Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Permendikbud 49/2014 Pasal 1:14)

Jumat, 03 Desember 2021

Biarkan Google Belajar

Saat menonton video di Youtube dan membaca sub titlenya pada malam itu, saya awalnya bertanya, siapa yg menulisnya, kok ada kalanya tdk nyambung dan bahkan melabrak nilai?. Pertanyaan itu muncul setelah menemukan banyak keanehan dlm sebuah video, misalnya ada penyisipan singkatan "SAW" setelah kata "beliau", padahal beliau yg dimaksud oleh Sujiwo Tejo adalah Cak Nun dan tdk ada singkatan tsb dlm lisannya Sujiwo.

Kemudian saya tersadar, rupanya yg menulis adalah Google. Teringat slide yg dibagikan oleh guru Filsafat saya tentang nasib chatbot Twitter-nya Microsoft yg "dimatikan" gara2 diajari hate speech oleh followers-nya. Hal serupa juga pernah terjadi dgn Google Translate, namun nasibnya jauh lebih baik dari pada chatbot tsb. Saya berfikir, mungkin akan ada sebagian orang yg baper dgn hasil kerja Google Youtube tsb, sebagaimana dalam kasus chatbot dan Google Translate. 

Sangat kebetulan kejadian ini saya temukan setelah mendapat pengajaran tentang nilai dan etika di kelas Filsafatnya pak Dimitri Mahayana, serasa teorinya dikuatkan oleh kasus nyata yg saya alami sendiri. Saya memahami bila Google saat ini sedang belajar menulis sub title video, mengkonversi suara menjadi teks. Sebagaimana saat Google belajar menerjemahkan dan hasilnya aneh, dlm penulisan ini hasilnya juga masih aneh. Misalnya dlm video perbincangan Pendeta Gilbert dgn Gus Miftah, saat kita mendengar Gus Miftah menyebut kata "menghormati", Google malah mendengar dan menuliskan kata "membunuh".  

Namun tdk perlu khawatir, seiring dgn proses belajarnya, kesalahan seperti itu lambat laun akan berkurang. Dan kita tdk perlu baper dgn kesalahan Google dan buru-buru memintanya berhenti belajar. Google hanya menunjukan hasil belajarnya, tanpa tendensi kpd siapapun. Google tdk punya motif menyerang siapapun. Kesalahannya seperti anak kecil yg keliru menyebut ikan Tongkol di hadapan Presiden, bukan krn berniat menyebutkan nama ikan yg keliru itu dgn motif tertentu.

Biarkan Google belajar dgn segala keterbatasannya yg terlihat sekarang ini. Suatu saat setelah kemampuannya menjadi lebih baik, umat manusia akan mendapatkan manfaat dari kecerdasan buatan ini. Dan sifat alami manusia yg mewarisi gen penghuni surga itu cenderung pd kemudahan atau kecepatan pemenuhan kebutuhan yg di dunia ini bisa dipenuhi oleh Kecerdasan Buatan.

1 komentar :

Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya