Budaya adalah warisan cara hidup turun temurun. Salah satu unsur kebudayaan adalah teknologi yang mengikuti perkembangan pengetahuan manusia. Teknologi memberikan dampak positif dan negatif yang tidak jarang penerapannya menimbulkan gesekan di tengah masyarakat. Dalam artikel blog ini saya akan menceritakan perubahan budaya dan tantangannya yang pada akhirnya menjadi pesan penting untuk tetap berkarakter di dunia maya.
Perubahan Budaya
Pada awalnya manusia bepergian dari satu tempat ke tempat lain dengan cara berjalan kaki. Setelah manusia dapat menaklukan dan menunggangi hewan, cara tersebut berubah dan memberikan dampak efisieni waktu dan tenaga. Setelah manusia menemukan pedati, cara bepergian menjadi lebih murah karena satu keluarga tidak perlu memiliki hewan tunggangan yang banyak. Cara baru ini menciptakan bentuk usaha baru transportasi umum yang dapat diikuti oleh banyak orang di berbagai tempat. Kondisi tersebut menggambarkan perubahan budaya yang timbul karena penemuan baru atau kontak dengan budaya lain.
Penemuan mesin uap memulai era industri dan mengubah alat transportasi umum yang pada awalnya menggunakan tenaga hewan menjadi tenaga mesin. Keberadaan alat transportasi modern yang lebih baik membuat masyarakat cenderung meninggalkan alat transportasi lama. Hal tersebut mempengaruhi pendapatan, sehingga pengusaha transportasi lama yang tidak berdaya saing terkadang memilih cara kasar untuk menolak keberadaan pesaing. Namun gerak kemajuan tidak akan terbendung dan setiap orang pada akhirnya akan bermigrasi dari cara lama kepada cara baru yang lebih baik. Apalagi bila cara baru menjanjikan penghasilan yang jauh lebih baik bagi pengusaha dan kenyamanan yang jauh lebih baik bagi konsumen.
Oleh karenanya, penolakan kusir pedati terhadap sopir kendaraan bermotor sangat mungkin terjadi dalam kondisi adanya kondisi persaingan usaha. Demikian pula setelah manusia memasuki era digital, ojek atau taksi konvensional akan merasa tersaingi oleh mode digital yang menawarkan fleksibilitas dan kenyamanan yang jauh lebih baik. Apakah setelah taksi konvensional bermigrasi ke cara digital tidak akan ada pesaing lagi? Tentu saja tidak. Di era industri 4.0, peran manusia selaku sopir alat transportasi umum diambil alih oleh kecerdasan buatan. Manusia perlu meningkatkan kemampuannya agar dapat beralih pekerjaan menjadi penjaga kinerja banyak kendaraan otomatis di belakang layar komputer.
Budaya Digital dan Asimilasi Budaya
Budaya digital terwujud saat teknologi informasi merubah cara manusia dalam berinteraksi; serta dalam membuat, menyampaikan dan menerima produk dan jasa. Internet menyediakan kesempatan bagi siapapun untuk memperluas interaksi dengan manusia, mesin, dan konten sehubungan dengan tidak adanya batasan lokasi geografis. Kondisi tersebut menimbulkan interaksi dan asimilasi budaya, di mana manusia saling mempertukarkan dan memperbaiki budayanya. Contohnya, mereka yang mendapatkan informasi makanan di luar negeri yang menarik dari internet mungkin akan mencoba untuk mencicipinya saat ada kesempatan. Setelah makanan itu terasa sangat enak, ia akan mengubah masakannya agar hasilnya terasa seenak makanan tersebut. Bahkan ia bisa memodifikasi masakan lokal berdasarkan pengalaman tersebut, sehingga menjadi komoditas baru yang diminati oleh banyak pecinta kuliner karena rasanya menyamai makanan yang sedang populer di internet.
Masalah Emosi
Internet memberi kesempatan bagi siapa saja untuk memproduksi dan menyebarkan informasi dan gagasannya secara luas tanpa melalui meja editor. Sayangnya, ada banyak kiriman informasi atau komentarnya yang merupakan ekspresi yang kasar. Sebagian dari pengirim informasi atau komentator tersebut tidak berani melakukannya di dunia nyata, sehingga kita melihat auman singa di media sosial ternyata berasal dari kucing imut bersuara menggemaskan. Banyak orang merasa takut saat berhadapan dengan sikap buruknya di dunia maya, namun sebaliknya dia merasa ketakutan di dunia nyata saat berhadapan dengan orang yang terganggu oleh sikap buruknya.
Mereka yang tidak banyak bermain di internet mungkin terkejut saat Microsoft menerbitkan hasil survei yang menyatakan netizen Indonesia paling tidak sopan di ASEAN. Dari dulu bangsa Indonesia terkenal dengan sikap ramah, sehingga rasanya hampir tidak masuk akal bila netizen Indonesia berkarakter seperti itu. Boyd mengatakan bahwa sebagian orang mengira keberadaan dirinya di internet tidak akan ditemukan oleh siapapun, sehingga mereka bisa melakukan hal mengerikan di media sosial. Kondisi tersebut serupa dengan orang yang melakukan pencurian karena merasa tidak ada yang melihat tindakannya.
Di internet kita banyak menemukan netizen yang terlihat seperti sosok pemarah hanya karena perbedaan pendapat dalam merespon komentar atau informasi. Menurut Greenawalt, seseorang menggunakan bahasa kasar saat emosinya memuncak. Ia menyebut julukan kelompok dalam kalimatnya untuk menguatkan bahasa tersebut. Mungkin saja marahnya itu karena terdorong oleh rasa cinta pada tanah airnya. Tetapi emosi terkadang sangat melupakan dan membuat ekspresinya menjadi sangat berlebihan, sehingga ia menghasut tindak kekerasan kepada kelompok tertentu berdasarkan ras, agama, kebangsaan, dan karakteristik lainnya. Hal tersebut menjadikan ekspresi bencinya yang nasionalis berubah menjadi ujaran kebencian yang melawan hukum. Akibatnya ia berhadapan dengan kelompok yang tersinggung dan mungkin saja terancam sanksi hukum pidana. Sikap temperamental dalam interaksi di media sosial berdampak buruk pada kesehatan diri dan lawan bicaranya. Greenawalt menyebutkan dampak buruk yang dirasakan oleh lawan bicara berupa gejala fisiologis dan tekanan emosional mulai dari rasa takut di usus, denyut nadi cepat dan kesulitan bernapas, mimpi buruk, gangguan stres pasca trauma, hipertensi, psikosis, dan bunuh diri.
Karakter Indonesia
Bagi bangsa Indonesia yang Berketuhanan yang Maha Esa, perbuatan netizen yang tidak berkarakter merupakan kekhilafan karena lupa kepada Tuhan yang maha mengetahui semua perbuatan di dunia nyata dan dunia maya. Tuhan tahu siapa netizen yang tersembunyi di balik akun anonim seperti semut hitam yang merayap di atas batu hitam dalam kegelapan malam. Tidak ada seorang pun kecuali meninggalkan jejak di internet, dan ahli forensik dapat dengan mudah menemukannya.
Bapak Sukarno menyebut Ketuhanan YME adalah karakteristik bangsa Indonesia. Beliau menyeru kepada bangsa ini untuk mengamalkan agama dengan cara yang berkeadaban, yakni hormat menghormati satu dengan lain. Netizen yang mewarisi karakteristik tersebut akan menghormati netizen lain sekalipun tidak dikenalnya. Ada banyak nilai dari agama yang dapat membentuk karakter seperti itu. Contohnya, agama Islam mengajarkan kepada netizen muslim Indonesia untuk bersikap lemah lembut, berkata baik (QS. 2:83, 15:88, 3:159), santun dan tidak pemarah (QS. 3:134, 26:37), serta memaafkan dan memaklumi orang lain (QS. 3:134, 26:40) yang berbuat salah di dunia maya. Islam mengajarkan mereka untuk bersikap jujur dan tidak berdusta (QS. 9:199), sehingga secara sadar akan menjauhi hoax. Mereka juga tidak akan berkata dan berbuat tanpa ilmu (QS. 17:36), sehingga tidak mudah mencela, berburuk sangka (QS. 49:11-12), membicarakan aib orang lain, dan mencari-cari kesalahan (QS 49:12) dalam urusan yang tidak difahaminya. Mereka akan bekerjasama dalam kebaikan dan tidak dalam keburukan (QS. 5:2), seperti mencegah kelicikan dan penipuan dalam jual beli (QS. 83:1-3, 6:152) di virtual marketplace.
Peran Perempuan
Pada tahun 1901, Kartini menuntut pendidikan bagi kaum perempuan agar dapat menjalankan kewajibannya sebagai ibu, pendidik manusia yang pertama-tama. Perhatian kepada kaum perempuan sangat penting di era digital sekarang ini. Perubahan budaya menyebabkan kebiasaan anak berubah karena pengaruh smartphone atau perangkat teknologi informasi lainnya. Banyak ibu yang kebingungan mendampingi anaknya menggunakan smartphone dalam kegiatan pembelajaran jarak jauh saat pandemi Covid-19. Kondisi tersebut disebabkan karena ibu belum memiliki pengalaman tersebut saat bersekolah dulu. Banyak ibu yang juga merasa bingung apakah harus memberikan anaknya smartphone atau tidak, sementara anaknya membutuhkan smartphone untuk beragam keperluan. Kekhawatiran para ibu adalah sikap kecanduan terhadap smartphone yang mengancam kesehatan dan masa depan anaknya, sementara mereka belum pernah mendapatkan pengajaran di sekolah atau di Posyandu tentang pengasuhan digital.
Orang tua telah mendekatkan anak dengan perangkat digital, sehingga anak memiliki ikatan emosional atau ketertarikan terhadap perangkat digital. Anak telah mendengarkan suara digital dari alam kandungan, ia bisa membedakan suara ibunya dengan suara lantunan ayat suci atau nyanyian yang berasal dari pemutar musik digital. Anak lebih dulu melihat kilatan cahaya kamera smartphone dari pada suara ayahnya, sehingga pengenalannya terhadap audio visual perangkat digital menjadi lengkap. Ibu mengajak anak balitanya menonton film dari televisi, dan memberikan smartphone atau tablet agar dapat mengerjakan aktivitas rumah tangga atau memenuhi kebutuhan dirinya tanpa interupsi dari anaknya. Anak berebut smartphone dengan ibu dan kakaknya yang kebutuhan hariannya bergantung pada perangkat tersebut, sehingga orang tua pada akhirnya memberikan gawai untuk setiap anaknya.
Dalam kondisi demikian, orang tua harus memiliki kemampuan untuk mendisiplinkan anaknya agar fungsi pengawasan digital berjalan dengan baik. Lebih lanjut, orang tua perlu menggunakan aplikasi smartphone untuk memonitor dan membatasi aktivitas anaknya. Untuk itu semua, kita memerlukan pengajaran dan pendidikan literasi digital kepada anak-anak wanita agar mereka lebih cakap melakukan kewajiban sebagai ibu pendidik anak digital yang pertama-tama. Anak perempuan harus pandai melakukan asimilasi budaya dan menciptakan model hibrida, di mana cara lama yang baik dan berlaku di dalam lingkungan keluarga tidak perlu hilang sepenuhnya. Seorang anak muslimah dapat mengaji menggunakan aplikasi mushaf digital pada waktu antara Maghrib dan Isya, di mana dulu orang tuanya menghabiskan waktu tersebut dengan mengaji menggunakan mushaf tercetak.
Seorang anak dapat melakukan aktivitas baik atau buruk baik dengan smartphone atau tidak. Smartphone hanya menguatkan pengaruh atau mempercepat proses anak menjadi baik atau buruk. Faktor penentunya bukan smartphone, tetapi orang tua yang memiliki tanggung jawab harian dalam mengawasi anak. Oleh karenanya, orang tua tidak perlu menjauhkan anak dari perangkat digital yang telah didekatkannya sedari dalam kandungan. Yang perlu dilakukan oleh orang tua adalah membangun kesadaran pentingnya menjadi orang baik. Kesadaran dapat membangun sikap mawas diri, sehingga tidak mudah terseret arus deras di dunia maya yang mengarah pada dampak negatif. Orang tua harus memastikan anaknya untuk tetap berkarakter di dunia maya.
#PersepsiCahyana
0 comments :
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya