Pengenalan awal saya terhadap pemikiran Islam dimulai dari karya tulis imam al-Ghazali yg berjudul Minhajul Abidien yg ditranslasikan oleh Kyai Abdullah bin Nuh dgn judul Menuju Mukmin Sejati. Saya meminjam buku tersebut dari almarhum Mas Yudho semasa masih sekolah. Isi bukunya terasa sangat nikmat, sampai saya ekpresikan dalam wujud tulisan di atas secarik kertas yg disisipkan pd buku tersebut.
Belasan tahun kemudian saya melihat buku tsb masih ada, dan ternyata almarhum menyimpan secarik kertas itu pada sampul plastiknya. Setelah beliau meninggal, saya berusaha menghubungi keluarganya utk dapat memiliki buku tersebut. Buku tersebut merupakan kenangan terbaik saya dengan beliau.
Selain Minhajul Abidien, saya juga membaca buku Keajaiban Hati yg merupakan terjemah dari Ihya Ulumuddin juz III. Isinya sama mempesonanya dgn Minhajul Abidien. Saking terikatnya, sampai saya menyukai perilaku santun Aisyah krn kesesuaiannya dgn ajaran hati Ghazali. Saya memberi nama Aisyah kpd teman di organisasi masjid, seorang anak guru ngaji, karena wajahnya yg kemerah2an.
Saya membaca juz lain dari Ihya di perpustakaan mushola sekolah. Setiap istirahat saya sempatkan utk mengunjunginya dan membaca buku tersebut. Bukunya sangat banyak sehingga tdk semuanya bisa dibaca.
Interaksi saya dgn buku mengalir begitu saja. Terkadang saya mengikuti arus trend penerbitan, di mana setiap buku yg muncul di etalase toko buku saya beli dan baca. Terkadang saya juga memperhatikan judul buku yg disebutkan oleh penulisnya atau muncul dalam kutipannya utk kemudian saya cari di toko buku, membeli dan membacanya. Sehingga bila toko buku dibanjiri karya2 Ibnul Qayyim Jauziyah, saya banyak menghabiskan uang utk membeli karya2 beliau.
Sebelum bertemu dgn buku Ibnul Qayyim Jauziyah, saya menemukan buku Tauhid karya Ibnu Taimiyah di ponpes semasa kuliah. Buku sumbangan dari Saudi itu saya baca utk menambah pengetahuan seputar Ilmu Tauhid. Sebelumnya ustadz di ponpes memberi pengetahuan dari Tijan dan karya tulisnya Kyai Khoer.
Saat bertemu dgn sejumlah karya Ibnul Qayyim Jauziyah, saya mengetahui beliau adalah murid Ibnu Taimiyah. Karya beliau yg berkaitan dgn hati membuat saya dgn sangat mudah cenderung kepadanya. Hingga tibalah waktu saat itu bagi saya utk bertemu dgn karyanya yg berjudul Madarijus Salikin. Buku tsb dianggap setara dgn Ihya Ulumuddin.
Rupanya saya harus mendengar lebih banyak seputar kritik thd Ihya Ulumuddin, terutama terkait masalah derajat hadits. Entah kenapa setelah itu saya menjadi tdk bisa membaca Ihya. Ada kesenjangan pengetahuan yg membuat kritik tersebut sangat berpengaruh, membuat diri yg dekat kemudian menjauh.
Setelah kesenjangan itu terentaskan berpuluh-puluh tahun kemudian, kerinduan saya utk mengkoleksi buku Ihya Ulumuddin muncul kembali. Bila ada rejekinya, saya akan melengkapi rak buku di rumah dgn karya yg pernah memikat hati tersebut, insya Allah.
#BiografiCahyana
0 comments :
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya