Pergerakan saat mudik dan saat belanja di pasar atau supermarket merupakan persoalan yang menjadi perhatian pemerintah menjelang lebaran di masa pandemi Covid-19. Tdk jarang pasar menjadi kluster baru setelah ada banyak penjual atau pegawainya yg terinveksi virus tersebut. Pemerintah telah mewajibkan penerapan protokol kesehatan kepada pengelola pasar. Saya berkesempatan utk mengamati pelaksanaan protokol dan tantangannya saat mengunjungi beberapa supermarket di Garut beberapa minggu menjelang lebaran.
Semua pengelola toko di supermarket di Garut telah berusaha melaksanakan protokol kesehatan. Saya mengidentifikasi keberadaan titik cek, tempat di mana Satpam memeriksa suhu tubuh dan kelengkapan masker para pengunjung. Di beberapa supermarket terlihat ada stiker petunjuk jalur masuk dan keluar di atas lantai, atau naik dan turun di permukaan tangga, serta posisi berdiri saat berada dalam lift atau antrian.
Di salah satu supermarket, seorang Satpam berdiri di titik masuk salah satu lantai toko yang ramai pengunjung dan mengingatkan seorang ibu yang tidak mengenakan masker. Terdengar suara petugas dari speaker yang selalu mengungatkan pengunjung untuk mengenakan masker. Namun sayangnya, di sana tidak tersedia banyak titik pembayaran, sehingga terjadi antrian pelanggan di depan kasir pembayaran yang tidak memenuhi ketentuan jarak tubuh. Sebelumnya saya mengunjungi supermarket lainnya yang membuka banyak titik pembayaran dan memasang stiker panduan jarak antrian antar pelanggan di atas lantai. Hal tersebut terlihat dapat mengurai antrian, membuat pembeli cenderung lebih bersabar dan bisa menjaga jarak, serta proses pembayarannya relatif cepat. Sebenarnya salah satu supermarket telah menerapkan pembayaran non tunai yang bisa mempercepat pembayaran atau mengurangi antrian, hanya saja masyarakat belum tahu atau terbiasa menggunakan platform teknologi tersebut.
Umumnya supermarket telah memasang tanda batas utk menjaga jarak tubuh antar pembeli di titik pembayaran. Walau demikian, ada banyak pengunjung yang tidak menghiraukannya. Saya belum melihat petugas yang mengingatkan pengunjung atas ketidaktaatan pada batas antrian tersebut. Demikian pula dengan petunjuk jalur masuk dan keluar, ada banyak pengunjung yang tidak mengikutinya, sehingga dalam seringkali terjadi tabrakan antara pengunjung yang masuk dan keluar.
Saya perhatikan terjadi penurunan pelaksanaan prokes di beberapa titik akses masuk supermarket menjelang lebaran bila dibandingkan waktu sebelumnya. Misalnya, pemeriksaan tubuh oleh petugas nampak menjadi alakadarnya, pemeriksaan tubuh mandiri tanpa arahan dan pengawasan petugas, dan bahkan ada yang tidak melaksanalan pemeriksaan tersebut di titik masuk pengunjung.
Kerumunan di supermarket yang mengerikan bagi saya adalah di etalase. Ruang jalur pengunjung nampak sempit karena banyaknya etalase yang dipajang. Hal tersebut menimbulkan kondisi berdesakan atau tanpa jarak. Pengelola toko nampaknya kesulitan untuk menjaga jarak pengunjungnya di bagian ini. Biasanya saya mengambil jalur di sela-selat etalase yang tidak terhambat oleh pengunjung, seperti dalam permainan Pacman.
Sesuatu dapat berpindah dari tubuh pengunjung ke barang atau etalase yg disentuhnya. Saya selalu membasuh tangan dengan hand sanitizer setiap menyentuhnya. Pengunjung lain yang tidak membawa hand sanitizer hampir tidak saya lihat membasuh tangannya di titik keluar Supermarket?. Titik basuh tangan yang disediakan pihak pengelola supermarket kondisinya sepi pengunjung.
Sama halnya dgn mudik, belanja menjelang lebaran merupakan tradisi atau kebiasaan masyarakat yang sangat berpotensi melonjakan angka kasus postif Covid-19 dan kematiannya. Jalanan pasar mulai ramai seminggu menjelang lebaran, sebagai tanda dimulainya kebiasaan tahunan. Saat itu, pemerintah dan pengelola toko perlu meningkatkan pengawasannya dan menambah personel pengawasnya utk memastikan prokes ditaati pengunjung. Para pengunjung tentunya akan merasa terbatasi, dan pengelola toko akan merasa mengeluarkan biaya ekstra, tetapi inilah kondisi di era pandemi yg membutuhkan disiplin, kesabaran, dan kerjasama demi keselamatan bersama.
Ancaman Covid-19 tdk boleh membuat kita terlalu takut dan lengah. Doa dan ikhtiar menjadi kunci perubahan nasib, agar angka positif dan kematiannya tidak sama seperti tahun lalu. Bangsa yang beruntung adalah bangsa yang berhasil merubah nasibnya menjadi lebih baik.
Terima kasih atas informasinya.
BalasHapusvisit us