnya.       



Minggu, 13 September 2020

Anda Berdiri di Sisi Khawarij?

Dlm pemahaman semantik saya, anak yg dimaksud dalam kutipan di atas bukanlah SEMUA anak hafiz yg good looking dan penguasaan bhs Arabnya bagus, tetapi HANYA anak dari kelompok MEREKA saja. Yg dimaksud mereka di sana adalah kelompok yg IDE2NYA MENAKUTKAN, seperti takfiri dls. Alasannya adalah krn anak itu bersedia dikirimkan utk melaksanakan misi kelompoknya, yakni membuka ruang pertemuan di masjid yg bisa dimasuki oleh kelompoknya sehingga ide2 tsb bisa disampaikan kpd jemaah masjid. 

Apakah ada hafiz yg menguasai bhs Arab tetapi memiliki ide2 yg menakutkan seperti itu? Ingat saja Ibnu Muljam. Dia adalah hafiz yg tentu saja menguasai bhs Arab, tetapi membunuh Sayidina Ali krn alasan yg menakutkan kita semua. Kelompok nya yg dinamai Khawarij ini senantiasa ada sampai sekarang. Wajar saja bila umat Islam, termasuk pemerintah kita mewaspadai infiltrasi kelompok ini ke dalam pemerintahan. Sangat heran bila ada dari kita yg melindungi kelompok berbahaya ini dan menyerang siapa saja yg berusaha menangkalnya. 

Pemahaman semantik terhadap isi pesan yg dikutip seperti yg saya tunjukan ini biasanya dihidari oleh mereka yg punya masalah psikologis, seperti rasa tdk suka kepada pemberi pesan. Alasannya krn tdk akan menemukan alasan utk mengarahkan "serangan" kpd pemberi pesan. Saya menuliskan ini bukan krn suka atau tdk suka kpd pemberi pesan, tetapi krn agama mengajarkan agar berlaku adil kpd seseorang walau tdk suka kpd dirinya sekalipun. 

Setelah ini mari saya bertanya, di manakah anda berdiri, di sisi Khawarij?