Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Permendikbud 49/2014 Pasal 1:14)

Sekolah Tinggi Teknologi Garut

Diselenggarakan mulai tahun 1991 dan bernaung di bawah Yayasan Al-Musaddadiyah. http://www.sttgarut.ac.id/

Program Studi Teknik Informatika

Berdiri pada tanggal 30 Juni 1998 dan terakreditasi B. http://informatika.sttgarut.ac.id/

Rinda Cahyana

Dosen PNS Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, dpk Sekolah Tinggi Teknologi Garut sejak tahun 2005

Sabtu, 24 Juni 2017

Islam dan Budaya


Menurut pemahaman saya, Islam itu bukan Arab sehingga untuk islami tidak perlu menjadi orang Arab. Nabi Muhammad SAW sendiri mengatakan bahwa pada awalnya Islam itu asing di tempat kelahirannya, banyak menyalahi budaya dan kepercayaan masyarakat Arab saat itu. Hal ini menunjukan bahwa Islam sama sekali tidak berakar dari Arab, tetapi bersumber dari Allah SWT.
Budaya Islam merupakan turunan dari atau sisi manusia yang berinteraksi dengan ajaran orisinil Allah SWT yang keorsinilannya muncul tanpa merujuk sama sekali kepada pemikiran manusia. Islam diturunkan sebagai ajaran universal, yang flexible terhadap budaya masyarakat manapun, bersifat meluruskan agar sejalan dengan ajaran Tuhan. Islam sebagaimana agama lainnya mencelupi budaya manusia.

Kalau ada usaha mengislamikan budaya, maka usaha tersebut bukan menjadikan budayanya bergeser menjadi serba Arab tetapi menjadi lurus sejalan dengan ajaran Islam. Namun usaha ini akan membawa kepada akulturasi, sehingga sangat wajar jika bahasa dan ajaran agama terserap di dalam budaya. Serapan ini tercermin dalam kata serapan asing, pakaian, prosesi, dan lain sebagainya. Sangat wajar jika al-Quran yang menggunakan bahasa Arab terserap dalam bahasa percakapan sehari-hari muslim dan tetangganya di berbagai belahan dunia, terlebih jika kata itu tidak ada padanan katanya dalam kata yang berkembang di tempatnya diamalkan. Bahkan nama Tuhan YME disebut berbeda saat nama-Nya terucap dalam berbagai budaya manusia. Akulturasi ini merupakan proses pemilihan dan peningkatan, di mana manusia dapat sampai kepada tingkat budaya yang sangat maju melalui akulturasi.

Semangat fasis yang menganggap pencapaian budaya bisa dicapai dengan hanya mengembangkan budaya sendiri dan mengisolasi dari kebaikan atau keunggulan budaya asing hanya akan menciptakan manusia asosial, lupa dari kenyataan bahwa manusia itu satu sehingga hakikat budayanya pun satu, dan diciptakan berbangsa-bangsa dan berbudaya agar saling mengenal dan belajar untuk melengkapi diri, melengkapi budayanya. Islam mengajarkan kepada ummat melalu lisan Nabi Muhammad SAW untuk mempelajari sesuatu hingga negeri Cina, sehingga umat Islam tidak menutup diri dari budaya yang sejalan atau dapat lurus dengan ajaran Islam. Allah SWT tidak mengharamkan budaya, akulturasi budaya, selama budaya tersebut sejalan dan tidak menyalahi ajaran-Nya.

Budaya dibangun oleh manusia dan sangat dipengaruhi dan bahkan dibentuk oleh pemikiran, seni, atau keyakinan mereka. Oleh karenanya hal yang sangat wajar apabila Indonesia mewarisi budaya yang sangat beragam termasuk mewarisi hasil akulturasi budaya yang sangat banyak, apakah akulturasi itu sebagai usaha memperkaya budaya yang ada atau sebagai usaha hidup bersama budaya yang ada. Ini merupakan suatu karunia. 

Yang pasti, manusia Indonesia memiliki kehendak memilih dalam usahanya tersebut, berdasarkan pengetahuan atau keyakianannya, sehingga boleh jadi tidak semua bagian dari budaya itu menyatu atau bercampur dengan budayanya. Oleh karenanya hal yang wajar apabila sebagian kelompok menolak dan menerima sebagian dari budaya kelompok lain, seperti misalnya menolak penyerapan bahasa arab ke dalam bahasa sehari-hari dan menerima penyerapan pakaian barat dalam pekerjaan sehari-hari. 

Walau demikian, setiap manusia Indonesia hidup dalam semangat bhineka tunggal ika, sikap toleransi yang menjadi komitmen hidup berbangsa, sehingga sikap penolakan tersebut tidak boleh mencegah kecuali menyalahi Pancasila dan khususnya ketuhanan YME yang menjadi dasar berbangsa dan bernegara. Dalam konteks penyerapan bahasa Arab misalnya, karena tidak menyalahi Pancasila maka sikap penolakan tidak boleh mencegah, dan cukup penolakan itu di dalam dirinya saja. Mencegah dalam bentuk apapun baik secara langsung atau tidak langsung, yang dinyatakan di ruang publik, sama saja menyalahi prinsip Bhineka Tunggal Ika, menyalahi Pancasila, dan merupkan wujud praktik rasial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Kita sadar, budaya ini terus berkembang seiring dengan perubahan yang terjadi di dalam masyarakat Indonesia, dan perkembangan budaya Indonesia ini sejatinya tidak akan menyalahi Pancasila. Budaya Pancasila inilah yang menjadi jati diri budaya Indonesia. Namun sayangnya, sebagian dari bangsa kita, mempersoalkan bagian budaya yang sama sekali tidak menyalahi Pancasila seperti bahasa yang plural namun melupakan budaya yang menyalahi Pancasila seperti sekulerisme, plurasilme, dan liberalisme. Bahasa "semakin arab semakin islami" misalnya menurut pemahaman saya memiliki dua kesalahan, pertama karena penyerapan bahasa yang bersumber dari apa yang dikonsumsi bangsa (baik kitab suci, karya sastra, dls) merupakan hal yang terakomodasi dalam kehidupan plural / bhineka tunggal ika, dan kedua karena penggunaan bahasa yang bersumber dari apa yang dikonsumsi bangsa merupakan hak asasi yang tidak menyalahi Pancasila dan bahkan dilindungi UUD 45

Selasa, 13 Juni 2017

Buka Bersama Milad Smartfren Community Garut 2017


Selasa, 13 Juni 2017, saya menghadiri undangan buka bersama di Jemani Hotel. Undangan tersebut disampaikan oleh Ipan Setiawan selaku leader dari Smartfren Community Garut. Satu tahun yang lalu, tepatnya tanggal 29 Mei 2016 adalah peluncuran komunitas ini. Teringat saat itu saya menjembatani komunikasi Ipan Setiawan dengan Sekolah Tinggi Teknologi Garut dan Diskominfo (Dinas Komunikasi dan Informatika) kabupaten Garut. Dengan demikian, ini adalah milad yang kedua bagi komunitas tersebut.


Saya agak terlambat datang ke lokasi, karena sebelumnya harus mengawal Pesantren Teknik Tujuh Hari dulu. Saat tiba di lokasi, saya berpapasan dengan kang Wildan dari Fakultas Komunikasi Universitas Garut yang juga diundang. Ipan Setiawan dan pak Dikdik Hendrajaya nampak duduk di depan di samping pak Ustadz yang sedang memberikan kultum. Melalui Whatsapp pak Dikdik meminta saya duduk di kursi paling depan yang masih kosong. Saya menjawab, akan berada di belakang saja.  


Di belakang saya disapa oleh para purna Himpunan Mahasiswa Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Garut yang rupanya juga hadir di sana. Sebagai orang yang senang mengabadikan kejadian untuk kepentingan evaluasi diri, saya mengajak mereka untuk selfie. 


Akhirnya waktu Magrib telah tiba. Saya menyalami pak Dikdik yang berjalan ke belakang menuju sajian iftar. Beliau meminta maaf tidak sempat memberi tahu soal kegiatan ini. Saya sampaikan bahwa kemarin saya telah diberi tahu oleh Ipan Setiawan. 

Satu hari sebelumnya Ipan Setiawan juga meminta saya mengusahakan agar kepala Diskominfo Garut dapat hadir. Saat itu saya menyarankan agar dikirim saja surat undangan ke Diskominfo. Tapi rasanya undangan itu belum disampaikan oleh Ipan Setiawan, sehingga beberapa jam sebelum acara buka bareng saya berusaha menghubungi kepala Diskominfo Garut. Dalam komunikasi melalui telpon, beliau menyampaikan permohonan maaf karena sedang dinas sehingga tidak bisa hadir. Sekretaris beliaupun tidak bisa hadir sehubungan ada kegiatan lain yang sudah direncanakan. Saya sampaikan informasi tersebut kepada Ipan Setiawan di lokasi. 

Saat meminum secangkir air dingin, saya berbincang dengan kang Seno dari Smartfren. Beliau berkata seraya menunjuk logo Relawan TIK Indonesia yang tersemat di seragam yang saya kenakan, "ini dia orang yang sangat militan". Beliau mengatakan bahwa Smartfren di Bandung juga bekerjasama dengan Relawan TIK Indonesia dalam melaksanakan literasi di sekolah-sekolah. 

Selepas minum saya turut pak Dikdik ke bawah untuk salat Magrib. Setelah itu saya bersama beliau pamit pulang kepada pihak Smartfren. Di bawah bertemu dengan Ipan dan kami juga menyampaikan pamit. Saya memberikan penjelasan sebab pamit adalah karena diminta oleh istri untuk makan bersama di rumah sebelum berangkat ke acara ini. Magrib itu akhirnya saya pun meluncur pulang menuju keluarga di rumah.

Minggu, 11 Juni 2017

Pesantren Teknik Tujuh Hari 2017


Minggu 11 Juni 2017, bertempat di Area 306, dilaksanakan pembukaan Pesan Ti Juhri angkatan kelima, kegiatan tahunan setiap bulan Ramadhan yang digelar oleh Sekolah Tinggi Teknologi Garut. Tahun ini, singkatan "Ti" dari Pesan Ti Juhri berubah kepanjangannya dari Teknologi Informasi menjadi Teknik untuk menggambarkan perubahan komposisi materi yang awalnya serba teknologi informasi menjadi teknik sehingga meliputi teknik industri, teknik sipil, dan informatika sesuai program studi yang diselenggarakan di Sekolah Tinggi Teknologi Garut. 

Dulu pertama kali Pesan Ti Juhri saya selenggarakan bersama Komunitas TIK Garut sebagai upaya membukakan pintu kontribusi Agama atau Pesantren terhadap teknologi informasi, atau yang sering diistilahkan Pesantren4ICT. Kegiatan tersebut merupakan pelengkap gerakan ICT4Pesantren Sekolah Tinggi Teknologi Garut sebagai usaha membantu penerapan TIK di lingkungan pesantren.

Istilah Pesantren Teknik pertama kali saya munculkan pada saat Ponpes (Pondok Pesantren) Mahasiswa Sekolah Tinggi Teknologi Garut masih ada, setelah adanya usulan dari alm DR KH Maman Abdurrahman Musaddad selaku ketua Ponpes agar muatan materi di Ponpes tidak hanya keagamaan saja, tetapi juga dilengkapi dengan materi teknik umum. Gagasan pesantren teknik ini tetap saya usung hingga kini dan diwujudkan walau hanya sebatas buletin atau pesantren tujuh hari saja. 

Pesan Ti Juhri tahun ini mengusung tema Hijrah Dua Dunia, dalam pengertian pindahnya manusia dari gelapnya ketidakseimbangan perikehidupan dunia nyata dan dunia maya menuju cahaya keseimbangannya. Hal ini diupayakan dengan menyusun materi yang fokus pada 
  1. Kendali perilaku dan kualitas interaksi antar personal di ruang digital
  2. Kesehatan diri, tempat, dan pergaulan di dunia tanpa batas
  3. Pengantar bisnis dan teknologi dalam ekonomi digital



Kegiatan ini merupakan pekan sedekah ilmu, di mana Area 306 selaku penyelenggara menyediakan fasilitas dan peserta bagi siapa saja untuk mensedekahkan pengetahuannya dalam rentang waktu tujuh hari di bulan Ramadhan ini. Alhamdulillah, selain dosen program studi Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Garut yang mau bersedekah, prodi Teknik Industri dan prodi Teknik Sipil pun ikut serta dengan diwakili oleh ketuanya masing-masing. Selain itu STAIM (Sekolah Tinggi Agama Islam al-Musaddadiyah) juga menyatakan kesediaannya untuk mengisi dua materi terkait muamalah. 

Diskominfo (Dinas Komunikasi dan Informatika) kabupaten Garut mewakili pemerintahan juga menyatakan siap bergabung. Dari unsur masyarakat, turut bergabung Himpunan Alumni Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Garut, Komunitas TIK Garut yang diwakili Garut Smartfren Community, Relawan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) Indonesia, dan Gabungan UMKM Indonesia. 

Pesantren ini diselenggarakan untuk membentuk perilaku masyarakat Indonesia yang produktif dan seimbang. Peserta diberi pemahaman tentang kehidupan digital mulai dari kesadaran personal, silaturahmi, hingga kegiatan meningkatkan rizqi melalui jaringan. Dengan analisis SWOT al-Ghazali yang disarikan dari Minhajul Abidien peserta diharapkan dapat menyadari kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan hambatan alamiahnya; untuk kemudian dikelola dengan baik agar kualitas silaturahmi dan pencarian rizqinya semakin hari semakin baik. 

Selain kesadaran tersebut, peserta juga diberi tahu tentang pegangan nilai di dunia digital, yakni karakter digital nusantara. Secara khusus bahasannya nanti mengkerucut pada nilai baik dan buruk dalam konteks silaturahmi dan pencarian rizqi yang  bersumber dari agama Islam. Tidak hanya sebatas pemahaman akan nilai, peserta juga diberi pengetahuan tentang kewirausahaan digital dan perintisan usahanya. Selain itu peserta diberi tahu tentang cara penyajian gagasan dengan teknologi dan mendiskusikan gagasan tersebut secara efektif dan efisien agar dapat meningkatkan produktifitas. Semua itu disajikan dalam rangkaian materi selama sepekan. 


"Barangsiapa yang ingin dipanjangkan usianya dan dibanyakkan rezekinya, hendaklah ia menyambungkan tali persaudaraan” 
(H.R. Bukhari-Muslim)

Alhamdulillah, peserta juga diundang oleh Smartfren untuk hadir buka bersama di Jemani Hotel pada tanggal 13 Juni 2017, selepas kegiatan di Area 306 untuk buka bersama. Peserta yang hadir dalam pembukaan tadi berasal dari  Komunitas TIK SMKN 10 Garut, dan Himpunan Mahasiswa Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Garut. Peserta ada yang berasal dari kecamatan Tarogong Kaler, Kadungora, Salawu, Cilawu, dan Garut Kota. Karena ada peserta yang berasal dari perbatasan Tasikmalaya - Garut, maka rangkaian kegiatan tiap harinya diubah, selesai kegiatan asalnya jam 17.00 menjadi 16.00.

Komunitas TIK SMK Ciledug sore itu mengonfirmasi kehadirannya pada hari kedua. Sebelumnya saya telah mengundang juga Himpunan Mahasiswa program studi lainnya dan Himpunan Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam al-Musaddadiyah. Hari ini mahasiswa Sekolah Tinggi Teknologi Garut tidak ikut karena baru selesai ujian akhir semester. 

Kegiatan ini saya selenggarakan hanya bermodalkan silaturahmi dan uang spanduk dari program studi Informatika saja. Diskominfo Garut, SMKN 10 Garut, SMK Ciledug khusus diundang karena ada piagam kerjasama dengan Sekolah Tinggi Teknologi Garut. STAIM diundang karena merupakan mitra tetap Pesan Ti Juhri. Alhamdulillah, pengurus Himpunan Mahasiswa Informatika bersedia membantu operasional kegiatan. Seremoni yang memakan biaya saya abaikan, selain karena tidak ada biayanya juga karena hajat utamanya adalah amaliah sedekah ilmu. Semoga menjadi tambahan pahala berlipat di bulan Ramadhan yang mendekatkan kepada rahmat dan ampunan-Nya. Amien. 

Kamis, 08 Juni 2017

FGD Jabar Smart Province


Rabu, 7 Juni 2017, bertempat di ruang pertemuan BAPPEDA kabupaten Garut, diselenggarakan FGD terkait kesiapan daerah menuju JBSP (Jawa Barat Smart Province). Kegiatan BPPKI (Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika) Bandung yang berada di bawah Balitbang (Badan Penelitian dan Pengembangan) Sumber Daya Manusia Kemkominfo (Kementrian Komunikasi dan Informatika) Republik Indonesia itu diberikan sambutan oleh Sekretaris Diskominfo (Dinas Komunikasi dan Informatika) kabupaten Garut. Saya turut hadir mewakili unsur masyarakat dari kalangan dosen perguruan tinggi (Negeri / Swasta).

Beberapa hari sebelumnya saya menerima surat undangannya dari Diskominfo kabupaten Garut. Surat tersebut ditujukan untuk Relawan TIK Indonesia cabang Garut. Saya sampaikan bahwa saya sudah tidak lagi menjabat sebagai ketua organisasi tersebut, tetapi saya akan menyampaikan suratnya kepada ketua yang baru. Akhirnya saya kirimkan foto suratnya kepada Muhammad Rikza Nasrulloh selaku ketua umum pengurus Relawan TIK Indonesia cabang Garut melalui Whatsapp. 

Pada hari pelaksanaan, Rikza menghubungi dan bertanya tentang kehadiran saya dalam kegiatan tersebut. Saya sampaikan kalau saya tidak masuk dalam undangan. Sebelumnya saya pernah menanyakan kepada Diskominfo Garut apakah dosen Sekolah Tinggi Teknologi Garut turut diundang? Jawaban yang diterima adalah tidak ada informasi apakah diundang atau tidak, karena penyelenggaranya bukan Diskominfo Garut. Kalau saya lihat di lampiran daftar pesertanya dalam surat tersebut memang tidak dituliskan alamat dan telp Dosen yang dimaksud. 


Lima menit sebelum kegiatan Rikza kembali menghubungi dan mengatakan kalau saya diundang oleh penyelenggara. Katanya penyelenggara menyangka saya masih di Relawan TIK Garut, dan saya bisa hadir dalam kapasitas sebagai Dosen Perguruan Tinggi di Garut. Pada tahun yang lalu saya pernah mengikuti FGD yang diselenggarakan oleh BPPKI Bandung, sehingga saat masuk ke dalam ruang pertemuan beberapa di antaranya dari BPPKI Bandung dan saya saling mengenali. Saya sampaikan bahwa saya sekarang tidak lagi dalam kepengurusan Relawan TIK Indonesia cabang Garut, tetapi dalam kepengurusan Relawan TIK Indonesia pusat bidang pengembangan SDM.

Dalam kesempatan tersebut saya memberikan gambaran pengalaman smart city dalam game SimCity, di dalamnya terdapat optimalisasi Sistem Informasi dan Internet of Things. Disampaikan bahwa usaha mewujudkan JBSP harus ditunjang oleh kebijakan dan anggaran. JBSP bergantung kepada terwujudnya Smart City di kabupaten dan kota se Jawa Barat, dan juga bergantung kepada terwujudnya Smart Villages yang bersentuhan langsung dengan personal masyarakat. Mewujudkan itu semua butuh komitemen pemerintah dari mulai tingkatan desa / kelurahan hingga provinsi, khususnya terkait infrastruktur teknologi informasi yang meliputi platform teknologi, personel, dan layanannya. 

Tidak kalah penting dari platform adalah pengembangan SDM (sumber daya manusia). Di SKPD harus tersedia SDM yang dapat melaksanakan layanan teknologi informasi seputar penyediaan dan pemeliharaan perangkat TIK (teknologi informasi dan komunikasi). Harus ada komitmen pemerintah untuk merekrut ASN (aparatur sipil negara) yang dapat melaksanakan layanan tersebut, dan menyediakan basis pengetahuan TIK yang sangat bermanfaat saat ASN mengalami rotasi pekerjaan atau tempat kerja. Selain itu pemerintah harus membuat kesepakatan dengan pengembang yang mendukung tercapainya level kematangan pengembangan sistem yang baik, sehingga tersedia akses penuh ke platform yang dikembangkan dan juga dokumentasinya. 

Di luar SKPD, pemerintah harus mengupayakan pusat layanan TIK bagi masyarakat. Saya mengungkapkan kembali gagasan Telecenter sebagai unit bisnis Badan Usaha Milik Desa yang pernah disajikan dalam temu ilmiah Balitbang Kemkominfo. Pusat layanan tersebut memanfaatkan aset pemerintah desa dan dikelola oleh SDM terlatih untuk menjalankan pendampingan masyarakat terkait pemanfaatan dan / atau penerapan informasi dan TIK. Sub bidang usaha di pusat layanan tersebut meliputi kursus keterampilan, serta toko dan bengkel perangkat TIK. Kalaupun tidak tersedia di desa / kelurahan, pusat layanan tersebut harus tersedia di kecamatan atau di kabupaten / kota. SDM terlatihnya dapat memanfaatkan anggota Relawan TIK Indonesia yang ada di wilayah tersebut. 

Pusat layanan TIK ini harus ada karena penyediaan perangkat TIK harus dibarengi oleh pendampingan masyarakat, yang tidak cukup hanya sekedar penyadaran dan pelatihan sekali saja, tetapi juga harus dilakukan berkali-kali dan dilengkapi oleh bantuan teknis paska pelatihan. Dengan demikian ada SDM TIK yang tersedia dan dapat diakses oleh ASN ataupun masyarakat. Tanpa SDM yang memadai secara jumlah dan kemampuan, investasi TIK yang mahal hanya akan menjadi mubadzir karena perangkat TIK tidak dapat digunakan oleh para penggunanya. 

Selain itu saya mengingatkan pentingnya pembentukan smart peoples, khususnya karakter yang menyebabkan pengguna teknologi dapat menggunakan informasi dan TIK dengan baik. Hubungan masyarakat dan pemerintah yang kondusif ditunjang oleh karakter digital tersebut. Tanpa terbentuknya karakater digital, akan muncul gangguan yang tumbuh dengan cepat dan melemahkan atau merugikan hubungan baik pemerintah ataupun masyarakat, dan menghambat perkembangan JBSP. Diperlukan kerjasama Diskominfo dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementrian Agama untuk membangun karakter digital masyarakat. Seandainya tidak dapat masuk dalam kurikulum, kegiatan literasi digital dapat dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler yang didukung oleh dinas terkait. Relawan TIK Indonesia atau Pramuka dapat dilibatkan dalam mengemban tugas literasi digital tersebut.