Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Permendikbud 49/2014 Pasal 1:14)

Selasa, 05 November 2019

Saya, Celana Cingkrang, Cadar, dan Jubah


CELANA CINGKRANG

Di waktu muda dulu, saya mengharuskan diri mengenakan celana di atas mata kaki. Celananya dilipat sampai di atas mata kaki kalau terlalu panjang, tanpa perduli orang bilang saya baru keluar dari genangan air atau pengikut partai politik tertentu yang tidak saya ikuti. Bertahun-tahun saya demikian karena pengetahuannya baru sampai di sana.

Setelah datang pengetahuan baru, saya tidak lagi merasa khawatir dengan celana yang melebihi mata kaki, kecuali kalau celananya sampai terinjak sepatu. Datangnya pengetahuan baru tersebut tidak membuat saya menyalahkan praktik benar di masa lalu, tetapi memilih salah satu dari dua praktik benar yang ada. Walau demikian, kebiasaan masa lalu masih ada sampai sekarang. Setiap kali salat, tanpa sadar kadang celana ini selalu dilipat sampai di atas mata kaki.


CADAR

Di masa muda pula saya pernah memimpikan memiliki kekasih yg bercadar. Satu tulisan panjang saya buat khusus untuk mempertanyakan sikap muslimah yang tidak menutupi tubuhnya seperti muslimah bercadar. Puncaknya saya bermimpi melihat ibunda Aisyah r.a. dari kejauhan. Saya demikian karena pengetahuannya baru sampai di sana, memahami rasa malu muslimah yang merupakan wujud iman diukur dari seberapa tertutup pakaiannya.

Setelah muncul pengetahuan baru yang memperkaya pengetahuan sebelumnya, saya tidak lagi melihat muslimah itu berbeda, seperti apapun pakaiannya. Cadar tidak lagi masuk dalam syarat calon istri, tanpa bermaksud menempatkan cadar sebagai sesuatu yang tidak penting. Saya memahami bahwa bagi kalangan tertentu, cadar merupakan kewajiban atau sunnah yang harus dihormati oleh semua orang.


JUBAH

Dalam video yang dipublikasikan di Youtube, Buya Syakur mengatakan bahwa pakaian itu (bagian dari) budaya, dan agama itu (terlihat dari) perilaku. Teringat belasan tahun yang silam saat mendiskusikan seragam santri mahasiswa. Beberapa santri mendukung ide pembuatan seragam jubah yg saya usulkan. Usul tsb sepertinya terpengaruh oleh kebiasaan berpakaian di Generasi Muslim al-Muhajirin.

Kemudian ada teman yang menyampaikan pendapatnya kepada saya bahwa beragama itu tidak perlu simbolis. Saya merenungkan perkataan tersebut, hingga akhirnya muncul kesadaran bahwa beragama itu tidak bersandar pada model pakaian yang digunakan. Terserah mau menggunakan model Cina, Arab, atau Nusantara, semua itu tdk menentukan kualitas agama penggunanya. Mengenakan pakaian orang saleh tdk secara otomatis membuat orang menjadi saleh.


0 comments :

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya