Terkadang sikap phobia agama seperti penolakan ibadah umat lain yg tertayang dlm konten medsos sdh menjadi bagian dari kehidupan masyarakat kita. Sebagian orang dlm lingkungan pergaulan saya dulu memiliki sikap demikian, sehingga saat masih kecil saya terpengaruh dan merasa tdk suka dgn kemunculan dua tempat ibadah yg berdekatan di wilayah tempat tinggal tanpa bisa menjelaskan alasannya. Anak kecil memang meniru perilaku orang dewasa tanpa perlu alasan detail. Asal orang yg dilihatnya mengekspresikan hal tsb buruk, anak kecil akan mudah percaya bahwa hal itu buruk. Oleh krn nya konten intoleran akan menjadi materi pembelajaran yg negatif bagi anak dan remaja, sehingga perlu direspon oleh netizen yg membina toleransi.
Semua warga negara bersamaan kedudukan dan haknya dlm beribadah. Komunitas muslim dapat membangun masjid besar atau kecil di mana saja utk memenuhi kebutuhan ibadah warga sekitar, melakukan aktivitas keagamaan di rumah pribadi atau fasilitas umum yg diikuti oleh banyak orang dari luar wilayah, dan hal itu pastinya tdk serta merta membuat semua non muslim di sekitar menjadi mualaf. Saya sedari dulu bisa salat di masjid mana saja yg saya mau. Hal serupa harusnya berlaku sebaliknya, rumah ibadah non muslim boleh dibangun di mana saja, aktivitas ibadah bisa dilakukan di rumah sendiri atau fasilitas publik, di mana hal tsb tdk serta merta membuat muslim di sekitar akan menjadi murtad.
Tentang aktivitas keagamaan di rumah, saya melihat ada kesamaan antara komunitas muslim dan non muslim. Dlm video Kristian Hansen, penjelajah nusantara asal Denmark, saya melihat ada tradisi seperti tahlilan dlm suku Dayak Iban di Sungai Utik. Saat ada kematian salah satu warganya yg beragama Kristen, semua warga menyiapkan makanan utk beberapa kali seremoni. Apakah kita harus keberatan dgn aktivitas seperti itu, sementara non muslim tdk keberatan dgn tahlilan yg biasa dilaksanakan kalangan tradisi di lingkungannya?
Dulu saya pernah mendengar cerita dari teman di lingkungan tentang seorang Kristen yg terungkap jati dirinya dari kalung salib yg tertutupi kerudung. Selama ini ia ikut pengajian utk mendengar tausiah yg menyejukkan. Ia dituduh sebagai mata-mata. Istilah mata-mata memiliki nilai polaritas negatif, sehingga orang dapat dgn mudah menyimpulkan non muslim tdk boleh berada di antara jema'ah pengajian. Dan akhirnya memang non muslim tsb tdk diperbolehkan lagi berada di lingkungan tsb.
Padahal saya sering mendengar pengakuan non muslim yg senang menyimak acara pengajian di televisi. Bahkan di luar negeri sana, non muslim dapat mengunjungi masjid utk mengambil manfaat apapun. Tdk sedikit dari mereka yg memperoleh pengalaman keagamaan yg baik. Tentu saja tdk harus selalu berakhir dgn mualaf, sebab hidayah itu hak Allah semata. Boleh jadi pengalaman tsb menjadi bahan perbaikan bagi praktik keagamaannya yg tdk harus selalu dianggap utk kebutuhan kristenisasi atau semisal lainnya.
Banyak cerita di lingkungan pergaulan saya dulu bahwa orang bisa murtad krn bantuan makanan. Tetapi masa iya alasannya hanya krn mendapat satu kardus mie instan?. Saya percaya orang bisa pindah agama krn melihat jema'ah agama lain lebih baik akhlaknya dari jema'ah agamanya sendiri. Saya meyakini demikian berdasarkan dialog dgn seseorang yg berniat pindah agama krn alasan buruknya perilaku sebagian kelompok umat Islam. Alasannya bermotif phobia krn generalisasi keliru yg juga dialami masyarakat barat. Oleh sebab itu saya pikir, cukup perbaiki saja kualitas ajaran agama dan perilaku beragama di tengah masyarakat utk menjaga keimanan warga agamanya yg berakal dan bernurani baik, tdk perlu dgn bersikap intoleran yg hanya memicu phobia di kalangan yg memiliki kerancuan berpikir.
Saat sebagian kelompok muslim mempersulit pemenuhan kebutuhan agama umat lain, mungkin mereka lupa akan perjanjian Nabi Muhammad SAW utk melindungi ibadah umat Kristen di Najran. Mereka lupa bahwa beliau pernah bersabda, "Barangsiapa menyakiti seorang zimmi (non Muslim yang tidak memerangi umat Muslim), maka sesungguhnya dia telah menyakitiku. Dan barang siapa yang telah menyakitiku, maka sesungguhnya dia telah menyakiti Allah.” (HR Imam Thabrani); "Ketahuilah, bahwa siapa yang menzalimi seorang mu’ahad (non-Muslim yang berkomitmen untuk hidup damai dengan umat Muslim), merendahkannya, membebaninya di atas kemampuannya atau mengambil sesuatu darinya tanpa keridhaan dirinya, maka saya adalah lawan bertikainya pada hari kiamat" (HR imam Abu Dawud).
#BiografiCahyana
0 comments :
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya