Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Permendikbud 49/2014 Pasal 1:14)

Minggu, 26 Maret 2017

Semut pun Bersyukur


Sewaktu kecil setiap kali buang hajat saya selalu memperhatikan bagaimana umat yang satu ini berjalan dan bersalaman setiap kali bertemu satu sama lainnya. Sesekali beberapa di antaranya jatuh ke dalam bak dan berusaha berenang di atas permukaan airnya. Saya merasa kasihan sehingga setiap kali ada semut yang terjatuh saya angkat dengan jari ke permukaan. Hal ini sering saya lakukan setiap kali berada di toilet. 

Hari itu sangatlah tidak biasa, karena saya mengetahui sesuatu yang baru dari umat semut ini. Jemaah semut yang sering ditolong itu menunjukan apa yang bisa dilakukannya kepada saya. Semut-semut itu melingkari salah satu di antaranya, yang saya kira itu pemimpinnya. Kemudian semuanya mengangkat tangannya untuk beberapa saat. Setelah itu pemimpin semut itu beranjak ke salah satu sisi lingkaran, dua semut kemudian berada di depannya sambil berpegangan tangan. Semut yang awalnya melingkar kemudian mengikuti pemimpinnya dari belakang, seperti permainan "oray orayan luar leor mapay sawah". 


Sejak saat itu saya memperlakukan semut seperti manusia, tidak membunuhnya tanpa alasan. Dan sejak saat itu di mana saya berada di ruangan, tidak ada semut yang tampak. Hingga setelah anak saya yang kecil suka membunuh semut, rumah saya mulai didatangi semut lagi. Dengan pengalaman tersebut saya mengetahui jika semut pun dapat bersyukur atas kebaikan mahluk lainnya. Dan semut sebagaimana umat lainnya memiliki cara menunjukan rasa syukurnya. Setiap umat ada syariatnya sendiri-sendiri. 

Pada saat kuliah saya menemukan buku Risalah Qusyairiyah. Di dalamnya ada bab khusus pembahasan tentang sikap tidak membedakan mahluk Allah yang bernama al-Futuwwah. berikut ini sebagian kutipan yang menggambarkan sikap ahli futuwwah terhadap semut :

Sekelompok ahli ahli futuwah pergi mengunjungi seorang laki-laki yang terkenal karena futuwwahnya. Laki-laki itu menyuruh pelayannya membawa tilam makanan. Si pelayan tidak mengerjakan perintahnya, maka orang itu lalu memanggilnya hingga berulang-ulang. Para tamu saling berpandangan seraya berkata : “Ini tidak benar. Dalam aturan futuwwah, seseorang tidak boleh mempekerjakan perintahnya, maka orang itu lalu memanggilnya sekali lagi dan sekali lagi.” Laki-laki itu bertanya kepada pelayannya : “Mengapa begitu lama engkau baru datang membawakan tilam itu?” Si pelayan menjawab : “Ada seekor semut pada tilam itu. Tidaklah patut menurut futuwwah, membentangkan tilam uantuk para tamu yang ahli futuwwah manakala ada semut di atasnnya, sebalikya, tidaklah benar pula mencampakkan semut dari kain tilam itu. Jadi, saya meunggu sampai semut itu merayap meninggalkan tilam.” Para tamu berkata kepada pelayan itu : “Engkau telah menunjukkan pemahaman yang tinggi. Orang sepertimu patut dilayani para ahli futuwwah.”  

0 comments :

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya