Ada keresahan dlm benak sebagian mahasiswa baru yg saya ajar pada semester ganjil lalu saat mereka diberi pengalaman berbeda dari kelas lainnya, yakni tugas & ujian daring. Keresahan itu di antaranya krn beragam hambatan yg dihadapi, mulai dari keterbatasan kuota data & sinyal seluler, hingga masalah perangkat. Selebihnya adalah malas, hambatan yg tdk perlu diindahkan. Saya berusaha sebisa mungkin membantu mereka menghadapi persoalan perangkat saat pelaksanaan ujian daring.
Mungkin kesulitan yg timbul dari hambatan itulah yg membuat mereka yg mudah patah semangat mengeluhkan ujian daring & menginginkan ujian luring. Walau tdk ada yg berani menyampaikan keluhannya, kabar itu sampai juga ke telinga ini. Saya merasa perlu menjelaskan kenapa mereka diberikan pengalaman tsb.
Hari itu di kelas, saya sampaikan kpd mereka bhw pengalaman demikian seharusnya tdk terlalu sulit dihadapi oleh digital native seperti mereka yg menghabiskan waktu lama di internet, dibandingkan digital migrant seperti saya. Dan pengalaman demikian bukan hal aneh di luar kampus sana. Sdh lama praktik blended learning berjalan di lingkungan perguruan tinggi.
Sebagai digital native yg belajar di prodi informatika, mrk hrs siap dgn praktik tsb. Apalagi yg dipelajari di kelas saya adalah teknologi informasi. Praktik tentunya sama pentingnya dgn teori. Semester genap depan, kampus berencana mulai menerapkan Elearning pd beberapa mata kuliah pilihan pd prodi Informatika. Mereka hrs senang menjadi kelompok pertama yg mendapat pengalaman blended learning.
Beberapa bulan kemudian bencana Covid-19 pun terjadi. Di tengah semester genap itu, kampus membuat keputusan utk menerapkan Elearning sesuai arahan pemerintah. Semua prodi diperintahkan utk menyelenggarakan perkuliahan seluruh mata kuliah secara daring melalui Google Classroom. Syukurlah pd semester sebelumnya, semua dosen sdh mengikuti pembekalan Elearning oleh kampus.
Semua mhs sekarang mengikuti perkuliahan secara daring, termasuk mhs baru. Mau tdk mau mereka hrs mengelola hambatan agar pembelajarannya lancar. Di kelas yg saya ampu ada beberapa mhs yg menyampaikan permohonan maaf atas keterlambatan pengiriman tugas yg disebabkan krn sinyal & kuota data. Saya tdk memberikan pengecualian terhadap kasus tsb dgn maksud agar mereka dapat menghadapi takdir dgn baik, tetap tersenyum & optimis dlm kegagalannya, serta berusaha utk mengejar ketertinggalan atau memperbaiki segala kekurangan dlm pengelolaan resiko.
Tdk hanya hambatan tsb saja yg mengemuka, ternyata ada pula yg menginginkan penurunan beban belajar / SKS dgn alasan sedang bencana. Padahal jam belajarnya sekarang ini fleksibel, bisa disesuaikan dgn kesempatan masing-masing. Saya tdk mengabulkannya krn tdk ingin mereka menukar kesempatan belajar dgn kegiatan di luar belajar yg tdk ada kepastian kemanfaatannya. Cukup ditunjukan bahwa beban belajarnya sudah sesuai dgn besaran SKS dan luarannya sesuai dgn luaran pembelajaran yg tersebut dlm rencana kegiatan pembelajaran semester.
Dlm kesempatan mengerjakan tugas selama satu minggu, masih saja ada yg mengerjakannya ala kadarnya. Sepertinya belajar di rumah membuat sebagian kecil mhs menjadi lebih malas belajar. Saat kuliah luring, saya berada di hadapan mhs. Ada di antara mereka yg terlihat malas mengikuti kuliah. Bisa dibayangkan bagaimana mereka saat belajar di rumah, di mana tdk ada mata dosen yg memperhatikan.
Di penghujung perkuliahan saya sampaikan demikian kpd mereka:
Para pembelajar semoga memahami bhw mempelajari sesuatu itu hrs dibarengi dgn keinginan yg kuat. Setiap pengalaman baru yg berhasil dilintasi dgn susah payah akan membangun kemampuan baru. Semakin bertambah kemampuan, semakin berdaya saing. Bagi pembelajar sejati, ketidakmampuan adalah masa lalu dan kemampuan adalah masa depan, pantang menghabiskan waktu dgn kemampuan yg tdk berkembang.
Pada akhirnya, mereka memperoleh apa selama satu semester sangat bengantung dgn usaha mereka sendiri. Bila Dosen memberikan petunjuk yg tdk mudah, hal tersebut utk membukakan kemampuan menyelesaikan masalah, bukan utk terjelembab dlm keluh kesah. Mengumpulkan malas dan keluh kesah itu tdk berdampak baik bagi pengetahuan, keterampilan, dan sikap calon Sarjana.
0 comments :
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya