Pagi tadi lewat depan pabrik besar di daerah Leles. Seperti biasa selalu macet di jam-jam tertentu. Nampak di pinggir jalan dekat pabrik tsb dipenuhi oleh PKL. Pejalan kaki hanya punya dua opsi, berjalan di belakang PKL yg sempit atau di bahu jalan bersama kendaraan. Memang belum ada kasus rem blong yg mengancam jiwa, tapi bukan berarti tdk mungkin terjadi. Entah berapa banyak asap kendaraan dan debu yg hinggap di makanan yg tersaji di gerobak-gerobak PKL tsb. Nampak kesehatan dan keselamatan jiwa dianggap bukan sesuatu yg penting.
Belakangan ini ramai di medsos wacana pemilihan jalan di Garut utk CFD. Saya pribadi mendukung CFD, namun di jalan yg jika ditutup tdk berdampak pada kemacetan atau bukan jalan utk mengurai kemacetan. Di beberapa titik ada pasar tumpah yg dilabeli CFD, seperti di Jln Sukarno Hatta yg biasa digunakan utk mengurai kemacetan daerah Kadungora, dan Jln Ibrahim Adjie yg dapat mengurai kemacetan di wilayah Tarogong.
Gubernur pernah menyindir, Garut termasuk penerima dana pembangunan jalan terbesar. Apa kira-kira pendapat Gubernur kalau jalan yg dibangun dgn biaya mahal tsb malah dipakai pasar tumpah atau CFD? Sementara di tempat lain masih banyak jalan yg kondisinya masih rusak.
Kenapa agenda week end yg bagus seperti itu tdk di lapang saja. Biar jalan dipakai kendaraan, serta trek joging dan pesepeda. Jgn normalisasi atau membiasakan berjualan di pinggir jalan. Kebiasaan tsb beresiko thd kesehatan dan keselamatan jiwa. Kesejahteraan bisa diupayakan dgn cara yg lebih baik.
#persepsicahyana
0 comments :
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya