Sebagian dari kita meyakini bahwa silaturahmi membuka pintu rejeki. Saat ini banyak pengusaha membangun dan memperluas jangkauan silaturahminya melalui media sosial, di mana mereka memasuki atau menciptakan komunitasnya sendiri utk mendengarkan atau memicu kebutuhan. Mereka memenuhi segala kebutuhan yg terdengar dalam jejaring pertemanannya melalui penjualan, dan memperoleh loyalitas konsumen sebagai buah interaksi pertemanan yg baik.
Lalu apa jadinya bila yg ingin berteman adalah para penjual dari luar negeri? Sebenarnya memberi komoditas dari penjual asing sudah ada dari dulu. Kita tentunya tahu tentang sejarah jalur sutera atau semisal lainnya. Kini jalur perdagangan berbasis digital berfungsi secara efisien, menghantarkan banyak pemasaran dan transaksi hingga ke sudut-sudut rumah. Kesempatan tersebut membuat pengusaha Indonesia dapat berjualan panci dan peralatan semisal di luar negeri melalui internet sampai membuatnya menjadi sangat kaya raya. Tentu saja itu adalah buah literasi dan literasi digital yg memungkinkan pedagang dapat berinteraksi di pasar global secara efektif.
Apakah jalur perdagangan digital yg bermodalkan jejaring sosial harus dilarang? Menurut saya hal itu seperti melawan kodrat mahluk sosial. Apakah kita juga perlu memasang seruan utk hanya membeli komoditas dari kalangan sendiri dan melarang transaksi dgn teman atau penjual di luar kalangan? Menurut saya hal itu melawan kodrat internet sebagai ruang terbuka. Sikap demikian akan merugikan pedagang Indonesia yg menargetkan pasar luar negeri saat ada usaha balasan.
Menurut saya, cara terbaik membantu pengusaha kecil adalah dgn membekalinya kemampuan agar dapat memposisikan diri dan bersaing. Kita tdk terlalu optimis semuanya akan dapat memperoleh manfaat dari kemampuan tersebut, mengingat tdk semua memiliki kesempatan yg sama khususnya dlm aspek aksesibilitas. Tetapi masalah tersebut dapat diselesaikan dgn menghadirkan penyedia jasa informasi. Dengannya semua pedagang dapat bersaing secara setara, sekaligus memperoleh kesempatan yg sama di ruang digital. Pertempuran dagang pada akhirnya melibatkan para pedagang melek digital dan penyedia jasa informasi yg mewakili pedagang buta digital.
Harga murah adalah inovasi yg menjadi daya tarik bagi pembeli. Bila harga jual suatu komoditas di dalam negeri sangat murah menurut pembeli di luar negeri, maka seharusnya komoditas itu menjadi sangat laku di luar negeri sana. Itulah sebab kenapa ada banyak perusahaan di luar negeri yg tertarik tdk hanya dengan komoditas dari Indonesia saja, tetapi juga dengan insan kreatif nya. Penjual dari luar negeri sana yg menjual komoditasnya di Indonesia, boleh jadi ia mengambil untung yg sedikit dibandingkan dgn penjual kita yg berjualan di tempat mereka.
Nampaknya tdk ada masalah dgn kesempatan perdagangan di ruang digital. Permasalahan utamanya menurut saya adalah pembeli kita lebih banyak bertemu dan berteman dgn penjual komoditas luar negeri di ruang digital dari pada penjual komoditas dalam negeri, atau penjual kita banyak menjual komoditas luar negeri yg faktanya memang murah, atau populer, atau belum tertandingi. Ada kesenjangan inovasi, produksi, pemasaran dan lainnya yg perlu diselesaikan. Apa tdk mungkin bagi kita utk melakukan apa yg dilakukan oleh penjual komoditas luar negeri, yakni mendorong penjualan komoditas dalam negeri sebanyak-banyaknya ke luar negeri, dari pada hanya bertahan dgn membatasi akses konsumen dalam negeri kepada komoditas yg bagi mereka tdk penting apakah berasal dari dalam atau luar negeri?
#PersepsiCahyana
0 comments :
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya