Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Permendikbud 49/2014 Pasal 1:14)

Kamis, 01 Oktober 2020

Cita Rasa Film Tahunan 30/9

Dari usia kecil sampai dewasa, cita rasa film nya tetap sama, mengandung kekerasan yg semoga saja tdk berpengaruh buruk pd psikologi kalau menonton nya berkali2, tdk membuat sebagian anak berkhayal mempraktikkan kekerasan tsb dlm wujud apapun. Dlm konteks sejarah, pengaruhnya baik, tdk melupakan sejarah tsb. 

Di masa kecil kita sering memainkan kembali apapun yg terekam dlm ingatan kita dlm kegiatan bermain "aanjangan". Saya mengingat di waktu kecil, memainkan kembali cerita kekerasan dlm film tsb setelah melihat talang air dan belimbing muda di atas atap rumah. Belimbing muda yg masuk talang air itu, kondisinya yg kering dan membusuk setelah beberapa hari kemudian, wujudnya dlm bayangan saat itu seperti pahlawan revolusi dlm sumur lubang buaya yg disaksikan dlm film tsb. 

Seperti halnya anak kecil yg polos, saya tdk memahami pesan politiknya, hanya menerima bagian scene film tsb yg tertancap kuat dlm ingatan. Padahal saya tdk pernah berhasil menonton film horor tsb sampai tuntas, walau ditemani kakak sekalipun. Saya benar-benar ketakutan menyaksikan kekerasan di dlm film tsb yg dilakukan oleh sosok2 antagonisnya. Entah apakah belimbing dan talang air itu merupakan wujud dari efek psikologis krn rasa takut tsb atau bukan, hanya psikolog yg faham.

FIlm tsb sedikit banyak pasti membangunkan trauma keluarga penyintas setiap tahunnya, menjadi gangguan yg tdk nyaman krn membuka memori luka lama yg ada sedari belia, sejak melihat kekerasan tsb dgn mata kepalanya sendiri. Kita yg bukan penyintas tentu tdk merasakan dgn nyata seperti apa trauma atau luka tsb. Dan tentunya kita hrs menghormatinya dgn menghindarkan pengulangan rasa trauma dan luka lama tsb dari para penyintas.

Seyogyanya trauma dan luka tsb tdk dimanfaatkan utk memobilisasi masa atau membangun isu politis. Jgn merintis kekuasaan di atas trauma dan luka orang lain, seperti yg telah lama dipraktikan di masa lalu. Cukuplah film tsb sebagai sejarah yg dipelajari utk diambil hikmahnya oleh bangsa ini. Dan sudah saatnya Indonesia mempunyai film alternatif yg lebih komprehensif dan lebih "akrab" bagi para penyintas dan generasi sekarang.

0 comments :

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya