Sekolah Tinggi Teknologi Garut
Diselenggarakan mulai tahun 1991 dan bernaung di bawah Yayasan Al-Musaddadiyah. http://www.sttgarut.ac.id/
Program Studi Teknik Informatika
Berdiri pada tanggal 30 Juni 1998 dan terakreditasi B. http://informatika.sttgarut.ac.id/
Rinda Cahyana
Dosen PNS Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, dpk Sekolah Tinggi Teknologi Garut sejak tahun 2005
Jumat, 29 April 2022
Perubahan TV
Jumat, 22 April 2022
Nilai Berita
Etika Menyanggah Komentar di Medsos
Sayyid Abdullah Ba‘alawi Al-Haddad dalam An-Nasha’ihud Diniyyah wal Washayal Imaniyyah mengatakan bahwa etika terpenting dan terkuat perihal amar makruf dan nahi mungkar adalah menjauhi kesombongan, kekerasan, hinaan, dan cacian terhadap orang yang bermaksiat. Etika tersebut dapat diterapkan sebagai etika digital saat kita melakukan counter speech atau menyanggah komentar orang lain di media sosial.
Hingga saat ini kita masih menemukan sikap tdk etis seseorang di medsos, di mana ia menyanggah komentar orang lain dgn menyertakan hinaan dan cacian. Dalam konteks kerancuan berfikir kita mengenal Argumentum ad Hominem, yakni menyerang pribadi seseorang.
Mungkin seseorang akan terpengaruh dgn sikap tdk etis tsb dan melakukan tindakan yg sama sebagai balasan, sehingga pada akhirnya menjadi pertunjukan tdk etis. Kita semua berpotensi mengalaminya saat tdk mengetahui atau lepas dari kesadaran akan pentingnya etika tsb. Seseorang tdk akan berubah dgn cacian atau hinaan, tetapi dgn masuknya pengetahuan yg membangun pemahaman baru atau mengkoreksi pemahaman yg ada.
#LiterasiDigital
#PersepsiCahyana
Selasa, 19 April 2022
Post-Truth dan Patologi Komunikasi
Dijejali dengan teori-teori konspirasi, ujaran-ujaran kebencian dan fitnah-fitnah, demokrasi tidak lagi menjadi arena adu argumen, melainkan berubah menjadi sesi-sesi provokasi yang menghipnosis massa dengan sentimen-sentimen kolektif. Tujuan utamanya bukanlah menyampaikan informasi yang bernas, namun sekadar menggugah emosi bahkan kemarahan atau kebencian pada yang lain. Reproduksi hoaks, ujaran kebencian, fitnah, teror dan berbagai kekerasan simbolis lainnya memang meningkatkan kompleksitas sosial dan dapat menggiring pada chaos, namun hukum qua sistem mereduksi kompleksitas itu.
Berbagai komponen demagogi post-truth, seperti hoaks, berita palsu, ujaran kebencian, sentimen dikenal sebagai patologi komunikasi. Post-truth semakin mudah menyebar bila disertai dengan atribut kesakralan dengan sentiment keagamaan. Akbatnya timbul rasa kebencian dan intoleransi. Persatuan nasional mendapat ancaman dari maraknya berita bohong, ujaran kebencian dan intoleransi.
Daya nalar akan nilai-nilai etik menghilang dikalahkan ego pribadi yang menolak untuk memercayai informasi akurat sekalipun didukung data dan fakta empiris dari sumber yang bereputasi dan terpercaya. Post truth pada akhirnya mudah dan cap berkelindan dengan xenophobia, bigotry dan hipocrycy. Pada akhirnya yang tersisa adalah kedangkalan pemahaman akan realita, glorifikasi kebencian pada siapapun yang tidak sepaham dan merosotnya nalar-etis.
Dikutip dari Putro dkk. (2020)
#LiterasiDigital
Penangkalan Provokasi Beraroma Agama
Agama sejatinya merupakan petunjuk hidup ke arah yg lebih baik. Utusan Nya menggunakan agama sebagai katalis yg mempercepat perubahan yg baik. Namun sebagian kelompok menggunakan agama sebagai katalis yg mempercepat dampak provokasinya yg mengarah kepada tindakan diskriminasi atau kekerasan yg luas. Nama Tuhan dibawa-bawa dalam provokasi buruknya, baik dalam perkataan yg disampaikannya secara langsung, atau tdk langsung melalui beragam format konten digital di media sosial.
Provokasi seperti itu dapat menimbulkan kerusakan di muka bumi. Provokasi yg tdk terkendali berakhir pada konflik yg tdk berkesudahan. Penindakan terhadap provokator yg menggunakan agama sudah seharusnya jauh lebih cepat dari pada selainnya, mengingat bahaya besar yg ditimbulkannya.
Selama level dampaknya masih dapat ditolerir, aparat tdk melakukan pendekatan hukum. Ruang perdebatan masih terbuka bagi kelompok tersebut, pendukung dan penentangnya, sebagai wujud perlindungan terhadap hak kebebasan berekspresi. Namun level dampak buruknya dapat meningkat dgn cepat saat kelompok pendukungnya meluas, sementara kelompok penentang tdk berhasil menahan atau menghentikannya dgn kontra ujaran.
Saat levelnya mulai memuncak yg ditandai oleh kemunculan tindakan kekerasan, negara menutup ruang perdebatan dan memberikan sanksi hukum kpd para pelanggar, terutama kpd penggerak utamanya. Pelibatan tokoh elit agama yg didengar secara luas dalam menangkal provokasi dan fikiran keliru yg berkembang merupakan penggunaan agama sebagai katalis perubahan ke arah sebaliknya, menurunkan level dampak provokasi dgn cepat.
#PersepsiCahyana
Senin, 18 April 2022
Perubahan Suara Masjid
Bukanlah suatu keanehan bila adzan di tempat tinggi tdk banyak dilakukan lagi oleh Muadzin setelah adanya sound system. Menara Masjid yg awalnya ditempati Muadzin, kini ditempati oleh speaker. Suara dari dalam Masjid tersiar ke semua orang yg berada di luar melalui speaker.
Dan bukan suatu keanehan pula bila suara Muadzin dapat menjangkau tempat yg sangat jauh setelah adanya internet. Menara Masjid yg awalnya ditempati speaker, kelak menjadi tempat antena jaringan. Suara dalam Masjid tersiar kepada orang tertentu yg berada di tempat-tempat jauh.
Di masa depan, lingkungan Masjid mungkin nyaris sunyi, tdk terdengar suara speaker luar. Tetapi di dalamnya, suara dzikr bergema, terdengar ke tempat terjauh di mana jemaahnya berada. Tdk perlu konsumsi listrik yg besar utk menyiarkan suara sejauh itu. Sepinya suara masjid saat itu bukanlah sepi di luar, tetapi sepi di dalam.
#PersepsiCahyana
Jokowi dan ESEMKA
Kenapa dulu Jokowi menggunakan mobil ESEMKA? Menurut saya sangat wajar bila sebagai kepala daerah, Jokowi mempromosikan karya putra daerahnya, dan mengapresiasinya dgn mendorongnya sebagai kendaraan dinas pd tahun 2012.
Program teaching factory yg memunculkan ide ESEMKA thn 2007 adalah program Direktorat Pembinaan SMK Kemendikbud RI. Ada banyak SMK di berbagai wilayah yg terlibat dlm pengembangan otomotif. Thn 2010 hasilnya diuji di Jakarta, namun belum lolos laik jalan. Jokowi meminta agar diuji kembali setelah ingin menjadikannya sebagai kendaraan dinas. Pada awalnya tdk lolos uji emisi, namun akhirnya lolos uji tahun 2012.
Setelah pindah tugas ke Jkt, fikiran Jokowi sebagai gubernur DKI tentunya tdk lagi di Solo. Sangat wajar bila beliau tdk lagi mendorong produk siswa Solo, sebab beliau bukan kepala daerahnya lagi. Bila dorongan itu hrs tetap ada, maka yg tepat utk mendorongnya adalah kepala daerah Solo.
Namun setelah beliau jadi Presiden, di mana fokus beliau tdk sebatas wilayah tertentu, mobil ini kembali menjadi perhatian. Terutama setelah ratusan mobil ini tersebar di beberapa wilayah dari tahun 2012 hingga tahun 2015. Beliau menghubungkan PT ESEMKA dgn PT ACL, sehingga berdirilah PT ACEH. Thn 2019 Pabriknya diresmikan Presiden.
Dari tahun 2019 s.d. 2021, penjualan Esemka hanya 300 unit. Sementara penjualan Avanza sepanjang tahun 2021 mencapai 66.109 unit. Dgn jumlah sebesar itu, kita bisa melihat Avanza ada di mana-mana, sampai kendaraan tersebut mendapat julukan mobil sejuta umat. Kemungkinan kita melihat Esemka dibandingkan Avanza hanya 0.5%. Mobil tsb sangat populer di kalangan yg menikmati opini politik, namun krn jumlahnya yg sedikit, mereka tdk akan melihat keberadaannya di jalanan sebagaimana Avanza.
Mobil Esemka yg dipromosikan oleh Jokowi saat menjadi kepala daerah Solo nampak seperti tipe SUV. Kemungkinan ribuan pemesan itu minatnya ke tipe tsb yg belum diproduksi pd level pabrikan. Saat ini fokus PT ACEH adalah memproduksi tipe pikup. Kalau tipe SUV keluar dgn harga kompetitif, tdk mustahil angka penjualannya akan naik.
Lepas dari tudingan mobil ESEMKA yg digunakan Jokowi saat menjadi kepala daerah Solo sebagai mobil jiplakan, kita harus tahu bahwa mobil tsb dibuat oleh anak-anak SMK. Mengapresiasinya sama dgn mengapresiasi anak SMK, mengolok2nya sama dgn mengolok2 anak SMK. Saat diwawancarai oleh Tempo, beliau menjelaskan alasannya mendukung produk anak SMK tsb:
"Apa yang saya lakukan, hanya sebagai komitmen moral untuk anak-anak didik kita,”
Saat ini mobil ESEMKA sudah merupakan produk bisnis perusahaan swasta nasional. Sudah bukan saatnya lagi menjadikannya sebagai amunisi politik. Kendaraan tsb lebih pas menjadi objek review vloger otomotif dari pada objek politik.
#PersepsiCahyana
Sabtu, 16 April 2022
Kepercayaan dan Kesempatan
Jumat, 15 April 2022
Keluar dari Post-Truth dengan Tabayun
Seseorang mengucapkan pernyataan keliru karena tahu ucapan itu keliru, namun sengaja mengucapkannya untuk tujuan tertentu; atau tidak tahu kalau itu keliru sehubungan dengan terbatasnya ilmu. Kita memastikan kondisinya itu tidak bisa dengan cara menduga-duga, tetapi dengan tabayun.
Ia layak mendapatkan hukuman apabila memiliki kondisi pertama, sehingga diharapkan rasa takutnya kepada hukuman tersebut mencegahnya dari perbuatan serupa di masa depan. Ia layak mendapatkan asupan ilmu apabila memiliki kondisi kedua, sehingga diharapkan pengetahuan dapat mencegahnya dari perbuatan serupa di masa depan.
Seseorang mengalami kondisi post-truth saat ia memastikan kondisi orang lain dengan tanpa melakukan tabayun, di mana ia meyakini orang lain pasti akan seperti apa yang difikirkannya. Post-truth dan keterbatasan pengetahuan merupakan sebab tindakan main hakim sendiri. Salah satu jalan keluar dari post-truth adalah mencari fakta, dan membebaskan diri dari perasaan atau keyakinan pribadi yg menyelisihi fakta
#PersepsiCahyana
Kamis, 14 April 2022
Panggilan Buzzer di Era Post-Truth
Menurut kamus daring Collins, Buzzer adalah orang atau sesuatu yg berdengung, yakni suara yang panjang dan terus menerus, seperti suara yang dihasilkan lebah saat terbang. Di media sosial, Buzzer dikenal sebagai orang atau sekumpulan orang yg dibayar jasanya utk membangun opini publik tentang seseorang atau sesuatu. Buzzer memiliki jumlah pengikut yg jauh lebih sedikit dibandingkan Key Opinion Leader (KOL) yg merupakan sosok terkenal. Buzzer digunakan oleh KOL utk menaikan engagement dari opini KOL agar menjadi viral dan mempengaruhi masyarakat.
Menurut kamus Cambidge, post-truth berkaitan dengan situasi di mana orang lebih suka menerima argumen berdasarkan perasaan dan keyakinannya, dibandingkan berdasarkan fakta. Menurut Katherine Connor Martin, kepala divisi Kamus AS Oxford, post-truth menunjukan keadaan di mana fakta objektif kurang berpengaruh dalam membentuk opini publik dari pada daya daya tarik perasaan dan kepercayaan pribadi. Oleh karenanya, opini publik dapat terbentuk oleh hoax atau kecurigaan.
Internet memberi kesempatan bagi setiap orang utk membuat dan menyebarkan berita di media sosial tanpa melalui proses pemeriksaan yg ketat sebagaimana halnya media mainstream. Hal demikian memungkinkan beritanya merupakan opini yg dibangun oleh perasaan dan kepercayaan pribadi yg tdk sesuai dgn fakta sebenarnya. Sebagian di antara opini tersebut merupakan hasil pengaruh kampanye KOL dan/atau Buzzer. Berbeda dgn Buzzer, para pembuat opini ini tdk mendapatkan bayaran, tetapi mendapatkan manfaat lain, misanya terpenuhinya perasaan suka atau bencinya kepada seseorang atau sesuatu.
Dalam struktur pohon yg melibatkan KOL dan Buzzer, para pembuat opini ini merupakan daun dari ranting Buzzer yg terhubung ke akar KOL. Namun banyak pula yg tdk terhubung dgn Buzzer atau KOL, mereka membuat opini atas inisiatifnya sendiri. Menariknya, sebagian kalangan menyebut mereka sebagai Buzzer karena opininya sejalan dgn opini yg dibangun oleh Buzzer atau sejalan dgn kepentingan Buzzer. Padahal mereka membangun opini atas inisiatifnya sendiri, bukan berdasarkan kontrak bisnis seperti Buzzer.
Istilah Buzzer kini digunakan oleh sebagian orang utk melabeli orang lain yg pendapatnya di medsos dianggap memihak seseorang atau sesuatu yg tdk disukainya. Pelabelan ini terjadi karena post truth, di mana yg menjadi sandaran pelabelannya bukanlah fakta, tetapi perasaan atau keyakinan pribadi. Faktanya, orang lain yg disebut sebagai Buzzer tersebut bukanlah orang yg dibayar jasanya utk membangun opini publik tentang seseorang atau sesuatu.
Seseorang dapat menganggap buruk Buzzer yg membangun opini baik tentang seseorang atau sesuatu yg tdk disukainya. Saat mengalami fallacy berupa generalisasi keliru, Ia menyebut siapapun yg membangun opini seperti itu dgn panggilan Buzzer, sekalipun faktanya orang yg dituduhnya itu tdk memiliki kontrak jasa kampanye seperti Buzzer.
Fallacy adalah salah satu faktor yg mempengaruhi perasaan atau keyakinan pribadi yg buruk atau aneh. Fallacy menjauhkan siapapun yg mengidapnya dari kebenaran, di mana antara fakta dgn selainnya nampak tdk ada perbedaan, di saat perasaan atau keyakinan pribadi menjadi lebih dominan. Dengan demikian, kunci dari seluruh masalah yg disampaikan sebelumnya adalah kemampuan berfikir. Setiap orang harus mampu berfikir dgn berbagai pendekatan teori kebenaran, dan terbiasa utk cek fakta. Peningkatan indeks literasi dapan membangun kemampuan tersebut.
#PersepsiCahyana