Teori kebenaran Koresponsensi menjadikan pengideraan sebagai dasar kebenaran, di mana seseorang meyakini kebenaran dari adanya sesuatu atau hal tertentu apabila telah menginderanya sendiri. Sementara dalam teori Koherensi, kebenaran akan adanya sesuatu atau hal tertentu tidak cukup hanya apabila telah terindera saja, tetapi harus rasional atau sesuai dengan akal sehat. Namun adakalanya mereka yang telah mengindera dan menggunakan akal sehatnya membuat kesimpulan tentang kebenaran adanya sesuatu atau hal tertentu yang berbeda karena berdiri pada sudut pandang berbeda atau sempit. sehingga menurut teori Konsensus semuanya dapat duduk bersama untuk merangkai setiap kesimpulan yang diperoleh dari sudut pandang sempit yang beragam menjadi kesimpulan yang lebih luas lagi. Adapun teori Pragmatik mensyaratkan kebermaknaan atau manfaat dari kesimpulan tersebut, apabila tidak demikian maka adanya sesuatu atua hal tertentu tidak perlu dianggap sebagai kebenaran.
Contoh perjalanan manusia dari teori kebenaran Korespondensi hingga ke Pragmatik bisa kita lihat dari ajaran Budha Gautama yang diceritakan dalam Tipitaka tentang kisah sejumlah orang buta yang belum mengetahui Gajah dan berusaha mengidentifikasi kebenaran adanya Gajah. Pada awalnya, setiap orang buta berdiri di sudut yang berbeda dan dengan alat indera yang masik dimilikinya berusaha mengidentifikasi adanya Gajah. Dengan berhasil menyentuhnya, setiap orang buta meyakini kebenaran adanya Gajah. Hal tersebut telah memenuhi teori kebenaran Korespondensi.
Ada kalanya seseorang itu skeptis, sehingga tidak langsung begitu saja percaya dengan apa yang diideranya. Orang buta yang menyentuh belalai Gajah dan pernah memiliki pengalaman menyentuh Ular mungkin perlu menggunakan logikanya untuk memastikan apa yang disentuhnya bukan Ular. Dengan menyamakan pengalamannya sekarang dengan pengalamannya menyentuh Ular ia akan berhasil melihat perbedaannya dan meyakini bahwa yang disentuhnya bukan Ular, sehingga lebih percaya dengan kebenaran adanya Gajah. Proses demikian telah memenuhi teori kebenaran Koherensi.
Apabila semua orang buta dikumpulkan, lalu diminta untuk menjelaskan karakteristik Gajah, akan ada perdebatan di antara orang buta tersebut. Hal demikian dikarenakan satu orang buta mengindera Gajah dari belalai, satu orang lainnya dari kaki, satu orang lagi dari tubuh, dan ada pula yang dari ekor. Apabila semua orang buta rendah hati, semuanya akan duduk bersama dan merangkai wujud Gajah dari pengalaman yang berbeda, sehingga tercipta dalam benak semuanya citra Gajah yang lebih lengkap. Hal demikian telah menghantarkan semua orang buta pada tahapan kebenaran menurut teori kebenaran Konsensus.
Pertanyaan terpenting yang harus difikirkan oleh semua orang buta adalah tentang kemanfaatan mahluk yang besar tersebut, lepas dari apakah sebelumnya telah melewati perjalanan dari kebenaran Korespondensi hingga Konsensus atau tidak. Apabila tidak ada manfaat yang diperoleh diri sediri dan masyarakatnya, keberadaan Gajah tidak perlu diindahkan dan cukup disikapi seperti kaum Positivis mengacuhkan Metafisika. Namun saat satu atau beberapa atau semua orang menganalogikannya dengan hewan serupa yang telah memberi manfaat, semuanya akan merasa optimis dengan keberadaan Gajah sebagai kebenaran yang layan diindahkan. Sampai tahap ini, semuanya telah sampai pada teori kebenaran Pragmatik.
#PersepsiCahyana
0 comments :
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya