Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Permendikbud 49/2014 Pasal 1:14)

Sekolah Tinggi Teknologi Garut

Diselenggarakan mulai tahun 1991 dan bernaung di bawah Yayasan Al-Musaddadiyah. http://www.sttgarut.ac.id/

Program Studi Teknik Informatika

Berdiri pada tanggal 30 Juni 1998 dan terakreditasi B. http://informatika.sttgarut.ac.id/

Rinda Cahyana

Dosen PNS Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, dpk Sekolah Tinggi Teknologi Garut sejak tahun 2005

Sabtu, 22 Februari 2020

Wafatnya Guru Tauhid Kami


Hari ini, Sabtu, 22 Februari 2020, guru Tauhid kami, alm. ust Bubun Bunyamin  wafat. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiuun.

Melalui beliau kami mendapat ilmu bermanfaat dari kitab Tijan. Beliau adalah jembatan yg menghubungkan kami dgn ilmu Tauhid Kyai Choer Affandi. Dgn ilmu tersebut kami memahami keragaman pemahaman akidah; dan bagaimana ASWAJA memposisikan diri di antara akidah tersebut, seperti bagaimana meluruskan pemahaman Wahdatul Wujud dgn ASWAJA.

Selama menimba ilmu, soal Tauhid lah yg menarik perhatian saya. Alam fikir ini senantiasa berkutat dgn Dia, sehingga seringkali lesatan cahaya muncul saat dzikr dan maujud sebagai rangkaian kalimat yg membahas seputar akidah Islam. Setelah rangkaian kalimat itu memenuhi buku tulis, saya hadapkan bukunya kpd almarhum. Saya ingin memeriksakan isinya sebab merasa khawatir dgn talbis Iblis. 

Setelah beberapa hari berlalu, beliau menyerahkan buku itu kembali dengan tanpa sedikitpun komentar. Roman wajah beliau baik2 saja. Tdk adanya komentar membuat saya merasa sendirian. Tetapi sekarang saya memahami, sekiranya dalam buku itu ada isi yg bermasalah, sebagai guru, beliau pastinya akan memberitahukan hal tsb. Sebagaimana dulu saat saya mengkonsultasikan isi surat, beliau mengomentari apa yg kurang tepat. Saya memahami, diamnya guru sebagai tanda keridhaan. Apa yg tertulis dalam buku itu, merupakan keberkahan dari ilmu yg telah beliau sampaikan.

Dgn bekal ilmu tersebut, saya mengenal Allah, dapat membedakan rasa kedekatan dan kejauhan dgn Allah, memiliki kesempatan utk memahami cinta Nya. Beliau adalah guru yg diharapkan nasihatnya atas tulisan yg saya buat saat mendekati dan menjauhi Nya. Oleh karena itu, semoga manfaat ilmu yg beliau sampaikan, menjadi manfaat bagi beliau di alam Barzakh.

Selepas salat jenazah, ust Murgo Suryono bercerita, bahwa sebelum wafat, almarhum pernah berkata, bahwa mungkin usianya tdk akan sampai 50 tahun. Hari ini beliau meninggal saat beliau berusia 49 tahun. Hanya orang saleh yg benar-benar mempersiapkan perjumpaan dgn Rabb nya. 

Semoga beliau memaafkan segala sikap dan perilaku saya yg tdk baik. Dan tdk ada sedikitpun maaf yg harus diminta dari para murid. Sesakit apapun rasanya sikap guru kpd murid, hal tersebut adalah sebuah nikmat perhatian yg sangat disyukuri sezarah demi sezarah. Sebaliknya, ketidaksantunan murid kpd gurunya, merupakan kepedihan di hati murid yg dirasakan sezarah demi sezarah. Jazakallah Khairan. Amin.


Jumat, 21 Februari 2020

Anak Asuhan Sungai

Gambar Ilustrasi

ANAK ASUHAN SUNGAI

Saya merasa sedih dgn adanya musibah yg menimpa siswa sekolah yg terseret arus sungai yg datang tiba2 saat menjelajahi sungai. Saya pun merasa bersyukur karena Allah memberikan perlindungan dari musibah tersebut semasa saya melakukan kegiatan yg sama di masa kecil dulu.

Semasa SMP dulu, saya mengikuti berbagai jenis kegiatan terkait rute perjalanan. Umumnya dalam rutenya terdapat pos ujian. Seperti dlm kegiatan perjalanan malam PERSAMI dari sekolah, makam, dan kembali ke sekolah berjalan berdua; atau kegiatan melewati pos ujian secara berkelompok pd saat JAMBORE Kwarcab di siang hari; atau kegiatan Hicking di luar agenda organisasi, di mana kakak dan adik Pramuka semuanya berbaur.

Berjalan adalah bagian dari kegiatan kami. Saat menonton film Tjoet Njak Dhien, kami berjalan dari SD Panglejar ke Bioskop, sekitar 1.7 km. Menjelang pembagian raport kami melakukan botram (makan bersama) di kolam renang Ciheuleut, sekitar 1.3 km. Dan saat upacara nasional, kami berjalan menuju alun-alun Tugu Benteng Pancasila, sekitar 1 km.

Saya masih mengingat kegiatan Hicking yg penah diikuti. Kami jalan bersama dari pangkalan SMPN 2 Subang menuju area Bumi Perkemahan Ranggawulung melalui jalanan perdesaan, sungai, dan jalan setapak di hutan. Ada satu sungai di daerah Pasirkareumbi yg kami lintasi.

Saat akan melintasinya, terlebih dahulu kakak Pramuka memeriksa dan menentukan jalan yg harus kami lalui. Selanjutnya kami menyebrangi sungai dgn berpegangan tangan. Saya agak grogi krn kakak Pramuka meminta saya untuk berpegangan tangan dgn adik anggota puteri. Kegiatan tsb dilaksanakan hanya setengah hari.

Hicking juga saya lakukan bersama teman-teman GMA (Generasi Muslim al-Muhajirin). Kami menyebutnya Rihlah yg dilaksanakan pd bulan Ramadhan. Sangat mudah menemukan praktik Kepramukaan di GMA mengingat founder dan anggota angkatan awal banyak dari kalangan Pramuka.

Rihlah dilaksanakan selepas salat Isya. Sama seperti di Pramuka, kakak dan adik angkatan semuanya bersatu dlm satu barisan. Ada sebagian yg membawa obor, jenis penerangan yg dibawa selain senter. Berbeda dgn Pramuka, barisan dikelompokan menjadi dua berdasarkan jenis kelaminnya.

Malam itu kami menempuh rute yg sama, melewati daerah Pasirkareumbi. Hanya saja kami tidak belok kanan menuju sungai, tetapi belok kiri menuju hutan. Di tengah kegelapan hutan itu kami mengikuti jalan beraspal sambil melantunkan dzikr bersama. Hingga tiba lah kami di desa dan bermalam di masjid dan madrasah yg ada di sana.

Pagi harinya di waktu Dhuha, kami pun berangkat dari desa tsb utk melanjutkan perjalanan. Saat itulah kami menemukan ada sungai besar yg harus dilewati. Sungai Cipunagara yg kami lewati ini memiliki pemandangan khas pertanian. Ada sejumlah kincir air yg terpasang utk membawa air ke tempat di atasnya di mana sawah berada. Dan kami pun sampai di daerah Nyimplung menjelang Dzuhur yg panas. Ujian berpuasa yg luar biasa.

Rupanya penjelajahan sungai itu terasa sangat mengasikan. Dalam kegiatan Pramuka dan GMA, melintasi sungai hanyalah bagian kecil dari rute saja. Saya pernah mengikuti aliran sungai dari titik awal di Pasirkareumbi hingga ke titik akhir di Nyimplung bersama teman bermain. Ada keasikan saat mengikuti aliran sungainya, seakan sedang menguak misteri ujung sungai.

Mungkin ketertarikan saya terhadap aliran sungai sangat dipengaruhi oleh masa bermain yg tdk jauh dari sungai. Rumah orang tua berada dekat dengan sungai. Hampir sering saya melihat sungai itu berarus deras dan kering. Sesekali saya turun utk menemukan benda menarik yg terbawa arus sungai. Permainan yg menyenangkan di sungai pd masa TK - SD itu adalah melayarkan perahu kecil di pintu air. Saya pegangi tali yg terikat ke perahu tersebut, dan mata ini takjub melihat perahu bergerak ke kanan dan ke kiri mengikuti arus deras sungai di pintu air tsb.

Kami boleh lah disebut anak2 air. Lingkungan bermain kami dekat air. Saya tdk pernah sengaja berenang di sungai tsb, tapi pernah mengalami tercebur dua kali. Pertama, saat memainkan mainan roda di atas jembatan, tercebur krn gagal menjaga keseimbangan. Kedua, saat berusaha menangkap bola dlm permainan boy2an, tercebur krn gagal melihat pijakan yg sdh berakhir di ujung sungai. Atraksi yg dianggap hebat oleh remaja di desa saya adalah meloncati sungai. Sewaktu kecil dulu sungainya nampak sangat lebar, sekarang tdk perlu menjadi hebat utk meloncatinya.

Saya merasa penasaran, ke mana sungai tempat saya pernah tecebur itu mengalirnya? Saya pun mengikuti aliran sungainya sendirian, melewati jalan raya, mengikuti jalan pinggir sawah, dan tentu saja yg terlihat aliran ini tdk bertepi. Dari sana saya mencukupkan diri seraya membuat dugaan kalau sungai itu mengarah ke kebun Karet Wanareja tempat di mana bapak saya bekerja.

Kami sepertinya memang anak asuh sungai. Saat SD dulu, saya suka bermain di sungai pinggir kantor kelurahan Soklat, dekat Masjid al-Muhajirin tempat saya berkegiatan bersama GMA beberapa tahun kemudian. Teman bermainnya adalah Iwan, yg rumahnya tdk jauh dari kantor kelurahan. Di sungai itu kami menemukan tanaman air tumbuh lebat. Kami menjadikannya sebagai rumah. Utk saat itu, permainan tsb nampak menyenangkan.

Semua sungai yg saya ceritakan bukanlah sungai jernih sebagaimana sungai di dusun dekat hutan. Maklum saja, rumah orang tua saya, tempat di mana saya bermain adalah daerah perkotaan. Saat itu sungainya hanya berbau lumpur sawah berwarna coklat, seperti warna tanah setelah tergenangi air hujan. Walau demikian, ibu selalu menyuruh saya lekas mandi bila tercebur ke sungai tsb.

Saat SMA, saya juga beberapa kali menjelajahi sungai di daerah Sompi yg berbatasan dgn bumi perkemahan Ranggawulung. Saya dibawa teman-teman PMR menuju air terjun kecil yg katanya indah. Rute nya melewati pesawahan, lalu menapaki jalan yg di kanannya mengalir air dari mata air yg terlihat bening. Kemudian kami menjelajahi sungah, meloncati bebatuan, menemui banyak serangka yg terbang di atas air ataupun berenang. Hingga tibalah kami di air terjun tersebut. Suara gemercik airnya menyegarkan fikiran, membebaskan diri dari penat rutinitas belajar mingguan.

Sepertinya pengalaman menjejaki sungai itu sangat berkesan, sehingga saya memimpikan penjelajahan yg lebih menakjubkan lagi. Dlm mimpi itu saya menemukan gua yg tersembunyi di balik sungai. Gua itu mengarah ke Ranggawulung. Mimpi itu terasa sangat nyata, bahkan hingga saat ini. Hampir saja saya meyakini mimpi itu sebagai sesuatu yg benar adanya.

Saya bersyukur karena saat itu tdk mengalami musibah sebagaimana dialami oleh para siswa tsb. Tdk bisa membayangkan betapa ngerinya bila musibah semacam itu menimpa saya dan teman-teman. Semoga dlm setiap hobi yg kita jalani, kita senantiasa dilindungi Nya, bersama orang2 yg mengawasi resiko, dan tdk lupa selalu mengingat Nya di awal dan akhir perjalanan.

http://rindacahyana.sttgarut.ac.id/2020/02/anak-asuhan-sungai.html

Keberadaan Teori dan Praktik Pancasila



Keberadaan praktik moral dlm kenyataan, bersandar pada keberadaan pengamalannya; tetapi keberadaan teori moral tdk bersandar kpd keberadaan para pengamalnya. Ada atau tdk ada para pengamalnya, teori itu ada sejak ia dinyatakan hingga ia dilupakan.

Pancasila bukanlah agama dan tdk satu level utk disejajarkan. Pancasila adalah 5 prinsip berkehidupan yg dianggap dapat mewujudkan dan sekaligus kompatibel dgn karakteristik umum bangsa Indonesia. Sumber penggalian prinsipnya adalah dari mana bangsa Indonesia memperoleh karakter tsb, yakni kearifan lokal bangsa Indonesia, baik agama dan selainnya.

Membuktikan Pancasila sebagai prinsip yg benar berdasarkan keberadaan manusia Indonesia yg dapat menjadi "Kearifan Lokal Indonesia yg Hidup" sangatlah berlebihan. Pancasila bukanlah agama atau kitab suci, dan tdk ada satupun manusia Indonesia yg diutus Tuhan utk menjadi "Pancasila yg Hidup", sebagaimana Nabi SAW yg merupakan al-Quran yg Hidup. Selalu pasti ada cacat cela pada diri pemimpin manusia biasa, baik besar ataupun kecil, terbuka ataupun tertutupi.

Menjadikan Islam sebagai dasar negara belum tentu melahirkan pemimpin yg moralnya sejalan dgn Islam, baik di depan rakyatnya, ataupun di ruang private di antara kalangannya sendiri. Bahkan sebelum dikatakan menyalahi moral Islam oleh kalangannya, pemimpin tsb sangat mungkin dikatakan menyalahi moral oleh lawan politiknya. Oleh krn nya, sangat perlu juga utk mempertanyakan kembali kpd mereka yg mempertanyakan pengamalan moral, pengamalan menurut teori atau penafsiran siapa?

Bangsa yg bersepakat utk hidup bersama di bawah prinsip berkehidupan yg benar menurut kearifan lokal yg diyakininya telah berpijak pada titik awal perjalanan yg benar. Manusia yg dlm berkehidupannya senantiasa berpegang pada kearifan lokal, tdk akan dapat hidup bersama atau tdk akan berikatan dgn kokoh bila kearifan lokal yg menjadi pegangannya tdk diakomodasi dlm prinsip berkehidupan bersama yg disepakati bersama. Timbul tenggelamnya penerapan kearifan lokal dlm keseharian hidup merupakan dinamika peradaban, dan para penjaga kearifan lokal lah yg senantiasa hadir menjaga warisan kearifan lokalnya agar tetap ada dan menjadi pegangan.

Senin, 17 Februari 2020

Memperhatikan Kesan Turis akan Kebersihan Kota


Saat macet di dekat jembatan kereta jln Ciwalen, saya sempat memotret bak sampah yg berada di bahu jalan. Jalanan menjadi tersendat krn terjadi penyempitan jalan yg disebabkan oleh hambatan yg ada di bahu jalan kiri dan kanan, yakni bak sampah dan tumpukan batu proyek reaktivasi Kereta Api. Kendaraan yg lewat jembatan tsb harus giliran melalui jalan yg hanya cukup utk dilewati satu mobil tsb. 

Rupanya bak sampah yg diletakan di bahu jalan bukan hanya di sana saja. Ada beberapa titik di seputaran kota yg saya lihat kondisinya demikian. Terbayang apa yg ada di dalam benak turis asing dari negara maju saat melewati jalanan tsb. Jadi teringat mahasiswa Korea Selatan yg sangat sensitif thd sesuatu yg kotor. Mereka mungkin akan merasa sangat jijik saat melewati bak sampah di jalanan. 

Yg dikhawatirkan dari kondisi tsb adalah kesan tersebut digeneralisir sehingga pendatang dari negara maju menyimpulkan secara keseluruhan tempat yg mereka kunjungi itu jorok, dan mereka tdk berani nyicipi makanan yg dijajakan pedagang kecil yg menjajakan dagangannya bukan di mall atau kios yg besar. Kalau kondisinya demikian, para pedagang kecil mungkin tdk akan mendapat manfaat dari kehadiran pendatang dari negara maju selain sebatas jadi objek foto saja. Jadi teringat mahasiswa Korea Selatan yg enggan meminum air di warung pinggir jalan yg menurut kita relatif bersih. 

Tetapi semoga itu hanya anomali saja, tdk semua pendatang dari negara maju seperti itu. Tetapi tdk salah juga bila kita memperhatikan cara kita mengelola kebersihan utk membuka peluang adanya kesan dlm benak para turis bahwa kota kita ini bersih, sehingga turis merasa nyaman melewati jalanan kota serta mencicipi makanan dan minuman di lapak2 pedagang kecil.

Jumat, 14 Februari 2020

Memahami Makna Agama yg Menjadi Musuh Pancasila secara Kontekstual



Sedang ramai ghibah masal di medsos ttg pernyataan pejabat publik. Tdk sedikit ghibah tsb dibumbui caci maki, tdk hanya kpd pribadi pejabat tsb, tetapi juga kpd setiap netizen yg berusaha menyampaikan pemahaman positifnya thd pernyataan tsb. Seakan tdk senang kalau kesempatan utk menghujat pribadi dan pemerintah itu dihambat.

Siang tadi bahkan terlihat satu konten grafis di salah satu grup FB yg menyandingkan pejabat tsb dgn tokoh komunis, lengkap dgn kalimatnya. Hal tsb menggambarkan adanya upaya kelompok tertentu utk menggiring opini publik agar ucapan tsb dianggap buah fikir komunisme. Mungkin mereka berharap agar publik meyakini pemerintah ini menyokong komunisme, sebagaimana propaganda yg banyak disebarkannya beberapa tahun ke belakang. Sungguh miris.

Ucapan pejabat tsb dibuat judul di media dgn judul "Agama Jadi Musuh Terbesar Pancasila". Saya mencoba memahami pernyataan beliau secara kontekstual dgn mencermati pernyataan lengkapnya. Bagi yg tdk suka dgn hasilnya nanti, saya meminta maaf. Tdk semua orang bisa saya puaskan. 

Dalam salah satu media, saya menemukan kutipan pernyataan beliau demikian: "Belakangan juga ada kelompok yang mereduksi agama sesuai kepentingannya sendiri yang tidak selaras dengan nilai-nilai Pancasila"

Beliau menjelaskan siapa kelompok yg dimaksud: "Si Minoritas ini ingin melawan Pancasila dan mengklaim dirinya sebagai mayoritas, ini yang berbahaya".

Hal berbahaya yg dianggap oleh beliau melawan Pancasila adalah sikap memaksakan kehendak. Beliau mengungkapkan hal kebalikannya sebagaimana dikutip oleh media, "Sebagai kelompok mayoritas yang sebenarnya, NU dan Muhammadiyah mendukung Pancasila. Kedua ormas ini tak pernah memaksakan kehendak."

Bagaimana kelompok minoritas ini memaksakan kehendak? Beliau menjelaskan bahwa "Mereka antara lain membuat Ijtima Ulama untuk menentukan calon wakil presiden". Tdk ada yg salah dgn membuat Ijtima tsb.

Namun kesalahan tsb barangkali muncul saat Ijtima digunakan utk memaksakan kehendak. Beliau nampaknya menyimpulkan adanya kondisi pemaksaan kehendak tsb berdasarkan indikasi adanya kekecewaan dlm diri kelompok tsb saat politisi yg disokongnya menafikan manuver tsb. Media mengutip pernyataan beliau, "Ketika manuvernya kemudian tak seperti yang diharapkan, bahkan cenderung dinafikan oleh politisi yang disokongnya mereka pun kecewa".

Ijtima merupakan urusan agama. Saya mengira yg dimaksud oleh beliau dgn "mereduksi agama" adalah menjadikan Ijtima tsb utk memaksakan kehendak. Dlm pemahaman beliau, sikap memaksakan kehendak itu tdk sejalan dgn nilai Pancasila. Sementara Pancasila itu selaras dgn Agama. Artinya, sikap memaksakan kehendak tsb bukan hanya tdk sejalan dgn Pancasila tetapi juga dgn Agama.

Saya meyakini pemahaman beliau demikian krn beliau menyatakan bahwa ormas mayoritas seperti NU dan Muhammadiyah yg mendukung Pancasila, tdk bersikap memaksakan kehendak seperti yg dilakukan oleh kelompok minoritas tsb. Mendukung dapat berarti selaras. Siapapun yg selaras dgn Pancasila tdk akan memaksakan kehendaknya dgn tindakan mereduksi agama atau lainnya.

Dari sanalah beliau membuat kalimat ringkasnya, "Jadi kalau kita jujur, musuh terbesar Pancasila itu ya agama" yg direduksi oleh si minoritas utk melawan nilai Pancasila, yakni musyawarah yg tdk ada pemaksaan kehendak di dalamnya. 

Berdasarkan konteks paparan beliau tsb, saya memahami bahwa yg dimaksud agama oleh beliau adalah agama yg direduksi dgn adanya pemaksaan kehendak. Agama seakan membolehkan pemaksaan kehendak, padahal agama tdk membolehkannya krn melawan prinsip musyawarah.

Agama menurut KBBI adalah ajaran. Dan saya memahami dari tafsir al-Fatihah bahwa ajaran Allah SWT bisa disimpangkan ke kanan dan ke kiri. Ajaran yg disimpangkan manusia itu tdk lagi disebut sebagai ajaran Nya. Oleh karenanya, agama atau ajaran yg dimaksud oleh beliau bukanlah agama atau ajaran Islam, tetapi ajaran yg telah direduksi sehingga menyalahi ajaran Islam. Ajaran atau agama yg direduksi demikian itu bukanlah agama Islam, tetapi ajaran atau agama yg menjadi musuh Pancasila. Agama Islam itu menyokong Pancasila.

Beliau meyakini adanya keselarasan Pancasila dgn Agama sehingga Pancasila dianggapnya religius, "Konsep Pancasila sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara yang majemuk seperti Indonesia, merupakan anugerah terbesar dari Tuhan. Dari sisi sumber dan tujuan, Pancasila itu relijius karena kelima sila yang terkandung di dalamnya dapat ditemukan dengan mudah di dalam kitab suci ke enam agama yang diakui secara konstitusional di republik ini".

Dengan pemahaman demikian itu, tdk mungkin beliau berpandangan agama atau ajaran yg selaras dgn Pancasila itu merupakan musuh besar Pancasila. Dan menjadi yakin bahwa agama atau ajaran yg dimaksud oleh beliau sebagai musuh Pancasila adalah ajaran yg direduksi sehingga menyalahi ajaran itu sendiri. Karena penyimpangan dari ajaran sebenarnya yg menyokong Pancasila itulah ajaran yg menyimpang ini menjadi musuh Pancasila.

Pernyataan beliau yg memiliki keilmuan dan reputasi jabatan akademik tinggi tdk bisa difahami secara tekstualis hanya dgn membaca judul atau penggalan video, tetapi harus dilihat konteksnya. Bila ada yg telah berusaha memahami berdasarkan konteksnya, dan hasilnya berbeda dgn saya, hal tsb sama sekali tdk mengherankan. Setiap orang mendapat rejekinya yg telah ditentukan oleh Yg Maha Pemberi Rejeki. 

Wallahua'lam.