Corat coret baju sekolah adalah tradisi lulus sekolah yang belum berhenti seperti tradisi perpeloncoan saat masuk sekolah. Jika perpeloncoan didesak masyarakat untuk berhenti karena menyangkut keselamatan jiwa anak, maka desakan penghentian tradisi corat coret adalah berkaitan dengan keluhuran akhlak siswa.
Tradisi corat coret yang dilakukan siswa yang lulus adalah tindakan mubadzir dan kurang perduli terhadap kaum miskin, bukan merupakan karakter yang diharapkan melekat pada generasi penerus bangsa. Mereka memang berhasil secara kompetensi sehingga lulus ujian nasional, tetapi mereka gagal secara karakter sehingga mencorat-coret baju mereka.
Kurikulum berbasis kompetensi dan karakter mengamanatkan agar siswa lulus dengan mewarisi seluruh kompetensi dan karakter. Para guru disertifikasi dan diberi tunjangan profesi dengan uang pajak rakyat agar dapat merancang kompetensi dan karakter generasi penerus bangsa serta berusaha agar mereka dapat mewarisi keduanya. Jika hanya kompetensi yang berhasil diwarisi sementara karakternya tidak, maka siswa kita tampil sebagai sosok setengah lulus. Dan bisa kita lihat bagaimana hasilnya jika bangsa ini dipenuhi orang yang cerdas tetapi tidak berkarakter baik ... banyak kerusakan di muka bumi.
Penting atau tidak pentingnya kita mempersoalkan tradisi corat coret adalah tergantung penting atau tidak pentingnya karakter baik dimiliki para siswa. Yang jelas, kesalahan besar tidak jarang disebabkan karena diabaikannya karakter terpuji yang sepele.
0 comments :
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya