Abu Nashr as-Sarraj dalam kitabnya al-Luma' menuliskan, "Sedangkan syarat-syarat bekerja untuk mencari nafkah antara lain : 1) Hendaknya ia tidak cenderung menyukai pada pekerjaannya, 2) Tidak melihat bahwa rizqi yang ia dapatkan berasal dari usaha kerjanya, 3) Ia bekerja tidak untuk mengumpulkan harta, akan tetapi hendaknya berniat membantu umat Islam, 4) Pekerjaannya tidak menyibukan dari melakukan shalat wajib di awal waktunya, 5) Hendaknya belajar ilmu syariat agar tidak makan mahakan haram."
Profesionalisme dicapai tidak harus bermodalkan rasa suka terhadap pekerjaan. Yang terpenting adalah ketaatan dan sikap amanah. Bahkan terkadang kecenderungan suka pada pekerjaan dapat menjadi masalah karena biasanya menyebabkan kita tidak mampu untuk bersikap adil terhadap pekerjaan yang lainnya yang seharusnya juga diperhatikan.
Syarat pertama Abu Nashr mengandung makna lainnya, yakni kita tidak boleh cenderung menyukai pekerjaan Muamalah sehingga melalaikan pekerjaan Ubudiyyah seperti : kewajiban taat kepada Syariat Alloh, menjadikan kerjanya sebagai jalan mengingat Alloh (Dzikrullah), berjuang untuk, demi, dan dalam agama Alloh, serta tidak melalaikan pekerjaan lainnya yang sama atau bahkan lebih penting. Dengan kata lain, kita harus menemukan landasan Syariat atas pekerjaan yang dilakukan yang menjadikan kita kemudian merasa tenang dan bahkan senang karena yakin pekerjaan ini tidak mengganggu hubungan dengan Alloh dan bahkan menambah kedekatan dengan-Nya.
Tuntutan pekerjaan terkadang membuat kita melalaikan Syariat Alloh, baik kewajiban ataupun tuntunannya. Pada saat Syariat dilalaikan, maka saat itu kita memiliki kecenderungan dan kecintaan kepada pekerjaan melebihi kecenderungan dan kecintaan kepada Alloh. Saat kita tenggelam dalam kecintaan tersebut, dikhawatirkan kita masuk ke dalam golongan yang disitir Alloh dalam firman-Nya, "Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat lalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)." (Q.S.2:165) Pekerjaan atau kecenderungan pada pekerjaan tersebut menjadi berhala karena lebih ditaati dari pada Alloh, dan dibela tanpa memperhatikan hak-hak Alloh. Astaghfirullah ...
Bagaimana menjadikan pekerjaan kita menjadi ibadah di sisi-Nya? Langkah awal adalah itikad atau niat awal pekerjaan. Ada do'a warisan orang soleh di masa lalu yang sangat baik untuk dijadikan niat awal bekerja, yang artinya : "Wahai Alloh, Engkaulah Maksudku (dalam pekerjaan ini), dan Ridlo-Mu yang kuharapkan. Limpahi aku ampunan-Mu, Makrifat kepada Mu, dan kecintaan kepada Mu." Dalam rasa takut terhadap cinta dunia yang akan menghancurkan ibadah dalam pekerjaan, kita berdo'a, "Alloh, jadikan kecintaan kepada-Mu lebih aku cintai dari pada kecintaan kepada diri, keluarga, dan air dingin di kala kehausan." Kemudian disambung dengan do'a memohon kekuatan dalam beibadah, "Alloh tolonglah aku dalam mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan membaikan ibadahku kepada-Mu." Dan mungkin akan lebih sempurna apabila kita mengharap hasil akhir dari pekerjaan yang akan kita lakukan dengan do'a berikut ini, "Alloh jadikan aku orang-orang yang bertaubat kepada-Mu, dan jadikan aku sebagai orang-orang yang mensucikan diri, dan jadikan aku sebagai hamba-Mu yang soleh." Amien.
Langkah berikutnya setelah niat yang dikokohkan dengan do'a adalah meyakinkan bahwa pekerjaan kita adalah ibadah di sisi-Nya. Sebagai Dosen, pekerjaan kita adalah : mengajar, meneliti, dan mengabdi kepada masyarakat. Mengajar adalah pekerjaan mulia karena Alloh pun berkedudukan sebagai pengajar, Yang Maha Berilmu.
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar! (Q.S.2:31) Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S.96:5) ... dan (ingatlah) di waktu Aku (Alloh) mengajar kamu (Isa) menulis, hikmah, Taurat dan Injil, ... (Q.S.5:110)
Alloh menjadikan Rasul-Nya sebagai pewaris atau wakil pengajaran-Nya, ulama sebagai pewaris pengajaran Rasul-Nya, orang mengetahui terhadap orang yang tidak mengetahui, dan kita terhadap jiwa kita.
Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.S.3:164) Musa berkata kepada Khidhr: Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu? (Q.S.18:66)
Mengajarkan bukan hanya urusan ibadah kepada Alloh semata, tetapi juga dalam konteks hubungan dengan masyarakat,
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikit pun daripada utangnya. Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S.2:282) Mereka menanyakan kepadamu: Apakah yang dihalalkan bagi mereka? Katakanlah: Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya. (Q.S.5:4)
Tetapi mengajarkan sesuatu yang hanya sesuai atau bukan yang tidak penting,
Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al Qur'an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan, (Q.S.36:69)
Adapun meneliti, hal ini sudah menjadi kecenderungan dari Bapak Agama Samawi, Ibrahim a.s. Alloh menceritakan kisah perjalanan Ibrahim a.s. dalam membuktikan hipotesisnya melalui riset Mukjizat bahwa Alloh adalah Rabb mampu membangkitkan mahluk-Nya dari kematian.
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati. Allah berfirman: Belum yakinkah kamu?. Ibrahim menjawab: Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku). Allah berfirman: (Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cingcanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S.2:260)
Dan pengabdian masyarakat, di dalam Islam masuk ke dalam amal yang diistilahkan amal saleh. Al-Qur'an menyebut amal saleh lebih dari 55 kali. Sebagaimana mengajar dan meneliti, Alloh meninggikan harga belinya atas amal pengabdian masyarakat Dosen yang tidak melanggar Syariatnya, sebagaimana firman-Nya, "Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (Q.S.16:97)
Semoga amaliah pekerjaan kita menjadi berkah, karena mendatangkan ampunan, pensucian, peningkatan pengetahuan (makrifat) dan kedekatan kita kepada-Nya, dan kecintaan-Nya. Dan semoga Alloh mengampuni kekhilafan, menyadarkan kita akan kebodohan yang selama ini menutupi, dan memberi taufik yang menguatkan pijakan kaki kita di atas jalan Syariat-Nya. Amien.
0 comments :
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya