Garut, 22 Ramadhan 1444. Mas Yudho menulis di komunitas maya FB tgl 6 Oktober 2013:
RUBAHLAH Kekuatan Energi Materialistime pada hudup kita
sampai menjadi gelombang CAHAYA....
takluklun nafsu kebinatangan bawa pada jiwa yang tenang (Kekholifahan diri)....................
Niscaya tidak akan kenal dengan yang namanya GALAU....
Semoga Selalu Dalam Ridlo-Allah...
Sebelumnya saya ingin menjelaskan tentang menulis. Media sosial adalah tempat berbagi gagasan. Adakalanya kita menulis di sana secara spontan. Masalah penulisan seperti typo bukan sesuatu yg penting utk diperhatikan. Fokus utama kita bukan bagaimana kata dituliskan, tetapi bagaimana gagasan segera dituliskan sebelum menguap dari kepala. Saya sering mengalami hal seperti itu, sehingga mungkin pembaca tdk dapat memahaminya sekaligus, sebab tulisannya memang bukan utk menjelaskan, tetapi utk mengungkapkan isi pikiran. Kondisi tulisan di media sosial wajar seperti itu karena tdk pernah masuk ke ruang editorial.
-----------
Mari kita mulai ulasannya. Mereka yg memiliki pemahaman materialisme lebih berorientasi pada materi dari pada selainnya, seperti spiritual, intelektual, sosial, dan lain sebagainya. Sebagai contoh, mereka lebih mementingkan insentif dari pada pahala kebaikan, manfaat pengalaman berupa peningkatan kemampuan, atau jejaring silaturahmi yg menyediakan banyak pintu rejeki. Kecenderungan manusia terhadap materi itu alamiah, sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam firman Nya:
Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (QS. Ali 'Imran Ayat 14)
Dalam ayat tsb, Allah menunjukan alasan kenapa manusia harus memiliki orientasi lain yg lebih baik dari pada kesenangan duniawi, yakni "tempat kembali yg baik". Manusia dapat mengarahkan orientasinya dari satu kesenangan kpd kesenangan lain yg lebih menyenangkan dgn sumber dayanya berupa cinta pada kesenangan. Namun manusia perlu menaklukan nafsunya utk dapat berorientasi pada kesenangan yg belum dialaminya. Manusia tdk dapat mencintai pahala di akhirat yg belum dialaminya bila tdk mampu memimpin nafsunya. Manusia harus menjadi pemimpin dalam kerajaan hati atau kekhalifahan dirinya, sebagaimana dikatakan oleh Ibn Arabi, agar ia dapat menggunakan seluruh sumber daya utk tujuan yg dikehendakinya.
Mencintai kesenangan hidup adalah kekuatan atau energi materialisme. Kita dapat memanfaatkannya utk mencintai kesenangan yg lebih tinggi. Kecenderungan terhadap ridha Allah tentu saja berbeda dgn kecenderungan terhadap harta benda, sebab ridha Allah dalam pandangan keimanan memiliki kualitas di atas harta benda. Perbedaan tsb membuat kita perlu mengubah kekuatannya, dari kekuatan yg sejalan dgn hawa nafsu semata, menjadi kekuatan yg sejalan dgn keyakinan atau petunjuk. Kekuatan baru ini akan membuat kita cenderung pada apa yg Allah ridhai, walau nafsu kita tdk menyukainya. Kekuatan yg sejalan dgn petunjuk itu dapat diilustrasikan dgn gelombang cahaya. Allah menggunakan istilah cahaya utk petunjuk.
Gelombang cahaya tdk dapat terbentuk bila kita diperbudak oleh hawa nafsu. Sulit bagi kita utk mengikuti petunjuk Allah bila terkekang oleh hawa nafsu. Tanpa gelombang cahaya tsb, kita akan sama seperti hewan, hanya cenderung pada kesenangan duniawi dan tdk dapat lepas dari kesedihan yg muncul karena kehilangannya. Mereka yg telah memiliki gelombang cahaya setelah menaklukan nafsunya akan lebih mudah utk mencintai apapun yg ada di sisi Allah. Mereka akan dapat membebaskan dirinya dari kesedihan, tdk akan galau, karena ridha dgn ketentuan Allah. Mereka ridha karena ingin diridhai oleh Allah, kondisi yg membuat jiwanya merasa senang, kondisi penghuni surga 'Adn. Kondisi yg selalu diharapkan oleh mereka yg berhasil melihat kesenangan surgawi jauh lebih baik dari kesenangan duniawi.
Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya (QS. Al-Bayyinah 8)
Tanda tercapainya kesenangan tinggi dalam diri para pemimpin hati selaku hamba-hamba Allah dan penghuni surga adalah hati yang puas lagi diridhai Nya. Contohnya, merasa lebih puas dgn ketentuan Allah dari pada materi atau dunia yg meninggalkannya. Hal tersebut sebagaimana firman Nya:
Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Rabb-mu dengan hati yang puas lagi diridhai Nya. Kemudian masuklah ke dalam (jamaah) hamba-hamba-Ku, Dan masuklah ke dalam surga-Ku (QS al-Fajr: 27-30)
#PersepsiCahyana
0 comments :
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya