Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Permendikbud 49/2014 Pasal 1:14)

Minggu, 17 Oktober 2021

Perdebatan

Perdebatan merupakan aktivitas yang banyak dihindari oleh kalangan berilmu. Namun al-Ghazali dalam Ayyuhal-Walad membolehkannya dengan menentukan syaratnya, yakni utk kebenaran, di mana kita tdk membedakan kebenaran yg datangnya dari lisan sendiri atau dari orang lain. Imam Syafi'i dalam Adabu Asy-Syafi’i wa Manaqibuhu berkata, "Tidaklah aku mendebat seseorang melainkan dalam rangka memberi nasihat". Beliau juga berkata dalam Tabyinu Kadzbil Muftari, "Demi Allah, tidaklah aku mendebat seseorang melainkan berharap akulah yang keliru". Oleh karenanya, sikap default dalam perdebatan adalah semangat untuk memperbaiki kebenaran yang sudah diketahui. Fokusnya pada apa (kebenaran) yg dikatakannya (diyakininya), bukan pada siapa yg mengatakannya. Dalam daur hidup pengelolaan pengetahuan, memeriksa relevansi dan akurasi suatu pengetahuan itu merupakan tahapan terpenting untuk menumbuhkan pengetahuan. 

Dalam lingkungan kebebasan berekspresi, setiap orang bebas utk menentukan cara mengekpresikan sesuatu, dan bebas pula utk menentukan cara meresponnya. Sesuatu yang bermanfaat akan ditemukan oleh kedua belah pihak yg berkomunikasi saat pesan yg mengalir di antara keduanya hampir tidak terpengaruh oleh noise psikologis, seperti ketidaksukaan kepada pribadi seseorang.

Fokus perdebatan itu adalah utk menguji kekokohan suatu kebenaran, bukan fokus pada siapa yg meyakininya sebagai kebenaran. Setiap orang berangkat dari kesadaran bahwa kebenaran yg diyakininya itu nisbi, belum tentu selalu benar, atau setidaknya belum tentu merupakan kebenaran yg sempurna. Dan kebenaran itu datangnya bisa dari siapa saja, dari sudut pandang manapun. 

Apabila mereka yg berdebat tdk fokus melainkan kpd kebenaran, tdk akan ada keperluan dari siapapun utk melihat pribadi lawan debat. Demikian pula apabila muncul ujaran kebencian pada salah satunya yg menargetkan karakteristik yg dilindungi (ras, agama, dls), orang yang menjadi target ujaran kebenciannya tdk akan terganggu selama tetap fokus pada kebenaran.

Apabila lawan debat berputar-putar dgn ujaran buruknya tanpa bisa mencegah robohnya kebenaran yg ia yakini, hal demikian menunjukan ia mengalami fallacy, sebab ia mentolerir sesuatu yg telah runtuh (special pleading) atau menolak keruntuhannya secara tdk logis. Saat seseorang berpaling dari kebenaran yang kokoh dengan modal cemoohan, ia tengah bersikap sombong. Dalam kondisi demikian, siapapun yang telah memetik kebenaran yang kokoh harus menghentikan segera perdebatannya, dan berlalu dari siapapun yg terkungkung oleh fallacy. Perdebatan yg berakhir dgn penampakan kebenaran yg kokoh telah cukup sebagai counter-speech bagi hate-speech.

“Barangsiapa yang meninggalkan perdebatan, sementara dia berada di atas kebatilan, maka Allah akan bangunkan sebuah rumah baginya di pinggiran surga. Dan barangsiapa yang meninggalkan perdebatan, padahal dia berada di atas kebenaran, maka Allah akan membangun sebuah rumah baginya di atas surga” (Shahih at-Targhib wat Tarhib, no. 138).

#PersepsiCahyana

0 comments :

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya