Saya studi S1 mulai 1997, S2 2008, dan S3 2022, antar jenjang belasan thn krn lebih fokus mengabdi sampai lupa dgn kebutuhan diri sendiri. Tdk pernah terpikir utk menuntut balasan pengabdian dgn studi kpd siapapun. Pintu-pintu studi terbuka begitu saja krn memang sdh waktunya, sesuai dgn apa yg Tuhan tuliskan pada Lauh. Dari awal saya tdk terpikir jadi dosen, PNS, atau kuliah terus sampai jenjang ketiga, semuanya diperoleh bukan krn ingin, tapi krn mengikuti jalannya.
Bapak ingin saya jadi PNS, sehingga dimasukan ke STPDN. Saya kabur dari tahap seleksi pintu akhir krn merasa tdk cocok. Setelah lulus Sarjana, saya ikut-ikutan mendaftar CPNS di Kopertis Wilayah IV dan hampir mengundurkan diri krn males melanjutkan prosesnya. Kalau pak Eri Satria tdk menyemangati, mungkin saya tdk jadi dosen PNS seperti saat ini. Saya menjadi PNS tanpa perlu dipukuli senior atau dlm lingkungan semi militer yg tdk disukai.
Jadi dosen juga bukan krn ingin. Selepas kuliah saya disuruh oleh ketua kampus utk mengajar, tapi tdk langsung dijawab. Setelah itu, ketua prodi, ibu Dini Destiani Siti Fatimah, datang meminta saya utk dapat diplot mengajar. Saya iyakan, tetapi dgn meminta maaf bila di tengah jalan berhenti krn kembali ke kampung halaman. Ternyata sampai diterima kerja di perusahaan Multinasional di Jakarta Pusat, saya memilih utk kembali ke Garut krn merasa lebih nyaman dgn suhunya yg sejuk. Dan kini saya menetap di Garut setelah ditugaskan oleh pemerintah di almamater kembali. Mungkin Garut adalah jawaban Tuhan atas permintaan saya sebelum datang ke Garut utk tinggal menetap di tempat yg sejuk.
Dulu kuliah S1 di STTG bukan krn keinginan sendiri, tapi keinginan orang tua dgn pertimbangan banyaknya lulusan informatika yg dibutuhkan di dunia kerja dan juga krn ada pesantren. Setelah meninggalkan seleksi STPDN tingkat provinsi, saya yg sdh menjadi mahasiswa teknik mesin, dibawa ke Garut oleh bapak dan akhirnya menjadi sarjana informatika. Jiwa saya baru menikmati Informatika setelah Kerja Praktek. Ada banyak mata kuliah yg saya ambil kembali krn ingin menikmatinya. Dlm proses studi, saya ikut seleksi pengelola lembaga keuangan mikro, Baitul Maal wat Tamwil, memperoleh hasil tes tertinggi. Tapi saya tdk mengambil peluang kerja tsb dan tdk ada yg mencegahnya.
Dulu menjadi pejabat kampus pun bukan krn ingin. Saya diminta utk mengisi jabatan dan dijawab dgn saran utk menawarkannya kpd kolega lain yg kompeten. Saya memperoleh saran balik utk tdk terlalu banyak berpikir. Saya iyakan bila orang tua meridhainya. Bagi saya, jabatan adalah fitnah, sehingga hati ini merasa tdk gembira saat mendengar tawarannya. Saya mengucap istirja dan berserah diri kpd Nya atas segala fitnah yg akan datang. Begitu jabatan itu berhasil dilepas, hati ini bergembira krn hidup terasa lebih ringan dan lebih banyak keindahan dunia yg tampak.
Dulu saya disuruh daftar kuliah S2 di ITB oleh kampus. Setelah menerima kabar diterima S2, saya bilang tdk ada dana. Tuhan kemudian menggerakan kampus utk mendanai dan keluarga ikut membantu. Pun setelah diterima masuk program S3 baru di UNDIP pada bidang Sistem Informasi yg diminati, saya diminta oleh kampus utk mendaftar lagi di ITB. Sebelumnya saya menghindar krn merasa belum memiliki nasab ilmu kecerdasan buatan yg mencukupi. Tuhan menggerakan kampus utk mendanai dan keluarga ikut membantu.
Semua itu adalah rejeki yg digariskan Nya tanpa perlu syarat adanya keinginan. Kalau takdirnya harus jadi dosen, PNS, dan kuliah, saya tdk bisa menghindar, seperti daun kering yg terbawa aliran air. Menjadi apapun kita, tujuan utamanya tdk berubah, menjadi hamba Nya yg bermanfaat. Jalan-jalan yg dibukakan Nya hanyalah sarana yg disediakan Nya utk pengembangan diri, sebagai hamba Tuhan dan pelayan semesta.
#persepsicahyana