Merusak citra agama ini seperti menista agama, tdk menyebabkan agama yg sakral itu menjadi "terkotori", sebab kita masih bisa membedakan mana agama, dan mana yg berasal dari pelakunya. Penista agama dan perusak citra agama adalah oknum, kita menyebut perbuatannya sebagai menista agama dan merusak citra agama.
Semangat memviralkan tindakannya tsb bahkan mewabah di kalangan tertentu saat pelakunya adalah orang di luar umat atau kelompoknya. Herannya, bila pelakunya dari kalangan sendiri, kita digiring utk melindungi pelaku melakukan sesuatu yg tdk pantas thd agama. Padahal kita harus mengingatkan siapapun yg menjadikan agama tdk semestinya, apalagi hanya utk kepentingan duniawi, seperti misalnya politik partisan; sekalipun ia tdk menyadari telah menghina agamanya sendiri, menurunkannya dari kesakralan menjadi cemoohan.
Adakalanya perusakan citra agama direspon dgn penistaan lagi. Akhirnya kita melihat agama ini yg seharusnya sakral malah dijadikan objek yg dirusak citranya. Banyak orang yg tdk mengenal agama, masuk ke dalam pusarannya, sehingga mengira agama itu buruk seperti citra yg sedang ditampilkan. Pada tingkatan akut, muncul phobia terhadap agama. Atau mengira tindakan itu menjaga agama, sehingga tanpa sadar ikut memelihara citra buruk tsb.
Mereka yg tdk sadar telah merusak citra agama, dan mereka yg meresponnya dgn merusak citra agama secara sadar adalah pelaku atau oknum yg harus disadarkan. Bila ada satu orang yg menyadarkannya, maka tindakannya tsb telah mengugurkan kewajiban orang lain. Apakah ia menyadarkan salah satunya atau semuanya, ia telah memperbaiki citra agama dgn perbuatan baiknya tersebut.
#PersepsiCahyana
0 comments :
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya