Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Permendikbud 49/2014 Pasal 1:14)

Minggu, 09 Mei 2021

Pembelajaran Daring Membuat Peserta Didik Menjadi Bodoh?


Sewaktu kuliah dulu, kami mendapat tugas dari dosen utk menghitung biaya proyek dgn teknik tertentu. Dosennya tdk mengajarkan teknik tsb. Tugas demikian nampak tdk menjadi persoalan  bagi teman2 saya yg terbiasa menggunakan komputer dan internet.

Tidak membutuhkan waktu yg lama, mereka menemukan tools di situs web yg digunakan utk mengestimasi biaya proyek dgn teknik tsb. Hal demikian membuat mereka berdaya saing krn lebih dahulu tahu dari temannya yg lain. Mereka menjadi pintar dan mengajarkan cara penggunaan tools tsb kpd teman2nya.

Internet sejak tahun 60 an memang sudah dimimpikan oleh ilmuan menjadi perpustakaan digital yg menyimpan banyak konten digital atau sumber belajar dan dapat ditemukan dgn mesin pencari. Semua orang yg terhubung ke internet dapat berkontribusi data atau konten digital, sehingga terjadi pertukaran pengetahuan. Internet membuat mesin pembelajar semakin cerdas dan memudahkan manusia utk lebih cepat tahu tentang sesuatu.

Tetapi di negara yg baru mengecap internet, khususnya di masa Pandemi, ada fenomena aneh. Ramai orang berkata bila pembelajaran daring membuat peserta didik menjadi bodoh. Sebab bodohnya adalah karena peserta didik mengidentifikasi smartphone sebagai alat utk bermain game online, dan tdk terbiasa menggunakannya utk berdaya saing dalam pembelajaran. Game online sendiri menjadi hambatan besar krn membuat peserta didik malas berkegiatan lainnya. Sementara orang tua masih gagap menjalankan digital parenting sehingga tdk bisa mengendalikan kecenderungan anak saat menggunakan smartphone.

Hal tsb menunjukan besarnya kesenjangan digital di negara ini. Dgn lugu, banyak stakeholders, termasuk tenaga pendidik, menganggap pembelajaran daring sebagai penyebab kebodohan. Padahal sejatinya perangkat teknologi informasi itu mengakselerasi penciptaan daya saing. Hampir semuanya tdk siap dgn revolusi digital yg dipicu oleh pandemi, karena selama ini fokus literasi digital dlm mata pelajaran TIK hanya sebatas literasi teknologi informasi saja. Penciptaan kompetensi digital lainnya seperti literasi informasi, penciptaan konten, serta komunikasi & kolaborasi dgn pengkayaan keamanan dan problem solving tdk tersentuh.

Keterbatasan infrastruktur dan kondisi generasi milenial yg cepat menguasai perangkat teknologi informasi menjadi dalil dihilangkannya mata pelajaran TIK. Hingga kemudian pandemi datang, pembelajaran daring dianggap paling sesuai, sementara infrastruktur dan kompetensi digital blm siap. Peserta didik milenial memang tdk perlu diajari menggunakan smartphone, tetapi mereka menggunalannya utk keperluan hiburan dan konsumtif; interaksi digital masih tergagap2, sehingga seringkali melabrak etika digital.

Hasil survei kemendikbud terkait pembelajaran daring blm diungkap. Kemungkinan hasilnya menunjukan mayoritas responden tdk setuju dgn pembelajaran daring, atau sebaliknya. Bila mayoritas tdk setuju, hal tsb menunjukan adanya kesenjangan digital yg besar. Umumnya responden mengira daya saing secara efektif bisa dicapai dgn cara tradisional. Padahal daya saingnya itu berada di bawah daya saing yg tercipta oleh pembelajaran daring. Artinya, bila bangsa ini tetap melakukan pembelajaran tradisional, peserta didiknya tdk akan seberdaya saing peserta didik yg menggunakan pembelajaran daring. Bila peserta didiknya dikondisikan utk menerima tugas yg tdk diajarkan, peserta didik yg melakukan pembelajaran daring, terbiasa berinteraksi dgn kontem digital di internet, akan lebih cepat menyelesaikan tugasnya dibandingkan peserta didik yg menempuh pembelajaran konvensional.

Akhirnya kita akan bertanya, apakah benar pembelajaran daring membuat peserta didik menjadi bodoh? Jawabannya adalah tergantung seberapa besar kesenjangan digitalnya. Para pendidik hrs bekerja keras mengentaskan buta digital agar peserta didik mampu membaca beragam kesempatan digital yg membuatnya lebih berdaya saing.

#PersepsiCahyana

Related Posts:

  • Jalmi Sadar Sareng Gelo Sok emut kanu cariosan Syekh Abdul Qadir Jailani r.m. nu dicatet ku murid na dina Fathu Rabbani, di mana jalmi nu disebut gelo teh nyaeta jalmi nu hilap ka Gusti Allah, ngalabrak pituduh Na, sok sanaos luhung elmu… Read More
  • Boikot Pilih-Pilih Sekarang ini sedang ramai konten ajakan boikot produk Prancis di seluruh dunia utk memberi tekanan yg diharapkan dapat merubah sikap pemerintah Prancis thd penghinaan Nabi SAW. Ancaman boikot yg dilakukan dunia Ar… Read More
  • Pancasila Simbolis dan Substantif Masih dgn kegiatan literasi, kali ini menggali soal sikap simbolis dan substantif terhadap Pancasila.Saya baru tahu kalau PKI itu ternyata menerima Pancasila. Tertulis dlm AD/ART nya demikian, "PKI menerima dan me… Read More
  • Ekspresi Cinta yg Menyejukan Menurut situs web NU, Gus Dur menganggap Salman ibarat orang gila yang melempar masjid. Apa orang macam itu harus dibunuh? Menurut beliau, orang seperti Salman lebih baik diingatkan atau ditertawakan saja. Sementa… Read More
  • Menyentuh Allah dalam Takdir Nya Saat seseorang merendahkan manusia lainnya, ia tidak malu pada Allah karena tidak bisa melihat Khalik pada mahluk yg direndahkannya. Takdir yg ditetapkan Allah atas mahluk Nya akan berlaku pd saat yg Allah te… Read More

0 comments :

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya