Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Permendikbud 49/2014 Pasal 1:14)

Kamis, 03 Maret 2022

Meninjau Analogi dari Definisi


Di masa lalu ada kaum sofis, yakni kelompok pendatang di Athena yg gemar memutar balikan pernyataan utk mengacaukan kondisi masyarakat. Plato melihat mereka berbicara dgn istilah yg tdk difahaminya dan menggunakannya utk menjatuhkan orang lain. Saat itulah Plato menggunakan definisi utk menyanggah mereka.

Kusmayadi (2007) dalam bukunya yg berjudul Think Smart Bahasa Indonesia mendefinisikan analogi sebagai perbandingan yang bersifat sistematis dari dua hal yang berbeda, tetapi dengan memperlihatkan kesamaan segi atau fungsi dari kedua hal tersebut untuk mengilustrasikan atau menggambarkan sesuatu yang sepadan.

Kalau pernyataan Menag dianggap sebagai analogi, maka kesamaan atau kesepadanan aspeknya itu bukan pd sumber suaranya, tapi gangguan yg ditimbulkannya. Jadi bukan suara dari rumah ibadah muslim yg disamakan dgn suara anjing, tetapi gangguan yg ditimbulkannya.

Mengkritisi analogi itu dapat dimulai dgn pertanyaan, apakah aspek gangguan suaranya dari sumber suara yg berbeda itu sepadan atau tdk? Utk menguji kesepadanannya, bisa dilihat kasus nyata. Apakah ada kasus di mana orang merasa terganggu dgn suara dari rumah ibadah, dan suara anjing? Bila ada, maka semua suara dlm analoginya sudah sepadan.

Mempersoalkan anjing sebagai sampel gangguan suaranya hanya krn mahluk tsb najis sama sekali tdk relevan, sebab analogi boleh membandingkan hal apapun yg berbeda dan aspeknya sepadan. Lagi pula tdk semua anjing itu hina, sama seperti manusia yg tdk semuanya mulia. Menurut Kyai Husen bin Aziz (Slawi), semua ulama sepakat bahwa anjing yg berguna termasuk mahluk yg mulia dan haram dibunuh, sebagaimana tersebut dlm Syarh Safinah. Suara mahluk yg mulia tdk lah sepenuhnya hina.

Hal berbeda dgn penggunaan speaker yg mengganggu, Syekh Mutawalli Sya'rawi - Ulama Kharismatik Universitas al-Azhar menganggapnya sebagai sikap beragama yg kacau dan meresahkan, dan speaker adalah petaka terbesar umat di era modern. Apakah suara speaker yg disebut petaka tsb merupakan hasil perilaku yg mulia, dan apakah perilaku tsb lebih baik dari pada perilaku mahluk yg mulia dan tdk mengganggu? Bila suara mahluk yg mulia itu mengganggu, maka kondisinya tdk jauh beda dgn suara speaker dari rumah ibadah yg mengganggu, dan keduanya masuk akal utk dianalogikan krn ada kesepadanan aspek.

#PersepsiCahyana

0 comments :

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya