Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Permendikbud 49/2014 Pasal 1:14)

Senin, 13 Juni 2016

Aku dan Membaca


Dgn membaca saya memahami, dgn membaca saya dipengaruhi dan berubah, dgn membaca dunia ini nampak menjadi luas dan kita terlihat kecil.

Di penghujung pertemuannya, guru saya Ir. Kridanto Surendro, M.Sc, Ph.D mengatakan bahwa belajar membaca sangatlah penting bagi kami. Saya menginsyafi ini dan membenarkannya, berdasarkan pengalaman belajar baik bersama beliau atau di kelas lain saat kuliah Pascasarjana Informatika konsentrasi Sistem Informasi di Institut Teknologi Bandung. Saya membenarkan karena mengingat pengalaman Rasulullah SAW saat menerima wahyu pertama di gua Hira, "Iqra", yang berarti Bacalah. Saat pertama kali mengikuti matakuliah beliau terkait sumber daya manusia dalam Sistem Informasi, ada kesenjangan pengetahuan yang menyebabkan saya tidak bisa memahami apa yang beliau sampaikan. Hal tersebut membuat saya gelisah, hingga teman sebangku menenangkan dan mengatakan bahwa suatu saat saya akan dapat memahaminya. Kesenjangan tersebut terjadi karena selama kuliah strata satu Teknik Informatika, dominasi pengetahuan dan pengalamannya di sisi perangkat lunak. 

Dan guru saya tersebut membuat kesenjangan itu mulai berkurang setelah memberikan banyak tugas membaca dan meringkas literatur di setiap matakuliah yang diampu oleh beliau. Tata bahasa Indonesia saya sempat kacau karena terpengaruh kebiasaan membaca literatur berbahasa inggris, tetapi berkat mebaca itu saya melihat banyak dunia Sistem Informasi yang selama ini hanya saya lihat seakan dari lubang jarum saja. Banyak kekeliruan pemahaman yang berhasil diluruskan selama kuliah Pascasarjana, khususnya terkait perbedaan dan hubungan antara Sistem Informasi dengan Rekayasa Perangkat Lunak. Rasa syukur itu membuat saya meminta kesediaan beliau untuk memberikan seminar di Sekolah Tinggi Teknologi Garut, agar pencerahan tersebut tidak hanya dinikmati oleh saya saja tetapi juga oleh sivitas akademik  Program Studi Teknik Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Garut. 


Ketertarikan saya kepada buku berawal dari kegiatan meminjam buku di Perpustakaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten Subang yang kebetulan dekat dengan Sekolah Dasar Negeri Panglejar Subang tempat saya belajar saat itu. Jika tidak karena diajak oleh teman mengunjungi Perpustakaan, mungkin saya tidak akan pernah punya ketertarikan mengunjungi Perpustakaan. Berada di sekitar teman yang mengajak kepada kebaikan itu karunia yang perlu kita syukuri hingga akhir hayat. 

Buku yang paling saya minati dan sering saya pinjam saat itu adalah kategori cerita. Seakan saya masuk dalam pengalaman anak-anak dalam cerita tersebut. Mungkin inilah yang menyebabkan saya dapat membuat cerita fiksi berdasarkan pengalaman main saya di proyek tol dekat perumahan Bale Endah Bandung dengan kang Gigin Destriana (Putera Kakak nya Ibu). Sebab lainnya mungkin karena kebiasaan saya kalau hujan tiba suka terkurap di atas kasur tingkat ke dua dan melihat ke luar jendela tepat ke halaman samping rumah tetangga. Di sana ada sebidang tanah yang selalu kebanjiran. Saat kecil itu saya sering membayangkan sebidang tanah itu sebagai wilayah yang dihuni, ada rumahnya, situs purbakala yang mengandung fosil Dinosaurus (aslinya kerangka cicak, hehehe), dan bahkan sempat membuat peta wilayah dan peta bencana banjirnya. Sekarang rumah tetangga berikut halamannya menjadi rumah teh Reti. Sesekali saya juga sering nongkrong di puncak atap rumah (kok tidak merasa panas ya saat itu?), melihat gumpalan Awan yang memicu cerita negeri di atas awan.

Kembali ke cerita fiksi pertama yang tertulis di atas kertas. Cerita tersebut diketik dengan menggunakan mesin tik punya teh Ida, kakaknya kang Gigin Destriana, pengalaman pertama mengetik dengan mesin tik menggunakan jari sebelas ... maksudnya dua telunjuk, hehehe. Sayangnya kertas itu tidak saya simpan, tapi saya sedikit ingat isi cerita itu mirip lamunan tentang halaman tetangga saat hujan tiba. Sempat mendengar kakak mengadu kepada Uwa karena mungkin pita ketiknya habis oleh saya, hehehe ... tetapi Uwa mendukung apa yang saya lakukan. Saya tidak terpengaruh atau merasa bersalah telah menghabiskan pita ketik tersebut, mungkin saat itu karena saya masih kecil lebih banyak memperhatikan keinginan. Sejak saat itu saya menikmati menulis cerita dan selalu ingin memiliki mesin tik, walau kenyataannya tidak pernah dimiliki hingga sekarang. Karena ngetiknya sudah jaman komputer, hehehe. Alhamdulillah, orang tua memberikan Komputer dan Printernya menjelang lulus kuliah strata satu. Dengan Personal Computer tersebut saya menghasilkan banyak tulisan mulai dari buletin hingga surat untuk sahabat pena. 

Di SMP (Sekolah Menengah Pertama) Negeri 2 Subang, saya aktif di Kepramukaan. Bahkan dipercaya oleh teman-teman sebagai ketua Dewan Penggalang dan Pemimpin Regu Utama. Saya memahami sejak saat itu saya selalu memikirkan hal-hal yang tidak sederhana untuk organisasi, seperti melengkapi ruang sekretariat dengan kursi-kursi belajar untuk pertemuan. Kursi-kursi tersebut saya ambil dari gudang dan diperbaiki bersama pengurus Dewan Penggalang. Selain itu, yang terpenting dari kegiatan berorganisasi tersebut adalah kegiatan membaca. Untuk dapat mengajarkan materi kepramukaan kepada adik kelas, saya membaca Buku Agenda Pramuka milik teh Rita Sulistiana, kakak kedua yang juga sempat aktif di Pramuka saat belajar di SMP Negeri 2 Subang. Ternyata catatannya lengkap juga, tidak seperti saya yang tidak punya catatan Pramuka sama sekali, hehehe. Buku tersebut membuat saya memahami sandi dan mulai membuat sandi sendiri dan diajarkan kepada para pengurus Dewan Penggalang dan adik-adik Pramuka. Sandinya apa saya lupa lagi, mungkin Indri Novianti (rekan pengurus) dan Indri Virgianti (adik yang diajari) masih mengingatnya. Gaya miring dalam foto berbaju Pramuka lengkap di bawah ini terpengaruh oleh Baden Powel, hehehe.


Namun satu buku yang sangat berpengaruh saat itu terkait dokumentasi organisasi adalah buku yang dipinjamkan oleh kak Endin, ketua Dewan Penggalang sebelumnya. Saat perkemahan di kampus, beliau datang dan berbincang seputar Kepramukaan. Beliau lalu meminjamkan buku Kepramukaan tentang tata surat dan lainnya. Melalui buku tersebut saya memahami gaya penulisan surat, termasuk urutan nama organisasi. Kalau sistem penomoran suratnya saya belajar banyak dari kak Endang Morse, saat menjadi panitia kegiatan. Buku inilah di antaranya yang menyebabkan laporan pertanggung jawaban saya sebagai ketua PMR (Palang Merah Remaja) Wira Patut saat belajar di SMA (Sekolah Menengah Atas) Negeri 1 Subang sangat tebal. Sampai saya yang memberi masukan kepada tukang jilidnya agar laporan dengan sampul emas tersebut dipaku saja agar dapat bersatu. 

Belakangan Aria Dinda Dwi Sevta, rekan pengurus PMR menceritakan kalau Pembina PMR saat itu berfikir laporan tebal tersebut berikut apa yang tertulis di dalamnya (tata organisasi dan pasukan khas, serta dokumentasi organisasi) bukan saya yang buat, karena tidak mungkin dihasilkan oleh anak seusia saya. Padahal laporan itu benar-benar dibuat oleh saya, dalam pengaruh buku yang dipinjamkan oleh kak Endin dan buku-buku pemerintahan yang saya baca di Perpustakaan SMA Negeri 1 Subang.


Hal yang membuat kegiatan Pramuka di SMP Negeri 2 Subang tidak mengasikan adalah saat alumni datang. Sudah jadi kebiasaan kakak-kakak ini mulai melakukan uji mental. Kami semua sangat takut saat kegiatan itu dimulai. Ujian yang masih saya ingat adalah saat satu regu yang bercampur putera dan puteri kami dibariskan. Lalu kertas dimasukan ke mulut anggota regu pertama, setelah itu berpindah ke muluh anggota regu di sebelahnya. Waktu itu mungkin karena berada dalam tekanan, saya tidak merasa jijik, atau mungkin karena kertas itu berasal dari mulut teman perempuan yang didorong-dorong alumni untuk dekat dengan saya, hehehe. Jangan berfikir macam-macam, kertas itu tentu saja bukan dipindahkan oleh mulut ke mulut, tapi dari mulut ke tangan lalu ke mulut, hehehe. Tidak ada pengalaman bersentuhan mulut dengan lawan jenis selama aktif berorganisasi, bahkan saat belajar teknik pernafasan buatan di PMR Wira Patut sekalipun. 

Hal lain yang paling tidak asik adalah saat berhadapan dengan konflik dengan sesama pengurus, mendengar kabar dari adik Pramuka saya dijelek-jelekan, dan lain sebagainya. Pengalaman seperti itu tidak asing sebenarnya bagi saya, karena di lingkungan rumah pun kumpulan anak tetangga yang nakal suka melakukan hal yang sama. Tetapi mungkin saat itu saya belum siap sehingga hal tersebut menyebabkan tekanan yang memicu amarah. Semuanya sedikit mereda setelah bertemu dengan mas Yudho di jembatan Masjid al-Muhajirin. Beliau memberi nasihat dan meminjami buku Minhajul Abidien. Buku tersebut sangat berpengaruh dan membuat orientasi hidup saya berubah. Buku itu pula yang menyebabkan saya memutuskan untuk tidak ingin bergabung lagi di Kepramukaan dan memilih PMR saat belajar di SMA Negeri 1 Subang walau dibujuk Pembina. Saking berpengaruhnya, saya membuat tulisan di atas secarik kertas dan menyisipkannya di buku tersebut. Terakhir melihat buku tersebut, kertasnya masih ada pada buku tersebut. Saya sudah tidak ingat apa isi tulisannya.

Buku tersebut membuat saya memiliki jati diri, mengagumi akhlak mulia, dan bahkan mencegah saya untuk memperhatikan rasa suka terhadap wanita semata karena berfikir merasa belum layak untuk memiliki dan dimiliki. Delapan tahun ke depan saya benar-benar menjadi Jomblo yang diniatkan, hehehe. Buku itulah yang menyebabkan saya tertarik membaca banyak literatur agama, mulai dari hadits pilihan milik teh Reti hingga buku sekelas al-Hikam. Buku yang disebut terakhir ini diberi tahu oleh mas Yudho dan saya temukan beberapa waktu kemudian di Perpustakaan Masjid SMA Negeri 1 Subang. al-Hikam mewariskan kekuatan pendorong yang membuat saya dapat berjalan di dunia spiritual tanpa perlu menggunakan kaki. Baik Minhajul Abidien dan al-Hikam, keduanya saya khatamkan berkali-kali. Rasanya tidak puas meneguk keajaiban di dalamnya. Karena dua buku ini lah Aria Dinda saat di SMA menyebut saya unik dan perlu dilestarikan (memangnya hewan langka, hehehe), dan kang Ishak saat di pelataran masjid kecil al-Musaddadiyah mengatakan pemikiran saya melampaui usia. Saat itu saya sama sekali tidak menyadarinya, semata mengikuti apa yang saya yakini dari literatur-literatur yang dibaca. 

Dua buku ini kelak pada masa-masa kuliah di Sekolah Tinggi Teknologi Garut, membukakan pintu perjalanan menuju berbagai literatur di lingkungan Tarikat Syadziliyah, yang karena pengaruh dan keajaibannya itu saya memberi nama anak kedua Syazwan asy-Syadziliyah, sebagai tanda kesyukuran. Sementara nama anak pertama saya, Syauqi Ahmad Nurulloh merupakan gubahan dari Muhammad Syauq Ridha Nurulloh, nama yang saya buat untuk diri sendiri dalam perjalanan tersebut tahun 2002. Nama yang kemudian diyakini menjadi nama anak pertama saya, sehingga walau USG menunjukan anak saya perempuan, saya berkeyakinan dia pria karena namanya adalah Muhammad Syauq Ridha Nurulloh.


Saat di SMA Negeri 1 Subang saya bertekad kuat untuk membiasakan diri mengunjungi Perpustakaan. Alhamdulillah, Allah menolongnya sehingga saya rutin mengunjungi Perpustakaan dan membaca sejumlah literatur di sana, mulai dari ilmu teknik hingga pemerintahan. Bukan hanya perpustakaan umum saja, tetapi juga perpustakaan masjid. Ilmu pemerintahan yang diperoleh dari Perpustakaan membangun kemampuan saya dalam mengembangkan organisasi PMR dan BPH GMA (Badan Pelaksana Harian Generasi Muslim al-Muhajirin). Kombinasi daya hayal yang dulu membuat saya dapat membuat cerita fiksi dengan asupan pengetahuan dari Perpustakaan memunculkan kemampuan baru, yakni pemodelan konseptual. Bahkan digabungkan dengan film kartun Saint Seiya, membuat saya mendapatkan ide wujud logo Satuan Jihad GMA, hehehe.


Satuan Jihad merupakan Satuan Pengamanan untuk kegiatan Perkemahan Islami yang digelar tahunan oleh GMA. Nama Jihad nya sama sekali jauh dari gagasan Islam Esktrim, karena kenyataannya GMA merupakan kumpulan anak muda dengan pemahaman Islam tradisi. Para pemipin kepengurusannya senantiasa memerangi faham esktrim. Bahkan suatu ketiak GMA bahkan pernah bersitegang dengan tetua kampung karena memainkan alat musik ala Kyai Kanjengnya Emha Ainun Najib di dalam masjid. Termasuk saat saya meyakini pengajian harus terpisah antara pria dan wanita sehingga duduk di belakang dinding, mas Yudho sebagai ketua umum GMA memberikan sindiran halus. Kebetulan juga salam Jihad Allahu Akbar senantiasa digunakan panitia untuk menyemangati peserta kegiatan, sehingga nama Satuan Pengamanan ini Satuan Jihad. Orang yang tidak tahu GMA mungkin saja akan bersangka-sangka saat  melihat gambar silhuet yang saya buat untuk Satuan Jihad ini yakni Ikhwan Bertopeng dengan Pisau Komando terhunus di depan wajahnya, hehehe. 

Kegiatan sebagai ketua BPH GMA menyebabkan munculnya kegiatan menulis, mulai dari konsep organisasi, ringkasan apa yang saya baca dari literatur dan saya dengar dari pengajian, hingga buletin. Secara umum produk tulisannya tidak menggunakan mesin tik. Jika kebetulan ada akses ke mesin tik di rumah mas Yudho, saya baru punya produk tulisan dengan mesin. Kegiatan membaca dan berorganisasi mendorong saya menghasilkan banyak tulisan. Berbagai persoalan dan kebutuhan dalam organisasi membuat saya berfikir, menulis, dan menyampaikannya kepada orang lain. Dan bahkan tidak hanya sebatas itu, saya juga mengajarkan dan mengajak serta teman-teman untuk mengamalkan. GMA merupakan ruang pengalaman spiritual saya, saat pertama kali jatuh dalam kesalahan membuat bid'ah prosesi dzikir bersama, namun juga merupakan saat pertama kali menerima nikmat karunia taubat dari bid'ah dhalalah yang dengan izin Allah masih kuat tertanam dalam hati hingga sekarang. Hal itu terjadi mungkin karena sedang dipengaruh oleh literatur Thariqah yang diakses di perpustakaan Madrasah Diniyah Bahrul Ulum yang dikelola oleh Lembaga Pendidikan dan Dakwah GMA. Sementara karunia taubat diperoleh karena mengingat sejumlah hadits dari buku hadits pilihan milik kakak.

 
 
Produk pertama model konseptual adalah sistem organisasi BPH GMA yang mendefinisikan berbagai tingkatan pertemuan anggota dan kepengurusan serta relasi-relasi di dalam organisasi dan antar organisasi. Kebetulan saat itu saya dipercaya mas Yudho sebagai ketua BPH GMA, sehingga model konseptual tersebut saya terapkan di dunia nyata satu persatu.Kemampuan tersebut semakin terasah saat studi Sarjana di Teknik Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Garut dan Pascasarjana di Informatika Institut Tekologi Bandung. Model konseptual yang pernah dibuat mulai dari sistem organisasi Unit Sistem Informasi Sekolah Tinggi Teknologi Garut, sistem Relawan TIK, dan sekarang sistem Rintisan Satuan Karya Pramuka Informatika. 


Bersambung ...   

0 comments :

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya