Sore ini saya mengantar istri ke pondok. Kendaraan saya terhenti tepat di gerbang masuk, tertahan oleh kendaraan yg berhenti di depan pos penjagaan. Nampak pengemudinya turun utk menyapa seorang bapak yg duduk di pos satpam. Saya sangat mengenal beliau. Saya tdk bisa turun krn posisi setengah kendaraan berada di jalan besar.
Di dalam pondok, kendaraan beliau berhenti. Nampak beberapa santri turun dan mencium tangannya. Saya menghentikan kendaraan agak jauh supaya beliau tdk terganggu dan cukup waktu berinteraksi dgn para santri. Arah kendaraan beliau sama, ke area pondok yg saya tuju.
Setelah kendaraan diparkirkan di depan gedung pondok, saya bergegas menemui beliau yg merupakan dosen agama dan ustadz akhlak saya semasa kuliah sarjana dan mondok dulu. Lama sekali tdk berjumpa, sampai beliau memastikan beberapa kali kalau saya adalah muridnya.
Beliau bertanya, kemana saja? Saya jawab, sedang kuliah. Selama kuliah, aktivitas saya lebih banyak di rumah dan di kampus Bandung. Beliau mendo'akan agar kuliah selesai, dan mengatakan orang seperti saya diperlukan. Semoga do'a dan pernyataan beliau dikaruniakan Allah kpd saya yg bukan siapa-siapa.
"Saya sudah beruban tadz", guyon saya pada beliau.
Kapasitas beliau sebagai guru akhlak tercermin dari jawabannya, "Tidak apa-apa rambut beruban, yang penting hati tidak beruban".
Tentunya saya perlu berhati-hati dalam memahaminya, tdk mengintepretasikannya secara keliru atau tdk masuk akal. Misalnya, bila uban adalah kebaikan bagi muslim, tentu saja maksud beliau bukan hati tdk boleh berhias kebaikan.
Hati beruban adalah kiasan ttg kondisi psikologis yg dipenuhi tekanan. Beliau mengingatkan agar saya membawa hati agar jauh dari kondisi tsb. Nasihat beliau menguatkan do'a yg selalu dilajimkan setiap salat wajib:
اللَّÙ‡ُÙ…َّ Ø£َعِÙ†ِّÙ‰ عَÙ„َÙ‰ ذِÙƒْرِÙƒَ ÙˆَØ´ُÙƒْرِÙƒَ ÙˆَØُسْÙ†ِ عِبَادَتِÙƒَ
Ya Allah, tolonglah aku agar selalu berdzikir/mengingat-Mu, bersyukur pada-Mu, dan memperbagus ibadah pada-Mu.
Karena saya tahu, hanya dgn mengingat Allah hati menjadi tenang (Q.S. Ar-Rad ayat 28). Namun dzikr itu tdk akan menenangkan bila Allah tdk mengaruniakan ketenangan. Oleh krn nya, do'a tersebut disempurnakan dgn
اللهم نور قلوبنا بنور هدايتك كما نورت الارض بنور شمسك ابدا ابدا برØÙ…تك يا ارØÙ… الراØÙ…ين
Ya Allah terangilah hati-hati kami dengan cahaya hidayah Mu seperti telah Kau terangkan bumi dengan cahaya matahari selama-lamanya, dengan rahmatMu Ya Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
رَبَّÙ†َا Ù„َا تُزِغْ Ù‚ُÙ„ُÙˆْبَÙ†َا بَعْدَ اِذْ Ù‡َدَÙŠْتَÙ†َا ÙˆَÙ‡َبْ Ù„َÙ†َا Ù…ِÙ†ْ Ù„َّدُÙ†ْÙƒَ رَØْÙ…َØ©ً ۚاِÙ†َّÙƒَ اَÙ†ْتَ الْÙˆَÙ‡َّابُ
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.
Demikian hikmah perjumpaan dgn beliau pada hari ini. Nama beliau sama dgn saya, "Suryo-No". Sementara saya "Cahya-Na" yg bagi seorang hamba dapat dimaknai harapan utk senantiasa beroleh "cahaya hidayah Nya". Dlm perspektif lain, segala "cahaya" sirna dlm cahaya Nya. Tdk ada aku yg mengaku-aku, hanya Dia yg Ada. Itulah sebab saya bukan siapa-siapa.
#biograficahyana
0 comments :
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya