Penyebutan beriman dan tidak beriman dalam agama itu hal yang wajar, sebab agama merupakan jalan keimanan yang memisahkan secara jelas mana yang disebut iman dan mana yang disebut ingkar. Hanya saja sebutannya beda, jika dalam alQuran menggunakan kata arab "kafir", alKitab menggunakan kata yunani "apistos" yang artinya sama-sama "orang yg tidak beriman". Sama seperti dalam agama Islam, Kristen memiliki banyak sebutan untuk orang yang tidak percaya, mulai dari "kafir" yang menolak cara hidup agama (Galatia 2:14), "antikristus" yang menolak tuhan. Lepas dari pembedaan dalam hal keimanan ini, Islam tidak mengajarkan untuk membeda-bedakan. Seorang muslim tetap harus bersikap baik kepada orang tuanya yang tidak beriman (kafir atau apistos). Dalam Lukas 10:25-37 disebutkan bahwa kebaikan tak hanya datang dari sesama melainkan juga berasal dari orang kafir.
Jadi, tidak perlulah merasa kecewa karena disebut tidak beriman, karena sebutan itu hanya sebagai pertanda perbedaan dalam keimanan, dan perbedaan keimanan itu memiliki nilai pribadi, di mana baik atau benar menurut orang belum tentu baik atau benar menurut kita, karena keimanan adalah pemberian Tuhan. Dengan demikian, orang yang memahami maksud pembedaan hal keimanan ini tidak akan menjadikannya sebagai alasan menciptakan konflik horisontal atau rasial.
Jadi, tidak perlulah merasa kecewa karena disebut tidak beriman, karena sebutan itu hanya sebagai pertanda perbedaan dalam keimanan, dan perbedaan keimanan itu memiliki nilai pribadi, di mana baik atau benar menurut orang belum tentu baik atau benar menurut kita, karena keimanan adalah pemberian Tuhan. Dengan demikian, orang yang memahami maksud pembedaan hal keimanan ini tidak akan menjadikannya sebagai alasan menciptakan konflik horisontal atau rasial.
Konflik muslim awal dengan kafir Qurais atau Yahudi bani Quraiza atau Qainuqa adalah karena masalah kebebasan beragama (HAM), bukan masalah rasial. Agama menjadikan muslim tidak mengangkat senjata sebelum musuh-musuhnya mengangkat senjata. Dengan demikian, salah jika seseorang berfikir Islam mendorong muslim memerangi seseorang karena mereka tidak percaya (kafir).
Penyebutan beriman dan tidak beriman dalam agama itu hal yang wajar, sebab agama merupakan jalan keimanan yang memisahkan secara jelas mana yang disebut iman dan mana yang disebut ingkar. Hanya saja sebutannya beda, jika dalam alQuran menggunakan kata arab "kafir", alKitab menggunakan kata yunani "apistos" yang artinya sama-sama "orang yg tidak beriman". Sama seperti dalam agama Islam, Kristen memiliki banyak sebutan untuk orang yang tidak percaya, mulai dari "kafir" yang menolak cara hidup agama (Galatia 2:14), "antikristus" yang menolak tuhan. Lepas dari pembedaan dalam hal keimanan ini, Islam tidak mengajarkan untuk membeda-bedakan. Seorang muslim tetap harus bersikap baik kepada orang tuanya yang tidak beriman (kafir atau apistos). Dalam Lukas 10:25-37 disebutkan bahwa kebaikan tak hanya datang dari sesama melainkan juga berasal dari orang kafir.
Jadi, tidak perlulah merasa kecewa karena disebut tidak beriman, karena sebutan itu hanya sebagai pertanda perbedaan dalam keimanan, dan perbedaan keimanan itu memiliki nilai pribadi, di mana baik atau benar menurut orang belum tentu baik atau benar menurut kita, karena keimanan adalah pemberian Tuhan. Dengan demikian, orang yang memahami maksud pembedaan hal keimanan ini tidak akan menjadikannya sebagai alasan menciptakan konflik horisontal atau rasial. Konflik muslim awal dengan kafir Qurais atau Yahudi bani Quraiza atau Qainuqa adalah karena masalah kebebasan beragama (HAM), bukan masalah rasial. Agama menjadikan muslim tidak mengangkat senjata sebelum musuh-musuhnya mengangkat senjata. Dengan demikian, salah jika seseorang berfikir Islam mendorong muslim memerangi seseorang karena mereka tidak percaya (kafir).
0 comments :
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya