Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Permendikbud 49/2014 Pasal 1:14)

Rabu, 28 Oktober 2020

Jalan Ekstrem Pembajak Agama


Kata Ekstremis dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) bermakna "orang yang melampaui batas kebiasaan (hukum dan sebagainya) dalam membela atau menuntut sesuatu"

Ibn Qayyim Al Jauziyah dalam Madârij as Sâlikîn baina Manâzil Iyyâka Na’budu wa Iyyâka Nasta’în berkata, "Allah tidak memerintahkan sesuatu melainkan setan mempunyai dua bisikan, kepada keteledoran dan pengabaian atau kepada berlebih-lebihan dan ghuluw. Agama Allah ada di antara keduanya, antara yang teledor dan yang ghuluw".

Dengan memperhatikan pendapat beliau dalam Madârij as Sâlikîn dan pengertian kata ekstremis dalam KBBI dapat difahami bahwa orang yang ekstrem dalam beragama adalah mereka yang melampaui batas hukum Islam atau perintah Allah karena mengikuti bisikan setan ke jalan pengabaian atau berlebihan. Dari sanalah muncul istilah ekstrem kiri dan ekstrem kanan.

Ibn Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa jalan orang yang beriman atau Islam itu mencakup pengetahuan akan kebenaran dan pengamalannya, sehingga Allah memurkai kaum Yahudi karena tidak memiliki amal dan menyesatkan kaum Nasrani karena tidak memiliki pengetahuan. Ibnu Mardawih meriwayatkan dari Abu Dzar, dia berkata, "Saya bertanya kepada Rasulullah SAW tentang orang-orang yang dimurkai, beliau bersabda, 'kaum Yahudi'. Saya bertanya tentang orang-orang yang sesat, beliau bersabda, 'Kaum Nasrani'"

Jalan pengabaian yang disebut oleh Ibn Qayyim, merupakan jalan ekstremis kanan, yakni orang yang tidak memiliki amal sehingga dimurkai Allah, seperti kaum Yahudi. Sementara jalan berlebihan merupakan jalan ekstremis kiri, yakni orang yang tidak memiliki pengetahuan, jalannya orang-orang yang sesat, seperti kaum Nasrani. Adapun jalan pertengahan merupakan jalan moderat yang ditempuh oleh para pengamal pengetahuan. 

Oleh karenanya Allah mengingatkan kepada kaum Yahudi dan Nasrani dengan firman-Nya, "Katakanlah: 'Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulu (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus'”. (QS al-Mâ`idah:77). 

Allah melarang kita menjadi ekstremis yang melampaui batas hukum, sebagaimana firman-Nya, "Itulah batasan-batasan hukum Allah, maka janganlah kalian melampauinya." (al-Baqarah:187). Sikap ekstrem / tanaththuu membuat kita celaka di dunia dan akhirat. Abdullah bin Mas’ûd r.a. meriwayatkan dari Rasulullah SAW, beliau bersabda: "Celakalah al-Mutanaththi'un (orang-orang yang ekstrim) !” Beliau mengucapkannya tiga kali (HR Muslim). 

Dengan demikian, istilah terkait ekstremis kiri dan kanan sudah dikenal oleh umat Islam sejak Allah menurunkan wahyu Nya kepada Rasululah SAW yang terekam dalam mushaf Utsmani pada ayat  6 dan 7 surat al-Fatihah. Pemahaman tersebut jauh sebelum penjajah Belanda menggunakan istilah ekstremis yang ditemukan Orientalis dari sumber pustaka Islam. Orang yang pertama kali mengetahui adanya ekstremis dalam agama adalah Abu Dzar, di mana Rasulullah SAW menunjukan ekstremis Yahudi dan Nasrani. Permintaan ahli kiblat kepada Allah dalam setiap salatnya untuk diberi hidayah atau petunjuk kepada jalan yang lurus sebagaimana tertuang dalam ayat 5 surat al-Fatihah menunjukan bahwa umat Islam sangat mungkin berbelok arah ke jalan ekstrem.

Di antara sikap yang sering dihubungkan dengan ekstrimisme adalah ghuluw. Berdasarkan hasil penelusuran dalam sejarah Islam, serta al-Quran dan Hadits, Afroni dalam Jurnal Wawasan berpendapat bahwa secara etimologi ghuluw berarti berlebih-lebihan dalam suatu perkara, dan secara istilah adalah model atau tipe keberagamaan yang mengakibatkan seseorang melenceng dari agama tersebut. Beliau mencontohkan beberapa sikap yang dikategorikan sebagai ghuluw di antaranya adalah fanatik terhadap suatu pandangan tertentu, berprasangka buruk terhadap orang/kelompok lain dan bahkan bisa sampai kepada mengkafirkan orang lain.

Dengan demikian, siapapun dari umat Islam, baik yang bercelana cingkrang atau tidak, bercadar atau tidak, membawa bendera hitam/putih atau tidak, bila beramal tanpa ilmu sehingga melenceng dari agama Islam dan bersikap ghuluw, mereka itu disebut eksremis. Oleh karenanya, sayidina Ali r.a. mengingatkan umat Islam agar mewaspadai pembajak simbol-simbol agama ini. Beliau berkata, “Jika kalian melihat bendera hitam, maka bertahanlah di bumi. Jangan gerakkan tangan dan kaki kalian. Kemudian akan muncul kaum lemah yang tidak dihiraukan (rendahan). Hati mereka seperti batangan baja (kaku, keras). Mereka (mengaku) pemegang daulah (Islamiyyah). Mereka tidak menepati janji dan kesepakatan. Mereka mengajak kepada kebenaran sedangkan mereka bukan orang yang benar. Nama mereka menggunakan kunyah dan nisbat mereka menggunakan nama daerah. Rambut mereka terurai seperti wanita, hingga mereka berselisih diantara mereka. Kemudian Allah mendatangkan kebenaran kepada yang Allah kehendaki” (Riwayat Abu Nuaim) 

Ekstremis kiri ini ada di dalam umat Islam, di antaranya adalah kalangan Khawarij yang membunuh Khalifah Ali r.a. Sekarang ini kalangan Khawarij melakukan banyak teror di berbagai tempat, sehingga muncul istilah terorisme. Kalangan inilah yang selama ini membawa-bawa simbol Islam dalam sikap dan perbuatannya yang berlebihan, melampaui atau menyalahi hukum Islam. Ekstremis ini telah mencoreng citra Islam di mata non muslim awam dan menjadi talbis (tipu daya) bagi muslim awam. Sangat wajar bila umat Islam menolak ekstrimisme dalam beragama yang dipraktekan oleh kalangan ini dan lainnya.

0 comments :

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya