Lumrah bila murid merasa marah saat gurunya disakiti. Namun marahnya terkendali dan energinya dapat diarahkan kpd tindakan positif berkat teladan atau pengajaran gurunya. Kemampuan murid dlm menundukan amarahnya diwarisi dari gurunya. Murid yg benar2 berguru akan merasa gagal bila tdk mewarisi teladan dan pengajaran baik gurunya. Dan mereka akan sangat bersyukur bila dapat mengikuti gurunya.
Habib Ali bin Abdurrahman al-Jufri berkata, "Ketika aku mendengar orang berbicara atas nama Islam dgn bahasa kasar dan caci maki, aku bersyukur kpd Allah tdk memahami Islam lewat lisan mereka".
Santri Pesantren Krapyak Yogyakarta pastinya akan bersyukur dapat mengendalikan amarah krn teladan dan pengajaran dari KH Ali Maksum (Allah yarham). Saat itu beliau dipukul dgn linggis di tengah ceramah hingga luka parah dan harus opname selama hampir dua bulan. Beliau berpesan kpd satrinya, “kabeh anak-anak ku lan santriku ora keno dendam lan ora keno anyel (semua anakku dan para santriku, tidak boleh dendam dan benci)". Sikap beliau ini sama seperti yg ditunjukan Syekh al-Jaber.
Mungkin inilah sikap ulama yg telah disentuh oleh kalam Nya yg qadim (al-Quran) sehingga hatinya berlimpah rahmat. Sikap seperti itu belum tentu bisa dimiliki oleh orang biasa yg baru menyentuh atau melafalkan mushaf al-Quran sebatas kerongkongan. Kekuatan memaafkan ini lebih "ampuh", dari pada sekedar kekuatan fisik. Akhlaq mulia tsb telah dibuktikan oleh Nabi SAW dan pengikut sunnahnya, dapat membukakan pintu hidayah bagi para pembencinya.
Menahan amarah adalah kemampuan orang yg bertakwa, sebagaimana firman Allah SWT yg artinya, "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS Ali Imran 133-134)
Oleh karenanya, para pembelajar agama akan sangat memperhatikan pengajaran seperti tausiyahnya KH Gus Luqman al-Karim. Beliau mengingatkan agar jgn salah memilih guru dan ilmu. Salah memilih guru akan tersesat, salah memilih ilmu akan tdk bermanfaat.
0 comments :
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya