Sekolah Tinggi Teknologi Garut
Diselenggarakan mulai tahun 1991 dan bernaung di bawah Yayasan Al-Musaddadiyah. http://www.sttgarut.ac.id/
Program Studi Teknik Informatika
Berdiri pada tanggal 30 Juni 1998 dan terakreditasi B. http://informatika.sttgarut.ac.id/
Rinda Cahyana
Dosen PNS Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, dpk Sekolah Tinggi Teknologi Garut sejak tahun 2005
Kamis, 31 Desember 2020
Sujud dengan Semurni-murninya Ketaatan
Rabu, 30 Desember 2020
Permata Keluhuran Budi
Selasa, 29 Desember 2020
Kembali kepada Ghazali
Pengenalan awal saya terhadap pemikiran Islam dimulai dari karya tulis imam al-Ghazali yg berjudul Minhajul Abidien yg ditranslasikan oleh Kyai Abdullah bin Nuh dgn judul Menuju Mukmin Sejati. Saya meminjam buku tersebut dari almarhum Mas Yudho semasa masih sekolah. Isi bukunya terasa sangat nikmat, sampai saya ekpresikan dalam wujud tulisan di atas secarik kertas yg disisipkan pd buku tersebut.
Belasan tahun kemudian saya melihat buku tsb masih ada, dan ternyata almarhum menyimpan secarik kertas itu pada sampul plastiknya. Setelah beliau meninggal, saya berusaha menghubungi keluarganya utk dapat memiliki buku tersebut. Buku tersebut merupakan kenangan terbaik saya dengan beliau.
Selain Minhajul Abidien, saya juga membaca buku Keajaiban Hati yg merupakan terjemah dari Ihya Ulumuddin juz III. Isinya sama mempesonanya dgn Minhajul Abidien. Saking terikatnya, sampai saya menyukai perilaku santun Aisyah krn kesesuaiannya dgn ajaran hati Ghazali. Saya memberi nama Aisyah kpd teman di organisasi masjid, seorang anak guru ngaji, karena wajahnya yg kemerah2an.
Saya membaca juz lain dari Ihya di perpustakaan mushola sekolah. Setiap istirahat saya sempatkan utk mengunjunginya dan membaca buku tersebut. Bukunya sangat banyak sehingga tdk semuanya bisa dibaca.
Interaksi saya dgn buku mengalir begitu saja. Terkadang saya mengikuti arus trend penerbitan, di mana setiap buku yg muncul di etalase toko buku saya beli dan baca. Terkadang saya juga memperhatikan judul buku yg disebutkan oleh penulisnya atau muncul dalam kutipannya utk kemudian saya cari di toko buku, membeli dan membacanya. Sehingga bila toko buku dibanjiri karya2 Ibnul Qayyim Jauziyah, saya banyak menghabiskan uang utk membeli karya2 beliau.
Sebelum bertemu dgn buku Ibnul Qayyim Jauziyah, saya menemukan buku Tauhid karya Ibnu Taimiyah di ponpes semasa kuliah. Buku sumbangan dari Saudi itu saya baca utk menambah pengetahuan seputar Ilmu Tauhid. Sebelumnya ustadz di ponpes memberi pengetahuan dari Tijan dan karya tulisnya Kyai Khoer.
Saat bertemu dgn sejumlah karya Ibnul Qayyim Jauziyah, saya mengetahui beliau adalah murid Ibnu Taimiyah. Karya beliau yg berkaitan dgn hati membuat saya dgn sangat mudah cenderung kepadanya. Hingga tibalah waktu saat itu bagi saya utk bertemu dgn karyanya yg berjudul Madarijus Salikin. Buku tsb dianggap setara dgn Ihya Ulumuddin.
Rupanya saya harus mendengar lebih banyak seputar kritik thd Ihya Ulumuddin, terutama terkait masalah derajat hadits. Entah kenapa setelah itu saya menjadi tdk bisa membaca Ihya. Ada kesenjangan pengetahuan yg membuat kritik tersebut sangat berpengaruh, membuat diri yg dekat kemudian menjauh.
Setelah kesenjangan itu terentaskan berpuluh-puluh tahun kemudian, kerinduan saya utk mengkoleksi buku Ihya Ulumuddin muncul kembali. Bila ada rejekinya, saya akan melengkapi rak buku di rumah dgn karya yg pernah memikat hati tersebut, insya Allah.
#BiografiCahyana
Minggu, 20 Desember 2020
Suasana Hati Pak Polisi
Sabtu, 19 Desember 2020
Tidak Terganggu Dengan Penilaian Manusia
Jumat, 18 Desember 2020
Cinta dan Benci Karena Allah
Sabtu, 12 Desember 2020
Bisikan itu Belum Tentu Benar
Saat dawam dzikr "Allah" di masa remaja dulu, di tengah kegiatan aurod berjamaah pada waktu Maghrib, ada yg berbisik ttg akidah Islam. Seketika saya beranjak dan menuliskannya. Materi seperti itu muncul dlm beragam kondisi. Ada kalanya kalimatnya muncul dari cahaya yg melesat dlm benak, di mana saya harus "berlari" mengikutinya agar kalimatnya tdk terputus. Adakalanya dari bentuk yg kemudian berubah menjadi kalimat. Dlm kesempatan lain muncul citra sosok yg wajahnya tertutup cahaya, kepalanya mengenakan sorban, dan bersayap.
Dari Durotun Nasihin saya mengenal sayap Malaikat, dan dari Minhajul Abidin saya mengetahui perbedaan khotir dari Allah, malaikat Mulhim, dan Setan. Namun tdk serta merta saya menganggap sosok itu sebagai Malaikat Mulhim, sebab teringat cerita Setan yg menyamar sebagai Tuhan yg dikisahkan dlm Minhajul Abidin. Demikian pula, tdk serta merta saya menganggap bisikan itu benar, sehingga setelah tercatat, saya periksa kebenarannya dgn ajaran akidah islam, atau saya konfirmasikan juga kpd guru tauhid. Saya membakar satu buku catatan yg dianggap pembahasannya bahaya bagi mereka yg tdk memiliki dasar akidah yg kuat.
Saya menuliskan hal ini di blog krn mengangap pengalaman tsb bukan apa-apa, hanya semacam tantangan yg muncul dlm dawam dzikr. Saya bukan siapa-siapa, dan apa yg tersaksikan dan terdengar itu bukan apa-apa. Walau demikian, saya menikmati pengalaman tsb. Ada beberapa buku catatan yg bisa saya kenang dan dipelajari lagi di masa depan. Dan saya bersyukur, salah satunya yg saya mintakan review nya kpd alm Ust Bubun Bunyamin, dikembalikan oleh beliau tanpa komentar. Pengajaran beliau dari Kyai Khoer cukup membekali saya saat berhadapan dgn bisikan-bisikan seputar konsep Penyatuan.
Belasan tahun kemudian, saya menemukan perkataan Imam Syadzili dlm Risalah al-Amin, bhw ketika muncul perasaan waswas yg menyerupai ilmu melalui perantara ilham atau ketersingkapan yg berasal dari prasangka, maka kita jgn menerima hal itu, harus dikembalikan kpd kebenaran yg tertuang dlm al-Quran dan as-Sunnah. Allah tdk menjamin kemaksumannya. Seandainya kita menerimanya melalui al-Qur'an dan sunnah, pikiran tdk akan menghiraukan waswas yg menipu.
#BiografiCahyana