Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Permendikbud 49/2014 Pasal 1:14)

Selasa, 28 Januari 2014

Bagaimana Cara Memahami Perkataan Kaum Sufi



Siapakah Kaum Sufi itu? 

Syekh Abu Nashr as-Sarraj di dalam al-Luma mengutip sejumlah hadits yang di antaranya adalah hadits yang artinya sebagai berikut, "Ada di antara umatku orang-orang yang diajak bicara Tuhan (mukallimin) dan orang-orang yang dibisiki (muhadatsin). Dan sesungguhnya Umar termasuk salah seorang dari mereka", dan juga hadits yang artinya, "Sedikit sekali orang dengan rambut kusut dan tak rapi, penuh debu dan hanya memiliki dua pakaian lusuh, jika bersumpah atas nama Allah, maka Allah akan menyambutnya dengan baik, dan al-Barra' bin Malik termasuk salah seorang di antara mereka"

Beliau mengatakan kaum sufi merupakan bagian dari orang-orang tersebut. Beliau menjelaskan sebutan ash-Shufiyyah adalah karena pakaian luar yang dikenakan oleh mereka, yakni shuf / wool. Pakaian tersebut merupakan kebiasaan para Nabi alaihis-salam (AS) dan syiar para wali dan orang-orang bersih. Hal ini sebagaimana Allah SWT menisbatkan pengikut Nabi Isa AS kepada pakaian luar mereka, yakni al-Hawariyyun yang berarti orang-orang yang mengenakan pakaian putih bersih. 

Jika disebutkan tidak ada di antara para sahabat yang dipanggil dengan sebutan sufi, sehingga sufi adalah sebutan baru yang diciptakan oleh orang-orang Baghdad, maka hal ini mustahil. Sebab nama ini sudah dikenal pada jaman Hasan al-Bashri yang sempat berjumpa dengan para sahabat Rasulullah SAW. Hasan al-Bashri pernah berkata, "Saya melihat seorang sufi ketika dia sedang tawaf di kabah. Kemudian saya memberinya sesuatu, namun dia tak mengambilnya. Lalu dia berkata, 'Saya masih memiliki empat keping dananiq (1/6 dirham), cukuplah apa yang saya miliki ini'". Sufyan ats-Tsauri pun berkata, "Andaikata bukan karena Abu Hasyim ash-Shufi (seorang sufi) saya tak akan mengerti rahasia-rahasia riya' yang sangat pelik dan sangat samar.". Bahkan jika cerita dalam kitab yang mencatat seluruh perihal kota Mekkah, dari Muhammad bin Ishaq bin Yasar dan lainnya ini benar, sebenarnya sufi dikenal sebelum Islam. Disebutkan dalam kitab tersebut "Bahwa pada zaman sebelum Islam, suatu ketika kota Mekah pernah kosong tanpa penghuni, hingga tak seorangpun yang tawaf di Ka'bah. Suatu saat datang seorang sufi dari sebuah negeri yang jauh, kemudian ia tawaf di kabah dan kemudian pergi"

Syekh Abu Nashr r.m berkata: Jika anda ditanya siapa hakikatnya kaum sufi itu? coba terangkan kepada kami!. Maka Syekh Abu Nashr as-Sarraj memberi jawaban, "Mereka adalah ulama yang tahu Allah dan hukum-hukum-Nya, mengamalkan apa yang Allah ajarkan kepada mereka, menghayati apa yang telah mereka realisasikan dan hanyut (sirna) dengan apa yang mereka hayati. Sebab setiap orang yang sanggup menghayati sesuatu akan sirna dengan apa yang dihayatinya.". Jawaban beliau sejalan dengan jawaban al-Hushri saat beliau bertanya kepadanya, "Siapakah sebenarnya seorang sufi menurut pandangan anda?". al-Hushri menjawab, "Ia adalah seorang manusia yang tidak bertempat di atas bumi dan tidak dinaungi langit. Artinya, sekalipun mereka di atas bumi dan di bawah langit, akan tetapi Allah lah yang menempatkannya di atas bumi dan Dia pula yang menaunginya dengan langit. Bukan bumi atau langit itu sendiri." Tentang tempat sufi ini beliau ingat perkataan Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. sehingga beliau mengutipkannya, "Bumi mana yang akan sanggup memberi tempat pada saya dan langit mana yang akan sanggup menaungiku, jika saya mengatakan tentang apa yang ada dalam kitab Allah menurut pendapatku semata." Dengan kata lain syekh Abu Nashr ataupun al-Hushri berpendapat jika kaum sufi tidak berkata tidak menurut pendapatnya sendiri. 

Beliau mengatakan bahwa ahli tasyawuf berdiri di atas tiga pilar, 1) Menjauhi larangan Allah baik yang kecil ataupun yang besar, 2) Menunaikan kewajiban, baik yang ringat maupun yang berat, 3) Membiarkan dunia pada orang yang menggelutinya, baik sedikit maupun banyak, kecuali hal-hal yang tidak bisa ditinggalkan oleh orang mukmin. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW, "Ada empat perkara dunia yang bukan termasuk bagian dunia: "Sepotong roti untuk menutupi rasa laparmu, pakaian untuk menutupi auratmu, rumah untuk tempat tinggal dan istri salehah yang kamu cintai" (HR Ahmad dari Abu Ubaid). Beliau mengatakan, "Jika ada yang mengaku ahli Tasyawuf tapi tidak berdasarkan tiga pilar tersebut maka ia lebih dekat pada kesalahan dari pada berada di garis kebenaran dalam semua yang ia siyaratkan atau ia identitaskan kepada dirinya. Orang alim adalah orang yang mengakui kodisi sebenarnya, sedangkan orang bodoh adalah yang sekedar mengaku-ngaku" 

Memaknai Perkataan Kaum Sufi

Syekh Abu Nashr as-Sarraj pernah mendengar Ibnu Salim dalam suatu majelisnya mengisahkan tentang Abu Yazid yang berkata, "Aku pasang tendaku di depan Arasy". Ibnu Salim mengatakan, bahwa orang yang mengucapkan ungkapan ini adalah kufur, dan yang pantas mengucapkan ungkapan ini hanyalah orang kafir. Kemudian beliau menulis tanggapan terhadap Ibnu Salim di dalam kitab al-Luma, bahwa perkataan Abu Yazid ini bukanlah hal yang tidak dikenal, sebab seluruh mahluk, alam semesta dan segala ciptaan-Nya berada di bawah dan di depan Arasy. Dan tidak ada sejengkal pun di muka bumi ini yang tidak berada di depan Arasy. 

Maka ulama yang suka mencari kesalahan dan menghujat orang yang anggota tubuhnya selalu terikat oleh ilmu dan adab hanya karena suatu kisah atau ucapan yang ia sendiri tidak faham secara sempurna dalam masalah waktu adalah suatu kekeliruan yang dilakukan seorang ilmuan, kesalahan dari seorang bijak dan ketidakbenaran yang sangat jelas dari seorang yang berakal. Kesalahan dalam memahami hikmah terjadi karena dua aspek, 1) Kesalahan dalam memahami huruf, yang merupakan kesalahan ringan. 2) Kesalahan dalam memahami makna di mana seorang bijak mengungkapkan sebuah kalimat sesuai waktu dan kondisi spiritualnya, sementara orang yang mendengarnya tidak berada dalam waktu dan kondisi spiritual yang sama sehingga ia salah dalam memahami maknanya.

Ada cerita menarik yang dikutip Syekh Abu Nashr as-Sarraj tentang waktu dan kondisi spiritual ini, di mana Ghulam al-Khalil terjerumus dalam kesalahan kedua sehingga ia mengadukan Husain Ahmad bin Muhammad an-Nuri kepada khalifah al-Muwaffaq. Pengaduan ini terkait perkataan Abu al-Husain yang berkata saat medengarkan adzan, "Celaka dan mencium bau kematian" dan ketika mendengar anjing menggonggong ia malah mengatakan, "Aku penuhi panggilanmu". Di hadapan Khalifah an-Nuri menjelaskan, "Adapun orang yang adzan itu aku sangat khawatir dan cemburu, ia menyebut nama Allah sementara hatinya lalai, dengan adzannya ia hanya ingin mengambil upah. Sebab jika bukan karena upah dan sedikit nilai harta dunia, ia tak akan pernah menyebut Nama Allah. Oleh karenanya aku katakan, celaka dan mencium bau kematian. Sedangkan anjing, dan segala sesuatu menyebut Allah dengan tanpa dibarengi riya dan tak ingin mendapatkan popularitas (sum'ah), tidak juga mengharap ganti upah apapun. Oleh karenanya aku ucapkan apa yang telah aku ucapkan tersebut."

Suatu ketika an-Nuri dibawa lagi ke hadapan Khaliah karena mengucapkan "Semalam aku bersama Allah di rumahku". Saat dimintai penjelasan, an-Nuri menjawab bahwa perkataan itu benar diucapkannya. "Benar, memang saat ini aku juga bersama Allah, jika aku di rumah maka aku juga bersama Allah. Dan barangsiapa di dunia bersama Allah, pasti di akhirat akan bersama Allah. Bukankah Allah berfirman, dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya" (Qaf : 16) 

Kemudian khalifah merangkulnya dan berkata, "Berbicaralah sesuka anda." Kemudian an-Nuri berbicara dengan kalimat yang berlum pernah mereka dengar sebelumnya, Khalifah menangis dan orang-orang pun menangis. Mereka berkata, "Mereka (kaum sufi) adalah orang yang lebih tahu Allah dari pada yang lain".  (* Yang lain di sana maksudnya orang pada masa Khalifah tsb.

0 comments :

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya