Pak Menag berkata, "Karena kita tahu, misalnya ya di daerah yang mayoritas muslim. Hampir setiap 100-200 meter itu ada musala-masjid. Bayangkan kalau kemudian dalam waktu bersamaan mereka menyalakan Toa bersamaan di atas. Itu bukan lagi syiar, tapi gangguan buat sekitarnya"
Sampai di sini saya memahami kalimat di atas memberi permisalan atau contoh seraya mengajak audien utk membayangkan gangguan suara dari rumah ibadah muslim yg dirasakan non muslim.
Selanjutnya beliau berkata, "Kita bayangkan lagi, saya muslim, saya hidup di lingkungan non muslim. Kemudian rumah ibadah saudara-saudara kita non muslim menghidupkan Toa sehari lima kali dengan kenceng-kenceng, itu rasanya bagaimana,"
Kalimat tsb mengajak audien utk membayangkan dan menjawab sendiri bagaimana perasaan muslim terhadap gangguan suara dari rumah ibadah non muslim.
Beliau kemudian memberi contoh terakhir, "Yang paling sederhana lagi, kalau kita hidup dalam satu kompleks, misalnya. Kiri, kanan, depan belakang pelihara anjing semua. Misalnya menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu nggak?"
Kalimat ini mengajak audien utk menjawab sendiri bagaimana perasaannya sebagai muslim ataupun non muslim terhadap gangguan hewan peliharaan tsb.
Bukankah tdk ada kalimat yg menyamakan? Bahkan kita melihat kecerdasan Menag dalam memberikan contoh gangguan, komprehensif, mengambil contoh gangguan dari perspektif non muslim, muslim, dan keduanya.
Oleh krn nya, tdk usah terprovokasi oleh siapa saja yg gagal faham, atau menggoreng potongan video demi ketidaksukaan kpd personal Menag. Ingat, bermusuhan itu tdk boleh lebih dari 3 hari. Salam ...
#PersepsiCahyana
0 comments :
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya