Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Permendikbud 49/2014 Pasal 1:14)

Senin, 03 Desember 2018

Dua Hari Tiga Kota : Kampus, Relawan TIK, dan Orang Tua

Kebetulan sekali wisuda sarjana Sekolah Tinggi Teknologi Garut tahun ini bertepatan waktunya dengan Festival TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) yang digelar oleh Relawan TIK Indonesia, sehingga saya tidak bisa banyak membantu panitia hingga hari pembukaannya sebagaimana pengurus pusat lainnya. Hari Sabtu itu saya mengikuti prosesi Wisuda, melepas puluhan sarjana Informatika Sekolah Tinggi Tekologi Garut. Acaranya berlangsung dari pukul delapan hingga tengah hari. 


Setelah wisuda usai, saya segera pulang ke rumah, mencoba tidur sebentar. Saat wisuda tadi, rasa ngantuk terasa menerpa akibat susah tidur semalam. Setelah mencoba memejamkan mata, ternyata tubuh ini menolak untuk tidur. Akhirnya saya memutuskan untuk mandi agar tubuh menjadi segar. 

Satu hari sebelumnya janji sudah dibuat dengan staf program studi dan Ipan Setiawan (perwakilan Relawan TIK Garut) untuk berangkat ke Festival TIK pada pukul dua siang. Pukul dua siang itu saya langsung berangkat menjemput keduanya. Kendaraan melaju menuju Sumedang sekitar pukul setengah tiga. Jalanan dari Sumedang ke gerbang tol Cikopo itu lumayan menantang, banyak sekali kelokan dan truk besar.

Setelah menempuh perjalanan selama sekitar empat jam, akhirnya kami sampai di lokasi kegiatan selepas Isya. Di area kompleks Radar Cirebon tersebut saya langsung menemui ketua umum Relawan TIK Indonesia yang sedang berbincang dengan panitia. Di sana juga ada ketua Relawan TIK Jawa Barat. Sebelum bergerak menuju lokasi rapat kerja nasional, saya sempatkan dulu salat Magrib dan Isya di mushala. 

Di dalam aula pertemuan itu ternyata sudah banyak sekali delegasi Relawan TIK Indonesia dari berbagai wilayah di Indonesia yang telah hadir. Acara dimulai dengan flashmob dipimpin oleh mas Bahruddin dari Relawan TIK Pasuruan dan mas Shela dari Relawan TIK Bojonegoro. Di tengah acara, staf program studi menghubungi karena jemputannya sudah datang. Saya pun beranjak dari lokasi acara menuju parkiran. Di sana saya berkenalan dengan calon suaminya yang menjemput. Setelah semua barang diambil oleh staf saya dari mobil, keduanya pamit meninggalkan lokasi. 

Sekitar puluh sembilan malam, rapat kerja nasional mulai mengatur pembahasan program kerja ke dalam divisi literasi yang telah dibentuk sebelumnya pada rapat kerja nasional di Pemalang. Saya memimpin pembahasan program kerja divisi kampus. Turut hadir dalam pembahasannya sejumlah komisariat kampus dari berbagai wilayah di pulau Jawa. Hanya saya dan pak Wijayanto dari kalangan dosen, selebihnya adalah mahasiswa. 


Sebelum pembahasan yang dibagi ke dalam kelompok tersebut, saya berkesempatan untuk menyampaikan pendapat kepada forum dalam kapasitas sebagai ketua bidang pengembangan SDM (sumber daya manusia) terkait perubahan kondisi organisasi Relawan TIK Indonesia dari mandiri menjadi madani. Pendapat tersebut sebenarnya sudah dituliskan dalam buku tentang pengembangan SDM Relawan TIK Indonesia. Saya sampaikan bahwa seyogyanya setiap anggota diberikan pengalaman karir dari tingkat komisariat hingga pusat dan berujung pada pengalaman mengelola unit bisnis yang menghidupi program relawan. Dengan demikian maka organisasi mendapatkan SDM yang cukup sehingga dapat beranjak dari kondisi mandiri menjadi madani. 

Pendapat lainnya yang juga dituliskan di dalam buku tersebut adalah terkait rantai komando. Untuk keperluan dokumentasi, bidang terkait memiliki SDM yang bekerja pada bidang tersebut dari pusat hingga komisariat. Saya berpendapat, dengan adanya SDM tersebut tidak perlu lagi dibuat divisi khusus. Semua gagasan tersebut baik yang dituliskan dalam buku ataupun disampaikan dalam rapat kerja nasional tersebut semata untuk memajukan Relawan TIK Indonesia. Dan saya kira semua amaliah pengurus pusat dalam kesempatan tersebut juga untuk tujuan yang sama. Oleh karenanya miris sekali bila ada yang bersangka buruk menganggap para pengurus pusat mengurusi popularitas diri yang tidak penting. Relawan itu tdk mencari popularitas, tapi mencari pahala dgn cara berbagi.

Kembali ke pertemuan divisi kampus, dalam pertemuan tersebut setiap wakil komisariat menyampaikan permasalahannya. Sebagai ketua divisi kampus saya mencatat dan memberikan tanggapan. Beberapa masalah dan solusinya yang menjadi pembahasan dalam pertemuan tersebut adalah sebagai berikut:

Masalah ke-1: Sebagian kampus tdk menerima organisasi eksternal kampus.

Solusi: dua legalitas, eksternal dari Relawan TIK Indonesia dlm bentuk organisasi komisariat sebagai dasar kolaborasi nasional, internal dari kampus dlm bentuk yg dikehendaki kampus.

Masalah ke-2: Kampus umumnya blm memahami arti penting relawan TIK Indonesia.

Solusi: Deskripsi kontribusi Relawan TIK yg menunjang pemenuhan Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

Masalah ke-3: Proker relawan TIK kampus belum seragam. 

Solusi: Dibuat proker nasional yg diterapkan sesuai visi & misi kampus, dan proker lokal yg sesuai dgn kebutuhan atau kondisi lokal.

Proker dpt berbentuk : Pelatihan terjadwal selama 14 minggu / 1 semester sebagai proker mingguan layanan eksternal; Seminar online yg dihadiri semua komisariat sebagai proker semesteran; Pendampingan masyarakat dlm wujud program Relawan TIK Abdi Masyarakat selama 5 hari hingga 1 bulan saat libur panjang sebagai proker tahunan.

Masalah ke-4: Belum ada upaya utk memberikan kesempatan pengalaman kegiatan yg berbeda setiap tahunnya kpd anggota sehingga mhs blm banyak yg tertarik gabung, bingung setelah bergabung, dan jenuh setelah bergabung.

Solusi: Menerapkan sistem penjenjangan dlm proker internal organisasi (peserta, pelatih, pengelola, perintis) sesuai tahun akademik di kampus.

Masalah ke-5: belum ada kegiatan kolaboratif di antara komisariat kampus.

Solusi: Prokernas hrs mewujudkan kolaborasi lintas komisariat

Masalah ke-6: Diperlukan OC selaku pengelola prokernas.

Solusi: Penggarapan BAKORTIKA ID (Badan Koordinasi Relawan TIK Kampus Indonesia) sebagai elemen organisasi Relawan TIK Indonesia harus diseriuskan.

Setelah rapat kerja nasional berakhir pada tengah malam, saya meluncur ke hotel Permata Hijau sesuai arahan ketua umum Relawan TIK Indonesia. Ikut dalam perjalanan ke sana mas Shela, mas Baharuddin, dan mas Faun. Setibanya di hotel saya tidak langsung tidur, saya beranjak ke luar untuk membeli makanan di mini market yang berada piggir hotel. Ternyata mas Faun dan kawan-kawan masih ada di depan hotel dan mengajak saya untuk minum kopi di pinggir jalan. Saya turut berbincang dengan teman-teman tentang hubungan Relawan TIK cabang dengan Relawan TIK pusat, pemerintah, dan mitra sponsor, sambil duduk di pinggir jalan dan menyeruput susu panas. Barulah setelah menjelang pukul dua pagi, kami pun menuntaskan obrolan tersebut.


Setelah tertidur beberapa saat, saya pun bangun sekitar pukul lima pagi. Saya tidur lagi setelah melaksanakan salat Subuh karena tubuh ini terasa masih lemas dan ngantuk, mungkin karena efek kegiatan wisuda dan perjalanan empat jam ke Cirebon pada hari sebelumnya. Dan waktu telah menunjukan pukul delapan lebih saat saya membukakan mata. Setelah membersihkan tubuh, saya pun beranjak keluar dari hotel dan mengajak Ipan Setiawan untuk berangkat ke lokasi kegiatan. Di lobi saya coba hubungi teleponnya, ternyata suara deringnya terdengar di atas kursi depan saya. Sepertinya Ipan sedang pergi ke luar dulu. Akhirnya saya putuskan untuk belanja minuman dulu ke mini market.

Sepulangnya dari mini market, terlihat Ipan Setiawan keluar dari kamarnya. Sesaat setelah meneguk minuman vitamin C, saya tersadar perut ini belum diisi makanan. Saya pun membuka smartphone dan mencari lokasi makanan khas Cirebon terdekat. Setelah lokasinya ditemukan, saya dan Ipan bergerak menuju rumah makan nasi Jamblang tersebut, sebelum menuju lokasi kegiatan.

Ternyata di waktu pagi menjelang siang itu banyak pengunjung mendatangi rumah makannya sehingga antriannya mengular hingga ke luar pintu. Nasi Jamblang itu dituangkan di atas piring berlapiskan daun jati. Saya memilih beberapa makanan yang jarang dan belum pernah saya makan. Alhamdulillah, makannya nikmat sekali. Lebih nikmat lagi karena makannya gratis, karena saya mendapatkan transferan yang sengaja dikirim oleh Rikza, ketua Relawan TIK Garut, untuk keperluan kegiatan Relawan TIK Garut di Cirebon dalam rangka mengikuti rapat kerja nasional Relawan TIK Indonesia. 




Selepas makan, tidak lupa menyempatkan diri untuk melihat sentra oleh-oleh tidak jauh dari rumah makan. Saya membeli beberapa batik untuk ibu di Subang, ibu mertua di Garut, dan istri. Setelah itu kami pun berangkat menuju lokasi kegiatan. 

Siang itu di Graha Pena saya bertemu dengan pak Bambang Tri Santoso, kepala Sub Direktorat Komunitas Kementrian Komunikasi dan Informatika. Kesempatan tersebut saya gunakan untuk mengkonsultasikan program Relawan TIK Abdi Masyarakat Sekolah Tinggi Teknologi Garut, pilot project divisi kampus Relawan TIK Indonesia. Beberapa waktu sebelumnya saya telah meminta kesediaan beliau untuk membubuhkan tanda tangannya sebagai bukti anggota relawan TIK kampus yang terlibat dalam program tersebut membantu pemerintah. Dalam kesempatan pertemuan di Cirebon tersebut beliau menegaskan kembali kesediaannya untuk membubuhkan tanda tangannya bersama ketua umum Relawan TIK Indonesia dalam sertifikat keikutsertaan yang akan diberikan kepada anggota Relawan TIK kampus yang terlibat dalam program tersebut.


Saat kami berbincang tentang fokus beliau pada upaya menggalakan pemrograman bagi masyarakat, saya sampaikan informasi seputar kegiatan Tantangan Bebras / kompetisi Computational Thinking yang diselenggarakan setiap tahun. Kebetulan beberapa komisariat kampus Relawan TIK Indonesia turut ambil bagian sebagai biro Bebras Indonesia di kabupaten / kota nya masing-masing. Saya sampaikan pendapat kepada beliau bahwa masyarakat informasi di era Revolusi Industri 4.0 secara umum membutuhkan Computational Thinking sebagaimana kebutuhannya terhadap perangkat lunak umum. Coding merupakan kebutuhan khusus bagi masyarakat yang berminat mengembangkan platfrom teknologi. Saya menyarankan agar sub direktorat beliau fokus pada komunitas Computational Thinking tidak hanya Coding. Agar tidak sama programnya dengan Kementrian Pendidikan Nasional, sebaiknya sub direktorat beliau mengambil ruang kegiatan ekstra kurikulernya.


Dalam perjalanan menuju lokasi kegiatan kedua saya bertemu dengan Ridha yg ngajak foto bareng di gerbang masuk. Selain itu juga bertemu dengan kang Ipan dari Relawan TIK Tasikmalaya. Kami membahas soal rencana pelatihan SID (Sistem Informasi Desa) kepada peserta matakuliah KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang akan dilaksanakan pada bulan Desember ini. Saya juga menjelaskan bahwa saat ada pelatihan SID di Tasikmalaya, saya sudah membawa dua mahasiswi untuk dilatih sebagai pelatih SID. Hanya saja saat itu lokasinya tidak ketemu sehingga kami kembali pulang ke Garut. Kang Ipan menyatakan siap membantu pelatihan pada bulan Desember nanti di Sekolah Tinggi Teknologi Garut untuk menyukseskan upaya Relawan TIK Sekolah Tinggi Teknologi Garut dalam menerapkan SID di perdesaan Garut. Tugas penerapan ini sebenarnya dipercayakan kang Solihin kepada saya, namun saya dan dua mahasiswa tidak berhasil ikut pelatihannya beberapa minggu sebelumhya.

Setelah itu saya menuju kantin dan menemukan Dr Johan (Ketua Bidang Litbang Pengurus Pusat Relawan TIK Indonesia) sedang dikerubungi kawan-kawan Relawan TIK. Tidak lama kemudian pak Onno W. Purbo ikut mengisi obrolannya sambil makan siang. Obrolan ringan kami siang itu mulai dari lisensi perangkat lunak hingga computational thinking. Obrolan itu banyak diselingi oleh candaan yang membuat kami banyak tertawa. 


Selepas melaksanakan salat Dzuhur saya pergi menuju lokasi kegiatan di Graha Pena. Nampak dari kejauhan pak Yamin melambaikan tangan menyapa. Saya langsung menemui beliau dan mengeluarkan buku garapan dosen-dosen Forum Dosen Indonesia untuk diberikan kepada beliau. Buku itu diterimanya dengan sangat senang. Di sana kami memperbincangkan soal digital native dan mesin yang mempengaruhi cara belajar cepat mereka. Di tengah perbincangan tersebut, pak Indriyanto Banyumurti (ketua umum Relawan TIK Indonesia yang pertama) datang hendak melewati meja kami. Saya pun menyapa dan menyalami beliau.

Karena hari itu ada agenda mengunjungi orang tua di Subang, saya memutuskan untuk pulang sekitar pukul dua siang. Saat kendaraan mulai keluar dari parkiran, pak Yamin menanyakan soal tujuan perjalanan. Saya bilang akan mengunjungi gua Sunyaragi. Beliau kemudian memutuskan ikut ke lokasi cagar budaya tersebut. Kami pergi ke lokasi dengan kendaraan masing-masing. Sekitar satu jam kami melihat lokasi cagar dan ngobrol soal pendidikan tinggi, setelah itu kami pulang menuju gerbang tol Cipali.


Hanya perlu satu jam dua puluh empat menit untuk tiba di Subang. Saya bertemu dengan kedua orang tua yang telah menunggu pada waktu menjelang Magrib. Tidak lupa kain batik yang saya beli di Cirebon diberikan kepada ibu. Setelah makan dan mandi, kami pamit pulang. Dan mobil ini pun melaju menuju Garut malam itu sekitar pukul delapan malam. Sekitar pukul setengah dua belas kami sampai di Garut. Ipan Setiawan turun di SMK Negeri 2 Garut karena hendak menyiapkan kegiatan di sana.

Setibanya di rumah saya lihat ada motor terparkir. Lalu saya buka Whatsapp dan membaca pesan kalau ibu dan bapak mertua malam itu menginap di rumah. Rumah saya tidak besar. Karena khawatir kedatangan saya membangunkan beliau berdua, saya pun memutuskan untuk menginap di Cipanas.

Ternyata harganya tidak murah, penjaga penginapannya menawarkan harga empat ratus ribu satu malam, itu harganya sama dengan penginapan yang saya tempati di Cirebon malam kemarin. Untunglah bisa saya tawar menjadi tiga ratus ribu rupiah. Di penginapan itu saya coba obati kelelahan tubuh ini dengan berendam air panas. Saya baru bisa tidur sekitar pukul tiga pagi.

Pagi itu saya terbangunkan oleh petugas penginapan yang mengedarkan sarapan. Saya agak kaget karena uvula terasa memanjang / bengkak. Langsung saja Google dipanggil untuk menemukan solusinya. Solusinya adalah mendinginkan ovula. Dengan penuh semangat saya wisata kuliner minuman dan makanan dingin hari itu, mulai dari jus mangga hingga es krim. Alhamdulillah hari kedua ovulanya mulai normal kembali. Demikianlah cerita perjalanan dua hari itu dari Garut, Cirebon, dan Subang. 

0 comments :

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya