Saat ada ruang kosong yg belum terisi oleh pemerintah, maka biasanya dlm lingkungan guyub/rukun yg solutif, masyarakat berinisiatif mengisinya utk membantu pemerintah, terpanggil oleh negaranya utk mengabdi. Misalnya, kalau dana bansos di masa PPKM tdk ada atau kurang, maka masyarakat dapat berpartisipasi dgn mengadakan atau menambahinya. Di lingkungan sebaliknya, masyarakat memberatkan beban pemerintah dgn doa buruk atau lainnya.
Di lingkungan yg baik, masyarakatnya mengembangkan prasangka baik, misalnya: mungkin pemerintah lupa, sehingga perlu diingatkan; atau mungkin pemerintah punya beban pembiayaan lain yg sama pentingnya, seperti vaksinasi, pengobatan, atau lainnya, sehingga perlu dibantu. Saya pribadi percaya, di lingkungan yg demokratis dan modern seperti sekarang ini, di mana penguasa dipilih oleh rakyat secara langsung, tdk ada penguasa yg bertujuan utk menghilangkan kesejahteraan rakyatnya utk meningkatkan kesejahteraan dirinya sendiri seperti halnya raja atau kaisar atau pewaris tahta kekuasaan dari keluarga di masa lalu.
Kembali ke sampel solusi. Kalau masyarakat tdk bisa melunasi cicilannya krn penghasilannya menurun akibat terdampak penanganan bencana pandemi, ada dua pilihan bagi masyarakat: 1) Menjual aset cicilan tsb bila tdk produktif; atau 2) Gerakan pembebasan hutang memperbesar kampanyenya, sehingga tersedia dana yg besar utk menutupi banyak cicilan aset produktif masyarakat terdampak bencana. Produktif dlm arti mempengaruhi kebutuhan mendasarnya. Kalau asetnya konsumtif, misalnya aset lebih, seharusnya dijualpun tdk apa2, sekiranya tdk lagi punya tabungan yg bisa dimanfaatkan. Kalau tdk mau menjualnya, ya berarti tamak atau tdk ingin berkorban utk kepentingan bangsa dan negara.
Bencana harus dijadikan ajang menambah kawan dan bukan musuh, agar psikologi kita tdk terganggu. Bencana harus dijadikan ajang menambah pahala kebaikan dan bukan keburukan, agar masa depan kita lebih baik.
#PersepsiCahyana
0 comments :
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya