Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Permendikbud 49/2014 Pasal 1:14)

Jumat, 04 Januari 2013

Pemahamanku tentang "Bapa dan Aku satu"



Konsep "bersatu" memang dikenal di dalam Islam, seperti misalnya firman Allah dalam hadits Qudsi yang artinya ”Barangsiapa memusuhi waliku sungguh kuumumkan perang kepadanya, tiadalah hamba Ku mendekat kepada Ku dengan hal hal yg fardhu, dan Hamba Ku terus mendekat kepada Ku dengan hal hal yg sunnah baginya hingga Aku mencintainya, bila Aku mencintainya maka aku menjadi telinganya yg ia gunakan untuk mendengar, dan matanya yg ia gunakan untuk melihat, dan menjadi tangannya yg ia gunakan untuk memerangi, dan kakinya yg ia gunakan untuk melangkah, bila ia meminta pada Ku niscaya kuberi permintaannya….” (Shahih Bukhari hadits no.6137) Hadits ini senafas dengan firman Allah di dalam alQuran, "Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah-lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar" (QS 8:17) 

Pemaknaan "bersatu"-nya sangat kontras dengan Kristen, muslim tidak pernah menganggap hamba yang dipilih-Nya tersebut menjadi Allah sendiri. Pertama karena muslim memahami "persatuan" tersebut berlaku tidak hanya bagi satu orang tapi bagi siapa saja yang dianggap sebagai kekasih-Nya, dan kedua "persatuan" tersebut tidak menyebabkan para kekasih-Nya yang hanif menganggap diri sebagai Allah. Sehingga wajar jika Yesus yang diyakini juga sebagai hamba yang hanif karena menyeru kepada Tuhan yang Esa, tidak pernah menyatakan secara tegas bahwa dirinya adalah Tuhan yang Esa. 

Entah karena terlalu terpengaruh Helenis Yunani atau karena pemahaman "persatuan" dan konteks Esa ini tidak ada pada masa terbentuknya agama Kristen, sehingga sebagian penafsir yang jauh dari pemahaman tentang Keesaan ini menganggap kalimat "persatuan" seperti "Bapa dan Aku satu" (Yohanes 10:30) sebagai peryataan Yesus bahwa dirinya adalah atau sama dengan Bapa. Saya yakin saat itu, pemahaman "bersatu" dalam keesaan Tuhan memang tidak difahami secara baik, sehingga wajar jika kemudian perkataan yesus "Aku dan Bapa satu" kemudian difahami masyarakat Yahudi saat itu sebagai Yesus mengaku diri sebagai Tuhan. Tidak adanya pemahaman yang baik ini dapat dilihat dari kelompok Yahudi sendiri, dimana Orang Yahudi di situ menjawab, ‘Kami mahu merejam kamu bukan kerana perbuatanmu yang baik, tetapi kerana kamu mengkufuri Tuhan! Kamu hanya manusia, tetapi kamu mahu menjadikan dirimu Tuhan!’(Yohanes 10:33).

Lain dengan komunitas Muslim yang konsisten dengan Keesaan Tuhan, saat ada hadits Qudsi atau ayat alQuran yang bernuansa "persatuan" tersebut, mereka selalu mengembalikan kepada ayat-ayat alQuran lainnya yang mengatakan bahwa Allah itu Esa, sehingga "persatuan" disana tidak kemudian difahami "menjadi Allah". Seandainya kalimat "Aku dan Bapa satu" dikembalikan kepada agama Yesus yakni agama yang diajarkan Musa, pasti pemaknaanya tidak akan menjadi "Aku adalah Bapa". Saya yakin, kelompok Yahudi yang menganggap Yesus itu mengkufuri Tuhan tidak pernah mendengar kalau yesus menyeru kepada pengesaan Tuhan. Seandainya mereka mendengar dan tidak punya masalah dengan yesus, pasti mereka akan mengembalikan perkataan "Aku dan Bapa satu" kepada perkataan yesus yang lain "Hukum yang terutama inilah: Dengarlah olehmu, hai Israil, adapun Allah Tuhan kita, ialah Tuhan yang Esa;" (Markus 12:28) sehingga tidak akan tergesa-gesa menganggap Yesus mengkufuri Tuhan karena mengaku diri sebagai Tuhan. Banyak literatur yang mengatakan bahwa komunitas Yahudi saat itu terganggu dengan dakwah Yesus sebagai pesuruh (Nabi) Allah, "Inilah hidup yang kekal, yaitu supaya mereka itu mengenal Engkau, Allah yang Esa dan Benar, dan Yesus Kristus yang telah Engkau suruhkan itu." (Yohanes 17:3)

Sampai hari ini, insya Allah Nabi Isa tidak pernah menganggap diri sebagai Tuhan, tetapi Nabi Isa tengah menyatakan kepada bangsanya bahwa Tuhan mencintai dirinya, sehingga wajar jika misalya Nabi Isa berkata, "aku adalah Dia, telingaku adalah telinga-Nya, tanganku adalah tangan-Nya, kakiku adalah kaki-Nya, dan Dia mendengar segala permintaanku", jika dikebalikan kepada syariat Musa yang diikuti beliau dan jika dikembalikan kepada keesaan Tuhan yang didakwahkan beliau.



0 comments :

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya