Pasal 72 ayat 3 UU Hak Cipta berbunyi, “Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)” . Dari pasal ini sebagian dari kita mungkin berfikir untuk kegiatan non komersial seperti pendidikan, program komputer boleh diperbanyak.
Tapi coba perhatikan UU No. 19 Tahun 2002 pasal 15 e yang berbunyi sebagai berikut : “Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non-komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;”tidak melanggar undang-undang." Artinya, institusi non komersial tidak boleh memperbanyak program komputer yang dilindungi hak cipta untuk keperluan aktivitasnya.
Bagaimana kalau institusi non komersial tidak memperbanyak tetapi menggunakan program komputer yang dibeli dari seseorang yang tidak memiliki hak menjual (bajakan)? Jika ditelusuri dari UU tersebut, sangsi hukum diberikan hanya kepada orang yang tanpa hak menjual program komputer tersebut, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 72 ayat 3. Sementara bagi institusi non komersial yang menggunakan program komputer bajakan, tidak ditemukan dalam UU tersebut adanya sangsi hukum.
Hanya saja berdasarkan pasal 73 ayat 1, program komputer bajakannya dapat dirampas oleh Negara, baik dari tangan penjual atau pengguna, untuk dimusnahkan. Dalam prakteknya seringkali aparat tidak bisa membedakan antara program dengan komputernya, sehingga aparat mengambil serta komputer yang mengandung program komputer bajakan. Padahal menurut pasal tersebut, yang boleh dirampas oleh aparat hanyalah program komputernya saja, apakah dengan jalan menghapus file installer-nya, merampas disk installer-nya, atau menghapus program dari komputer.
Walau pemilik hak cipta seperti Microsoft mendefinisikan pengguna software bajakan sebagai "victim of software counterfeiting" dan tidak ada sangsi hukum bagi pengguna software bajakan, namun mereka yang mengetahui program komputer tersebut bajakan sebaiknya mencoba untuk menghindari menggunakan program komputer tersebut, walau untuk kepentingan non komersil sekalipun. Berusaha untuk membeli perangkat lunak asli, atau menggunakan perangkat lunak gratis, bebas, atau terbuka.
Tapi coba perhatikan UU No. 19 Tahun 2002 pasal 15 e yang berbunyi sebagai berikut : “Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non-komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;”tidak melanggar undang-undang." Artinya, institusi non komersial tidak boleh memperbanyak program komputer yang dilindungi hak cipta untuk keperluan aktivitasnya.
Bagaimana kalau institusi non komersial tidak memperbanyak tetapi menggunakan program komputer yang dibeli dari seseorang yang tidak memiliki hak menjual (bajakan)? Jika ditelusuri dari UU tersebut, sangsi hukum diberikan hanya kepada orang yang tanpa hak menjual program komputer tersebut, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 72 ayat 3. Sementara bagi institusi non komersial yang menggunakan program komputer bajakan, tidak ditemukan dalam UU tersebut adanya sangsi hukum.
Hanya saja berdasarkan pasal 73 ayat 1, program komputer bajakannya dapat dirampas oleh Negara, baik dari tangan penjual atau pengguna, untuk dimusnahkan. Dalam prakteknya seringkali aparat tidak bisa membedakan antara program dengan komputernya, sehingga aparat mengambil serta komputer yang mengandung program komputer bajakan. Padahal menurut pasal tersebut, yang boleh dirampas oleh aparat hanyalah program komputernya saja, apakah dengan jalan menghapus file installer-nya, merampas disk installer-nya, atau menghapus program dari komputer.
Walau pemilik hak cipta seperti Microsoft mendefinisikan pengguna software bajakan sebagai "victim of software counterfeiting" dan tidak ada sangsi hukum bagi pengguna software bajakan, namun mereka yang mengetahui program komputer tersebut bajakan sebaiknya mencoba untuk menghindari menggunakan program komputer tersebut, walau untuk kepentingan non komersil sekalipun. Berusaha untuk membeli perangkat lunak asli, atau menggunakan perangkat lunak gratis, bebas, atau terbuka.
0 comments :
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya