Latar belakang sangsi terhadap perkawinan di bawah umur adalah untuk melindungi perempuan dari resiko yang timbul akibat aktivitas seksual dalam kondisi organ seksual perempuan yang belum matang. Dirjen Bimas Islam Depag, Prof Dr Nasaruddin Umar seusai Konsultasi Nasional Hukum Keluarga Islam di Indonesia di Jakarta mengemukakan beberapa resiko tersebut, antara lain angka perceraian yang meningkat, kematian ibu saat melahirkan, dan perceraian yang mendorong timbulnya pelacuran. Beliau juga mengatakan bahwa perkawinan di bawah umur merampas hak anak mendapatkan kesempatan belajar.
Soal resiko perceraian, resiko ini umum dan dialami juga oleh mereka yang menikah dalam batas usia yang ditetapkan oleh UU perkawinan no 1 tahun 1974. Seandainya agama dipatuhi, perceraian ini akan menjadi pilihan yang sulit dan bukan pilihan yang mudah. Jika kebanyakan pasangan di bawah umur mengambil keputusan bercerai dengan mudah, maka ini bukan lagi persoalan usia mereka saat menikah, tetapi soal kurangnya kesadaran atau pemahaman mereka soal pernikahan dan perceraian dalam dimensi keagamaan mereka. Aisyah terdidik secara sempurna dalam keluarganya , memahami sakralnya pernikahan, sehingga beliau tidak bercerai hingga wafat Nabi SAW.
Soal perceraian yang mendorong timbulnya pelacuran, ini juga hal lain yang sama sekali tidak berhubungan dengan pernikahan di bawah umur. Seandainya agama dipatuhi, pelacuran ini akan dihindari karena merupakan perbuatan yang keji. Jika kebanyakan wanita yang menikah di bawah umur setelah bercerai kemudian melacurkan diri, maka ini bukan lagi persoalan usia saat dia menikah, tetapi soal kurangnya kesadaran atau pemahaman mereka soal betapa kejinya dan besarnya dosa zina di mata Tuhan dan besar madharatnya bagi dirinya dan masyarakat sekitar.
Soal kematian ibu akibat melahirkan, memang sejumlah penelitian menunjukan penyebabnya adalah ketidaksiapan organ repsoduksi. Tetapi sekali lagi soal ini sama sekali tidak berhubungan dengan pernikahan di bawah umur karena aktivitas seksual bisa ditunda seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW yang menudahnya hingga Aisyah mencapai usia baligh (9 tahun).
Soal pernikahan dini menyebabkan terputusnya hak belajar anak, di Indonesia masalah ini dimunculkan oleh stakeholder pendidikan. Jika anda menikahi wanita sekolah menengah, maka wanita tersebut akan dikeluarkan oleh sekolah atau tidak diijinkan mengikuti UAN. Kepala Bidang Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Kabupaten Garut Eutik Karyana mengatakan, siswa yang masih sekolah baik SMP maupun SMA tidak boleh menikah sebelum menyelesaikan sekolahnya. “Aturan mainnya memang siswa SMP tidak boleh menikah. Ini juga berlaku bagi siswa SMA,”. Tidak ada peraturan Islam yang seperti itu, sehingga sekalipun Aisyah menikah di bawah umur, beliau tetap dapat melanjutkan pendidikannya sehingga menjadi salah satu ahli hadits dan fuqaha yang dirujuk oleh muslimin sepeninggal wafat Nabi SAW. Seperempat hukum Islam adalah berasal dari Aisyah.
Seandainya masyarakat menjalankan agama Islam dengan benar, proses pendidikan keagamaan dilakukan secara baik, maka tidak perlu sangsi pelarangan terhadap pernikahan di bawah umur. Perceraian dan pelacuran bisa dihindari dengan memperkuat agama masyarakat, di mana pernikahan adalah sakral dan pelacuran diganjar dengan sanksi keras. Resiko perceraian dan pelacuran di Indonesia sudah pasti tidak akan selesai, karena mereka yang hendak menikah diberi sangsi karena melakukannya di bawah umur, sementara mereka yang berzina di bawah umur dibiarkan saja kecuali ada laporan perkosaan.
Seandainya usia Aisyah saat dinikahi adalah benar 6 atau 7 tahun *), maka Nabi Muhammad SAW memberi petunjuk tentang bagaimana melakukan pernikahan dengan wanita di bawah umur, yakni dengan memberikan hak kepada si anak sesuai dengan usianya dan menunda hidup bersama hingga si anak mencapai usia baligh (9 tahun). Aisyah tidak dilarang melakukan hal alamiah anak-anak dan tidak ditutup aksesnya terhadap pendidikan. Bahkan beliau SAW ikut terlibat sebagai pengasuh dan pendidik.
*) Menurut penelitian yg dilakukan Ghulam Nabi Muslim Sahib, dengan berdasarkan referensi dari Kitab Ahmal fi Asma’ al-Rijjal karangan al-Khatib al-Tibrizi dimana dalam kitab tersebut disebutkan Setidaknya Aisyah berumur 19 tahun saat menikah dengan Nabi.
Di dalam Islam, hukum nikah adalah relatif. Anda menikah bisa dianggap haram dan berdosa, atau wajib sehingga akan celaka jika tidak dilaksanakan.
- Menikah itu wajib hukumnya bagi seorang yang sudah mampu secara finansial dan juga sangat beresiko jatuh ke dalam perzinaan.
- Mereka yang sudah mampu namun masih tidak merasa takut jatuh kepada zina disunnahkan untuk menikah, namun tidak sampai wajib.
- Pernikahan mereka haram jika melanggar syarat dan ketentuan pernikahan.
- Orang yang tidak punya penghasilan sama sekali dan tidak sempurna kemampuan untuk berhubungan seksual, hukumnya makruh bila menikah.
- Orang yang berada pada posisi tengah-tengah antara hal-hal yang mendorong keharusannya untuk menikah dengan hal-hal yang mencegahnya untuk menikah, maka bagi hukum menikah itu menjadi mubah atau boleh.
Sangsi terhadap pernikahan di bawah umur memang tepat diberlakukan untuk kondisi Indonesia yang memiliki resiko besar apabila pernikahan tersebut dilaksanakan. Hal ini difahami seperti hukum pernikahan menjadi haram. Namun sangsi ini dianggap tidak perlu atau dengan kata lain pernikahan di bawah umur diperbolehkan dalam kondisi resiko tersebut kecil sekali atau bahkan tidak ada.
0 comments :
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya